Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts
Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts

Sekarang Saya Yakin, Ramadhan Telah Berlalu

10:24 AM
Tadi malam setelah garin mushalla mematikan semua lampu dan kipas angin, tiba-tiba terdengar dialog antara dinding, loteng, tiang, kipas, lampu, mikrofon dan pintu.

"Mengapa beberapa hari ini tidak semua kipas dinyalakan? Sedangkan semua lampu dinyalakan" Tanya kipas angin kepada lampu.

"Mungkin ada kipas angin yang rusak. Harus menunggu diperbaiki dulu. Kalau kami lampu, jika rusak tinggal diganti dengan yang baru". Jawab salah satu lampu.

Mendengar tanya jawab kipas dan lampu tersebut dinding, loteng dan tiang ikut nimbrung pembicaraan mereka. 

"Tombol sakelar kipas dan lampu tertancap di dinding. Mungkin dinding tahu penyebabnya". Kata loteng.

"Kalau kipas atau lampu yang rusak, tentu loteng yang lebih tahu. Karena mereka menggantung di loteng". Dinding membela diri karena tidak tahu.

"Setahu saya bukan karena rusak, tapi karena memang mubazir jika dipakai" kata tiang mencoba menengahi mereka.

"Mengapa mubazir?" Tanya loteng dan lantai dengan serentak.

"Karena memang mushalla ini tidak penuh. Cuma ada tiga atau empat orang jamaah laki-laki saat Isya. Itupun sudah masuk imam dan muazin. Sedangkan bagian saf perempuan cukup banyak dari laki-laki. Tapi kalau isya tetap tidak lebih dari sepuluh orang". Jawab tiang.

"Apa hubungannya jamaah yang sedikit dengan mubazir? Lalu itu berimbas kepada kami". Sela kipas dengan nada meninggi.

"Begini.."

Tiang tunggal di tengah mushalla mencoba menjelaskan dengan perlahan.

"Karena jumlah jamaah yang sedikit cukup hanya dengan menyalakan dua kipas di depan dan dua kipas di belakang. Sedangkan beberapa kipas di samping tidak perlu dinyalakan. Jika tetap dinyalakan, itu namanya mubazir arus listrik. Menghemat listrik bukan hanya menghemat pembayaran, tapi menghemat energi. Dengan menghemat energi, kita telah membantu menjaga kelestarian sumber daya alam". Jelas tiang besar meyakinkan teman-temannya.

"Ooo begitu". Jawab kipas memakluminya.

"Apa pula hubugannya dengan menjaga kelestarian alam?" Tanya loteng.

"Kalau itu saya tahu. Tapi saya tidak bisa menjelaskannya". Kata lampu sambil tersenyum malu.

"Wk wk wk"
Semua penghuni mushalla tertawa keciali mikrofon.

"Ehem ehem"
Mikrofon mendehem menghentikan tawa penghuni mushalla.

"Ada apa mikrofon? Kamu tersinggung kami tertawa bersama? Lampu saja yang kami tertawakan tidak tersinggung kok. Malah ikut tertawa bersama kami". Tanya kipas angin.

"Saya tidak tersinggung. Cuma heran saja".
Jawab mikrofon dengan suaranya yang agak menggema.

"Apa yang engkau herankan?" Tanya kipas angin.

"Mengapa mushalla ini kembali sepi? Orang hanya agak ramai di waktu magrib. Sedankang Isya dan Subuh, sefikit jamaah yang datang. Padahal sempat hampir sebulan lamanya lumayan ramai yang datang salat Isya?. Jawab mikrofon sambil melontarkan pertanyaan. 

"Saya juga heran". Kata pintu mushalla.

"Sudah hampir sepekan ndak banyak yang melewati saya". Lanjutnya.

"Mungkin mereka masih sibuk berhari raya. Sehingga mereka solat Isyanya di tempat mereka berkunjung". Loteng mencoba menjawab dengan berfikir husnuzhon.

"Ooo. Begitu ya. Sekarang saya sudah yakin, Ramadhan telah berlalu. Sehingga mushalla kembali sepi" ucap mikrofon mengakhiri cerita penghuni mushalla malam itu.

Idul Fitri Di Masa Pandemi

5:36 PM
Alhamdulillahi 'ala kulli hal.
Kita tetap bersyukur kepada Allah meskipun kita tengah dilanda wabah. Syukur kita bukan karena kita ditimpa musibah. Tapi syukur kita karena kita masih punya iman. Sehingga berbekal iman itu, kita bisa melalui musibah atau ujian wabah ini dengan sabar dan tetap mendekatkan diri kepada Allah, menunaikan ibadah salat, puasa, tadarus, zakat, infak dan sedekah. Meskipun pelaksanaan ibadah tersebut tidak seperti biasanya. Syukur kita juga di tempat kita tidak sampai wabah tersebut. Sehingga pemerintah mengizinkan kita bisa solat di masjid dengan tetap mengikuti protokol covid 19.

Solawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulillah Saw. Semoga dengan berpedoman kepada ajaran Al-Qur'an dan hadis yang beliau wariskan kepada kita, kita memperoleh kebahagiaan, ketentraman dan keselamatan dunia dan akhirat. Jika syariat puasa yang kita lakukan merupakan perintah Allah dalam Al-Qur'an, maka syariat zakat fitrah adalah ibadah yang kita lakukan berdasarkan titah dari Rasulullah Saw.

Allahu Akbar. Walillahilhamd.
Ada tiga pesan utama yang ingin khatib sampaikan dalam khutbah yang sangat terbatas ini.

Pertama, mari kita tetap bertakwa sesudah ramadhan berlalu. Dalam pengertian sederhananya, kita tetap menjalankan perintah Allah dan menghindari larangan Allah. Kita yang sudah melatih diri disiplin beribadah di bulant Ramadhan, hendaknya tidak meninggalkan kebiasaan ibadah kita tersebut. Tetaplah disiplin solat wajib. Tetaplah disiplin solat sunat rawatib. Tetaplah solat malam. Tetaplah membaca Al-Qur'an. Tetaplah berinfak dan bersedekah, walapun sedikit. Inilah di antara makna istiqomah setelah Ramadan. Bukankah di antara amalan yang dicintai Allah adalah ibadah yang konsisten, walaupun sedikit. Nabi Saw. mengatakan
أحب الأعمال إلى الله أدوامها وإن قل

Jangan sampai setelah habis Ramadhan, habis juga amal kita. Lalu berharap akan bertemu lagi Ramadhan di tahun depan. Masjidnya jangan ditinggalkan lagi. Solatnya jangan bolong-bolong lagi. Sedekahnya jangan terhenti sampai di sini. Ngajinya jangan seperti kaset yang dipause, lalu baru akan diputar lagi di tahun depan. Juga yang sudah meninggalkan judi dan mabuk-mabukan jangan kembali lagi bermaksiat. Jika setelah Ramadhan tidak beribadah lagi dan malah kembali ke kubangan dosa, tidak ubahnya kita seperti orang yang memintal benang dengan sebaik-baiknya. Setelah benang itu terpintal dengan rapi, lalu kita cerai beraikan kembali. Firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 92
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا 
Janganlah kalian seperti seorang pemintal benang yang mencerai-beraikan benang yang telah dipintalnya dengan kuat. (Selengkapnya tentang takwa sesudah Ramadhan)

Allahu Akbar. Walillahilhamd
Kedua, mari kita terus berbagi dan berderma dengan saudara kita. Fakir, miskin dan anak yatim perlu tetap melanjutkan hidupnya setelah Ramadhan. Jangan hanya kita berderma kepada saudara kita fakir, miskin dan anak yatim hanya di bulan Ramadhan saja. Lalu setelah Ramadhan, kita biarkan mereka tidak makan. Jangan sampai kita dicap sebagai orang yang mendustakan agama atau mendustai adanya hari pembalasan. Sebagaimana Allah sampaikan kepada kita dalam surah Al-Ma'un ayat 1-3
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ(1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ(2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ(3)

Terlebih di masa pandemi ini. Banyak orang miskin baru bermunculan sebagai akibat pandemi. Mereka tidak bisa beraktifitas memenuhi kebutuhan dasarnya. Maka kita dituntut untuk berhemat sehingga semua kita bisa berbagi dengan saudara kita yang terkena dampak pandemi ini. Mari kita renungkan firman Allah dalam surah Al-Balad ayat 14
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
Yaumin dzi masghobah yang artinya pada hari kelaparan. Ibnu Katsir menyebutnya dengan hari di saat bahan makanan sangat sulit didapatkan. Tidak ubahnya seperti masa pandemi sekarang ini. Nah, membantu meringankan beban kebutuhan pokok saudara kita tentunya akan mendapat ganjaran yang luar biasa dari Allah. Hadis Nabi Saw. mengatakan
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﻧﻔﺲ ﻋﻦ ﻣﺆﻣﻦ كربة من كرب اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻧﻔﺲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ كربة من كرب ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻣﻦ ﺳﺘﺮ ﻣﺴﻠﻤﺎ ﺳﺘﺮﻩ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭاﻵﺧﺮﺓ ﻭﻣﻦ ﻳﺴﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺴﺮ ﻳﺴﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭاﻵﺧﺮﺓ ﻭاﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻋﻮﻥ اﻟﻌﺒﺪ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ اﻟﻌﺒﺪ ﻓﻲ ﻋﻮﻥ ﺃﺧﻴﻪ. رواه مسلم
Barangsiapa yang meringankan kesusahan orang mukmin dalam urusan dunia maka Allah akan meringankan kesusahan Akhirat bagi dirinya. Barangsiapa menutupi aib orang lain, maka akan ditutupi aibnya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang sedang dilanda kesusahan maka akan dimudahkan urusannya diakhirat. Dan pertolongan Allah akan selalu turun selagi seorang hamba menolong saudaranya.

Yakinlah kita, bahwa siapa yang menolong orang lain akan ditolong Allah kelak di akhirat. Jika kita tidak yakin, berarti kita termasuk orang yang mendustai hari pembalasan. (Selengkapnya tentang mendustai hari pembalasan)

Terakhir, dalam konteks wabah ini, mari kita tetap menjaga diri, keluarga dan masyarakat kita dari segala yang mengancam jiwa, agama, keluarga, keturunan dan kehormatan kita.

Kita tidak menganut paham Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia layaknya seperti wayang yang digerakkan oleh dalang. Sebaliknya juga bukan penganut paham Qadariyah yang mengatakan kita berkuasa sepenihnya atas diri kita. Tapi, sebagai pengikut ahlu sunnah wal jama'ah, kita meyakini bahwa Allah memberi kemampuan kepada kita untuk mengetahui yang baik dan diberi daya untuk berbuat baik tersebut. Kita juga diberi kemampuan untuk mengetahui yang tidak baik serta diberi daya untuk menjauhinya. Mari kita gunakan daya dan kemampuan itu dalam rangka menjaga diri dari wabah ini.

Kita mulai dari diri kita dan keluarga kita. Jika setiap keluarga sudah melakukan ini, in sya Allah, satu kampung akan terpelihara dari wabah. Jika setiap kampung sudah melakukan ini, in sya Allah satu kecamatan terbebas dari wabah. Begitu seterusnya dalam level yang lebih besar.

Sejalan dengan upaya dan usaha tersebut, kita harus tetap beribadah dan berdoa kepada Allah. Karena Allahlah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Firman Allah dalam surah Al-Quraisy
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Hendaklah mereka beribadah kepada Tuhan pemelihara rumah ibadah ini. Tuhan yang memberi makan mereka sehingga terbebas dari kelaparan dan memberikan rasa aman dan terbebas dari ketakutan.

Demikian khutbah idul fitri ini disampaikan. Selamat beridul fitri. Setelah solat, kita kembali ke rumah. #tetapdirumah. Jangan lupa bersilaturahim, walau dengan cara yang berbeda.
------

Dibuat untuk disampaikan pada khutbah Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Madjid Taqwa Kambang Kec. Lengayang

Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2020

6:01 PM
PNS
Pemerintah melalui Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan telah menetapkan hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2020. Dikutip dari halaman kemenkopmk[dot]go[dot]id disampaikan bahwa ketetapan hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2020 dicapai setelah rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko PMK, Puan Maharani di gedung Kemenko PMK Selasa (28/8) pagi. Rapat dihadiri oleh Menag Lukman Hakim Saifudin, Menaker Hanif Dhakiri dan Menpan RB Syafruddin.
Menaker, Menpan RB, dan Menag disaksikan Menko PMK menandatangani kesepakatan tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2020  (Kemenko PMK/ Anggun Wahyu P)
Melalui rapat tersebut ditetapkan 20 hari libur tahun 2020 yang terdiri atas enam belas hari libur nasional dan empat hari cuti bersama.
Berikut hari libur nasional:
1. Rabu 1 Januari, Tahun Baru 2020 Masehi
2. Sabtu 25 Januari, Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili
3.
Ahad 22 Maret, Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW
4.
Rabu 25  Maret, Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1942
5.
Jumat 10 April, Wafat Isa Al Masih
6.
Jumat 1 Mei, Hari Buruh Internasional
7.
Kamis 7 Mei, Hari Raya Waisak 2564
8.
Kamis 21 Mei, Kenaikan Isa Al Masih
9.
Ahad-Senin 24-25 Mei, Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah (dua hari)
10.
Senin 1 Juni, Hari Lahir Pancasila
11.
Jumat 31 Juli, Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriyah
12.
Senin 17 Agustus, Hari Kemerdekaan RI
13.
Kamis 20 Agustus, Tahun Baru Islam 1442 Hijriyah
14.
Kamis 29 Oktober, Maulid Nabi Muhammad SAW
15.
Jumat 25 Desember, Hari Raya Natal

Sedangkan hari cuti bersama diberikan untuk Idul Fitri dan Natal. Berikut hari cuti bersama:
Hari Jumat, Selasa dan Rabu 22, 26 dan 27 Mei, Cuti bersama untuk Hari Raya Idul Fitri (3 hari)
Kamis, 24 Desember Cuti Bersama untuk Hari Raya Natal.


Kenakan "Pakaian" Takwa Kapan Dan Dimanapun

11:25 AM
Hampir sebulan kita meninggalkan Ramadan. Selama itu juga kita bisa menilai diri kita sendiri. Kita berikan pertanyaan kepada diri kita, apakah sesudah Ramadan saya menjadi lebih baik, atau menjadi lebih buruk? Jika tidak bisa lebih baik dari saat Ramadan, janganlah menjadi lebih buruk. Minimal kondisi kita tetap seperti saat Ramadan.

Maka paling tidak ada tiga jenis orang setelah Ramadhan berlalu. Pertama, orang yang tidak mengambil manfaat dengan Ramadhan. Momentum Ramadan tidak digunakan untuk beralih dari perbuatan dosa dan maksiat. Sesudah Ramadan orang seperti ini masih saja dalam keadaan berdosa. Kita yakin tidak ada di antara kita yang hadir dalam masjid ini yang masuk kategori pertama ini. Kategori kedua sebaliknya, orang yang sebelum Ramadan, di saat Ramadan dan sesudah Ramadan sama ketakwaannya kepada Allah. Kita berharap berada dalam kelompok ini. Tapi tidak banyak sepertinya kita yang berada dalam posisi ini. Di antara indikatornya adalah, masjid kita hanya ramai saat Ramadan. Di luar Ramadan, masjid hanya ramai saat salat Jumat.

Kategori ketiga--dan ini mungkin umumnya kita yang hadir hari ini--adalah orang memanfaatkan fasilitas Ramadan untuk beribadah dengan harapan terhapus dosanya yang telah berlalu. Siang dan malam Ramadan diisi dengan ibadah kepada Allah. Baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Bahkan ada yang memanfaatkan Ramadan sebagai momentum perubahan ke arah yang lebih baik. Namun sayang seribu kali sayang, setelah Ramadan berlalu orang ini seolah lupa dengan latihan yang telah dilakukannya selama sebulan penuh. Setelah Ramadan seolah lupa jalan ke masjid. Tidak lagi membaca Alquran. Jarang bersedekah. Atau mungkin kembali berbuat dosa dan maksiat yang sudah ditinggalkan selama Ramadan.

Ada sebuah ilustrasi yang sering disampaikan oleh ustad dan tengku di mesjid dan mersah saat ceramah. Bagaimana ayam yang baru dibeli dikenalkan pada kandangnya. Biasanya dalam masa tiga hari seekor ayam dikurung dalam kandangnya. Setelah itu jika dilepas, ia akan kembali ke kandangnya pada senja harinya.

Di tempat lain, bagaimana seekor beruk yang diajar dan dilatih memetik kelapa. Setelah selesai pelatihannya, beruk dihadapkan pada kenyataan memetik kelapa yang sesungguhnya. Berpindah dari satu pohon ke pohon berikutnya untuk melaksanakan tugasnya memetik kelapa. Ia tetap patuh dan tunduk pada instruksi tuannya. Walau terkadang ada godaan dan hambatan yang dilaluinya seperti bertemu sarang semut atau bahkan binatang berbisa.

Kita selaku makhluk berakal tentu tidak mungkin sama seperti ayam dan beruk dalam contoh di atas. Kita yang sudah dilatih sebulan mengendalikan hawa nafsu tentunya jauh lebih cerdas dari dua contoh di atas. Kita yang sudah melatih diri kita salat ke masjid selama Ramadan hendaknya tidak melupakan jalan ke masjid. Kita sudah melatih diri kita untuk salat malam selama Ramadan. Tentunya juga kita lanjutkan praktik latihan sebulan itu sesudah Ramadan. Kita juga sudah latihan berinfak dan bersedekah selama Ramadan. Hendaknya juga melanjutkan tradisi itu sesudah Ramadan. Kita yang sudah tadarus dan membaca Alquran bahkan sampai khatam, hendaknya tidak berhenti membacanya di luar Ramadan.

Terkadang kita merasa iba karena Ramadan hanya sebagai pemberhentian sementara dari dosa bagi sebagian orang. Kita juga sedih ketika melihat masjid musala hanya berisi di bulan Ramadan. Kita harusnya malu karena ibadah kita masih bersifat musiman.

Kita patutnya menangis jika ternyata sesudah 'Idul Fitri (kembali suci) kita menjadi 'Idul Ma'ashi atau 'Idul 'Ishyani (kembali berdosa lagi). Semoga tidak ada lagi saudara kita yang kembali berjudi, mabuk dan mencuri sesudah Ramadan. Semoga tidak ada lagi perbuatan curang dan riba dalam jual beli pasca Ramadan. Semoga tidak ada lagi praktik suap, memotong hak orang lain dan korupsi mulai Syawal ini. Kita bermohon kepada Allah semoga menjadi hamba yang istikamah beriman dan beramal serta menghindari perbuatan dosa. Aamiin.

Kembali kita renungkan ayat yang memerintahkan puasa. Bahwa perintah puasa ditujukan kepada orang yang beriman. Jika puasa dilakukan atas dasar iman, maka hasilnya adalah menjadi pribadi yang bertakwa. Jika puasa dilakukan tidak atas dasar iman; tapi karena ikut-ikutan; karena semua orang berpuasa; karena anak dan keluarga berpuasa; karena kawan-kawan berpuasa; malu jika tidak berpuasa; dan sebab lain selain sebab panggilan tauhid; maka predikat takwa setelah Ramadan tidak diraih. Karena takwa hanya diraih dengan iman. Tanpa iman, maka takwa tidak akan diraih.


Dalam ayat lain banyak perintah takwa itu diserukan kepada orang yang beriman. Kita temukan di antaranya dalam surah Al-Taubah ayat 119, Al-Ahzab ayat 70, Al-Hadid ayat 28, al-Hasyr ayat 18. Yang paling populer dan sering dibacakan oleh khatib dalam kutbahnya adalah surah Ali Imran ayat 102

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.


Kembali ke rumusan takwa di atas. Maka untuk tetap bertakwa, maka tetap laksanakan perintah Allah dan jauhi larangan Allah. Bagaimana caranya? Kita mesti menjadi pribadi bertakwa di mana pun dan kapan pun. Dalam sebuah hadis dari Abu Zar dan Mu'az bin Jabal Rasulullah bersabda

عن أبي ذر ومعاذ بن جبل أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن) رواه الترمذي وقال: حديث حسن
Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan (jika berbuat kejahatan dan dosa), barengilah dengan perbuatan baik karena perbuatan baik itu akan menghapus kejahatan. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.

Di antara solusinya mari kita jadikan takwa sebagai "pakaian" yang selalu kita kenakan dan kita bawa ke mana pun kita pergi. Dalam surah Al-A'raf ayat 26 Allah sebutkan

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

Layaknya pakaian, tentu akan kita pakai dan kenakan ke mana pun kita pergi. Mungkin hanya anak kecil dan orang yang kurang akalnya saja--jika kita tidak sebutnya tidak berakal sama sekali--yang tidak mengenakan pakaian dalam kesehariannya.  Siapa pun kita tentunya menggunakan pakaian. Kita pakai pakaian kita di rumah. Kita pakai pakaian kita di jalan, di pasar, di tempat kerja, di tempat ibadah. Pendek kata, di mana pun dan kapan pun kita selalu menggunakan pakaian. Sebaik-baik pakaian adalah takwa.

Orang yang berbuat dosa adalah orang yang meninggalkan atau menanggalkan pakaian takwanya. Dalam hadis yang sahih disebutkan oleh Rasulullah Saw.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن، ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن، ولايشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن
Orang yang berzina tidak akan berzina jika saat itu dia beriman. Orang yang mencuri tidak akan mencuri jika saat mencuri itu dia beriman. Orang yang meminum minuman yang memabukkan tidak akan meminumnya jika dia dalam keadaan beriman.

Artinya pada saat berbuat dosa, tanggal keimanan seseorang. Jika dia dalam keadaan beriman tentunya tidak akan berbuat dosa. Ingat, takwa sebagai pakaian yang kita pakai dan bawa ke mana pun kita pergi adalah didasari dengan iman. Orang berzina, orang mencuri, mabuk, dan berbuat dosa lainnya tidak memakai pakaian takwanya pada saat dia mencuri. Maka, pakailah pakaian takwa itu selalu agar kita bisa selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah

Semoga Iman kita tetap kokoh dalam diri kita dan tidak bercampur dengan apa pun. Sehingga dengannya kita bisa menjadi pribadi bertakwa, baik sebelum maupun sesudah Ramadhan. Semoga dengan iman yang benar dan kuat kita masih bisa selalu salat ke masjid; kita selalu mengaji; kita gemar bersedekah; kita sering mengikuti pengajian; kita suka berpuasa; kita tetap jujur dan amanah; kita tetap merasa diawasi oleh Allah; kita tidak mau bergunjing; kita takut mengambil hak orang lain; kita menghindari perbuatan curang; kita tidak menganiaya orang lain; kita berbuat baik dengan tetangga; kita menjalankan amanah. Pendek kata, kita berharap dengan iman yang ada pada diri kita, kita menjadi pribadi yang bertakwa dan istikamah dengan keimanan dan ketakwaan itu. Aamiin.

_____
Disampaikan pertama kali dalam Khutbah Jumat Masjid Al-Abrar Kebayakan Aceh Tengah pada hari Jumat 6 Juli 2017

Takwa Pasca Ramadhan

7:37 PM
Perintah Puasa dibarengi dengan ujung ayat "agar kamu menjadi orang yang bertakwa". Secara parsial dipahami oleh sebagian orang bahwa puasa ditujukan agar menjadi pribadi yang bertakwa. Hal ini tidak salah. Hanya saja, jika takwa diartikan hanya didapat dengan puasa, maka di sini terasa janggal jadinya. Hal itu berbuntut seolah-olah jika sudah selesai puasa, maka takwa sudah diraih. Akhirnya berhenti beramal saleh setelah Ramadhan, padahal saat bulan Ramadhan, selalu beramal saleh.

Ada orang yang sudah berhenti ke mesjid untuk salat lima waktu. Padahal bulan Ramadhan selalu ke mesjid. Ada orang yang jarang ngaji, padahal bulan Ramadhan selalu ngaji dan tadarus. Ada orang yang rajin bersedekah di bulan Ramadhan, tapi sesudah berlalu Ramadhan berinfak tidak semangat. Ada orang yang di bulan Ramadhan menjauhi maksiat dan munkarat, tapi sesudah Ramadhan berlalu kembali ke kubangan dosa. Ingat definisi takwa yang selalu diwasiatkan oleh khatib setiap salat Jumat yaitu "melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya".

Jika selama Ramadhan kita melaksanakan perintah Allah, maka setelah Ramadhan tentunya tetap melaksanakan perintah Allah. Jika selama Ramadhan kita meninggalkan larangan Allah, maka setelah Ramadhan juga selalu menjauhi larangan Allah. Itulah definisi takwa yang paling sederhana.

Kembali kita baca ayat yang memerintahkan puasa. Bahwa perintah puasa ditujukan kepada orang yang beriman. Jika puasa dilakukan atas dasar iman, maka hasilnya adalah menjadi pribadi yang bertakwa. Jika puasa dilakukan tidak atas dasar iman; tapi karena ikut-ikutan; karena semua orang berpuasa; karena anak dan keluarga berpuasa; karena kawan-kawan berpuasa; malu jika tidak berpuasa; dan sebab lain selain sebab panggilan tauhid; maka predikat takwa setelah Ramadhan tidak diraih. Karena takwa hanya diraih dengan iman. Tanpa iman, maka takwa tidak akan diraih. Wajar kiranya di tempat yang lain Allah serukan perintah takwa itu kepada orang beriman.

Surah Ali Imran ayat 102
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Surah Al-Maidah ayat 35
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Surah Al-Taubah ayat 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Surah Al-Ahzab ayat 70
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar

Surah Al-Hadid ayat 28
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Surah al-Hasyr ayat 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Melalui beberapa ayat di atas kita tahu bahwa ternyata yang diperintah untuk bertakwa dan melakukan amal kebajikan lainnya adalah orang yang beriman. Maka bagi orang yang beriman dengan sebenar-benar iman, tentu tidak akan susah untuk menjaga dan memelihara ketakwaannya pasca Ramadhan. Karena takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Orang yang benar-benar beriman tentu akan melaksanakan perintah Allah dan akan meninggalkan larangan Allah. Demikianlah definisi takwa.

Bagaimana Cara Tetap Bertakwa Sesudah Ramadhan?
Kembali ke rumusan takwa di atas. Maka untuk tetap bertakwa, maka tetap laksanakan perintah Allah dan jauhi larangan Allah. Bagaimana caranya? Di antara solusinya adalah mari kita jadikan takwa sebagai "pakaian" yang selalu kita kenakan dan kita bawa ke mana pun kita pergi. Dalam surah Al-A'raf ayat 26 Allah sebutkan

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.


Layaknya pakaian, tentu akan kita pakai dan kenakan ke mana pun kita pergi. Mungkin hanya anak kecil dan orang yang kurang akalnya saja--jika kita tidak sebutnya  tidak berakal sama sekali--yang tidak mengenakan pakaian dalam kesehariannya.  Siapa pun kita tentunya menggunakan pakaian. Kita pakai pakaian kita di rumah. Kita pakai pakaian kita di jalan, di pasar, di tempat kerja, di tempat ibadah. Pendek kata, di mana pun dan kapan pun kita selalu menggunakan pakaian. Sebaik-baik pakaian adalah takwa.


Orang yang berbuat dosa adalah orang yang meninggalkan atau menanggalkan pakaian takwanya. Dalam hadis yang sahih disebutkan oleh Rasulullah Saw.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن، ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن، ولايشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن
Orang yang berzina tidak akan berzina jika saat itu dia beriman. Orang yang mencuri tidak akan mencuri jika saat mencuri itu dia beriman. Orang yang meminum minuman yang memabukkan tidak akan meminumnya jika dia dalam keadaan beriman.

Artinya pada saat berbuat dosa, tanggal keimanan seseorang. Jika dia dalam keadaan beriman tentunya tidak akan berbuat dosa. Ingat, takwa sebagai pakaian yang kita pakai dan bawa ke mana pun kita pergi adalah didasari dengan iman. Orang berzina, orang mencuri, mabuk, dan berbuat dosa lainnya tidak memakai pakaian takwanya pada saat dia mencuri. Maka, pakailah pakaian takwa itu selalu agar kita bisa selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah

Semoga Iman kita tetap kokoh dalam diri kita dan tidak bercampur dengan apa pun. Sehingga dengannya kita bisa menjadi pribadi bertakwa, baik sebelum maupun sesudah Ramadhan. Semoga dengan iman yang benar dan kuat kita masih bisa selalu salat ke masjid; kita selalu mengaji; kita gemar bersedekah; kita sering mengikuti pengajian; kita suka berpuasa; kita tetap jujur dan amanah; kita tetap merasa diawasi oleh Allah; kita tidak mau bergunjing; kita takut mengambil hak orang lain; kita menghindari perbuatan curang; kita tidak menganiaya orang lain; kita berbuat baik dengan tetangga; kita menjalankan amanah. Pendek kata, kita berharap dengan iman yang ada pada diri kita, kita menjadi pribadi yang bertakwa dan istiqamah dengan keimanan dan ketakwaan itu. Aamiin.
______
Disampaikan pertama kali pada takziah Minang Saiyo di Tetunjung Takengon pada hari Kamis 5 Juli 2018

Maaf, Idul Fitri dan Istiqamah

6:36 PM
Alhamdulillah pengajian rutin setiap Jum’at kita mulai kembali setelah sebelumnya kita jeda selama Ramadhan. Semoga pengajian kita berkah dan berjalan dengan baik ke depannya. Berhubung masih dalam bulan Syawal, ada tiga hal yang ingin Saya sebagai pembuka kaji.

Pertama, Taqabbalahu minna waminkum, wa ja’alana minal ‘aidina wal faizin. Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita orang-orang yang kembali suci dan orang-orang yang beruntung. Saya juga minta maaf lahir dan bathin atas dosa dan kesalahan kepada Bapak/Ibu majlis semua.
Kita yang sudah diampuni dosa dan kesalahan dengan beribadah puasa di siang hari dan ibadah lainnya di malam hari dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah belum benar-benar suci dari dosa sebelum saling memaafkan kesalahan sesama kita. Karena dosa yang diampuni Allah dengan shiyam dan qiyam Ramadhan hanya dosa yang bersangkut-paut dengan Allah. Sedangkan dosa yang bersangkut paut dengan sesama manusia Allah ampuni setelah kita selesaikan dosa dan kesalahan itu dengan saling bermaafan.

Dalam hadis riwayat Muslim disampaikan oleh Nabi bahwa orang yang syahid dalam menegakkan agama Allah diampuni semua dosanya kecuali dosa hutang. Selengkapnya baca “minta maaf di Idul Fitri

Kedua, Idul Fitri yang kita artikan sebagai kembali kepada fitrah seyogyanya adalah “kembali beragama”. Karena fitrah adalah potensi dasar yang diberikan oleh Allah bagi setiap manusia untuk bertauhid dan mengenal agama dan selanjutnya dapat menjalankan agama dengan baik, maka kembali kepada fitrah tentunya kembali melaksanakan ibadah wajib dan sunnah yang sudah dilaksanakan di bulan Ramadhan. Orang yang telah beridul Fitri tentunya kembali shalat ke masjid, kembali mengaji, bersedekah dan berderma, kembali mengikuti pengajian, kembali berpuasa dengan puasa sunnah. Pendek kata, orang yang telah beridul fitri adalah orang yang kembali menegakkan agama dalam dirinya. Bukan malah meninggalkan agama. Intinya, Idul Fitri sejatinya menghendaki kita untuk istiqamah dengan tauhid, istiqamah dengan ajaran agama, termasuk istiqamah menjalankan agama. Selengkapnya baca "kembali ke fitrah, kembali menjalankan ajaran agama" dan "Kembali fitri, jangan kembali berdosa lagi"

Ketiga, untuk istiqamah dalam beragama paling tidak ada empat prinsip yaitu Fastabiqul Khairat, Sungguh-sungguh beramal, Seimbang dalam beramal dan terakhir berketerusan dalam beramal walau amal itu sedikit atau kecil. Jangan kita seperti yang Allah sebut dalam Surah al-Nahl ayat 92 seperti orang yang mencerai-beraikan benang yang sudah dipintalnya dengan baik.  Selengkapnya baca “Istiqamah sesudah ramadhan

Ini saja yang saya sampaikan semoga bermanfaat. Mohon Maaf lahir dan Bathin. Semoga Kita benar-benar dapat kembali menjalankan ajaran agama dengan baik dan totalitas dan istiqomah. aamiin

____
Disampaikan dalam pengajian Muhammadiyah Kota Takengon pada Jumat 15 Syawal 1439 H/ 29 Juni 2018 M

Kembali Ke Fitrah, Kembali Menjalankan Ajaran Agama

11:43 AM
Dalam suasana Syawal masih relevan kiranya kita bahas tentang fitrah. Bagaimana kaitannya dengan kembali kepada fitrah (idul Fithri)?. Kita kaji Firman Allah Surah Al-Rum ayat 30

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. al-Rum/ 30: 30)
Ayat ini merupakan perintah kepada Nabi Muhammad dan juga kepada kita umat beliau untuk menghadapkan wajah, dalam artian diri dan segenap jiwa raga kita, kepada al-Din dalam keadaan lurus. Menghadapkan segenap jiwa raga itu tidak boleh tidak lurus. Harus benar-benar lurus keseluruhannya. Seumpama kita berdiri di hadapan seseorang di arah barat, maka tidak boleh menghadapkan kepala ke barat lalu dada menghadap ke utara atau sebaliknya. Maka tidak boleh dalam keadaan menghadap kepada al-Din ini, dalam saat yang bersamaan juga menghadap ke hal lain selain al-Din ini. Oleh karenanya diperintahkan menghadapkan dan mengarahkan semua perhatian dengan lurus kepada agama yang disyariatkan. Artinya menghadap secara totalitas.

Selanjutnya Allah memerintahkan kita untuk tetap mempertahankan fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Dalam penggalan ayat ini ditemukan kata fithrah. Ibnu Manzhur, dalam kamus Lisanul Arab menyebutkan kata fitrah berarti sesuatu pengetahuan tentang Tuhan yang diciptakan oleh Allah bagi manusia. Ia berasal dari kata fathara yang berarti penciptaan awal yang belum ada contoh sebelumnya. Di antaranya firman Allah dalam surat Fathir ayat 1 menyebutkan الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ  (segala puji bagi Allah sebagai pencipta lagit dan bumi). Ibnu ‘Abbas menyebutkan bahwa ia tidak mengetahui makna fathir al-samawati wa al-ardhi sampai pada suatu hari melihat dua orang arab bertengkar tentang kepemilikan sumur. Salah seorang dari mereka menyebutkan ana fathartuha (saya yang pertama membuatnya). 

Poin yang ingin saya sampaikan dari pernyataan Ibnu Manzhur ini adalah bahwa fithrah adalah sesuatu yang sengaja diciptakan oleh Allah lalu diberikan kepada manusia sebagai bekal bagi manusia untuk sampai mengenal Allah atau untuk bertauhid. Sejalan dengan pendapat di atas, Al-Raghib al-Ashfahaniy dalam kitab ­Mufradat-nya menyebutkan bahwa fitrah adalah pengetahuan keimanan yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia. Sampai di sini kita pahami bahwa fitrah (fithrah) adalah potensi dasar yang diberikan oleh Allah bagi setiap manusia untuk bertauhid dan mengenal agama dengan baik.

Lalu Allah sebutkan tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Fitrah itu tetap ada bagi setiap manusia. Fitrah yang Allah berikan itu tidak akan berubah. Quraish Shihab menyebutkan bahwa sekelas Firaun yang mengaku sebagai tuhan sekalipun di akhir hayatnya memunculkan pengakuan yang terlambat dengan mengatakan “aku beriman dengan Tuhannya Musa dan Harun”. Pengakuan itu menurut Quraish Shihab adalah fitrah beragama yang tetap itu.

Lalu muncul pertanyaan bagaimana dengan orang yang ternyata sekarang kita temukan tidak beragama dengan agama yang lurus? Nabi sebutkan dalam hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah sebagaimana dikutip al-Suyuthi:

وأخرج البخاري ومسلم وابن المنذر وابن أبي حاتم وابن مردويه عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم " ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هل تحسون فيها من جدعاء ؟ " ثم يقول أبو هريرة رضي الله عنه : اقرأوا ان شئتم فطرة الله التي فطر عليها لا تبديل لخلق الله لذلك الدين القيم
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Ibn Munzhir, Ibn Hatim dan Ibn Mardawaih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak satupun bayi yang terlahir ke dunia ini kecuali atas dasar fitrah. Lalu kedua orang tuanya yang menjadikannya menganut agama yahudi, nashrani atau majusi. Seperti halnya binatang yang lahir sempurna. Apakah kamu menemukan ada anggota badannya yang terpotong, kecuali jika kamu yang memotongnya?.” Kemudian Abu Hurairah berkata: bacalah fithratallahi (ayat 30 surat al-Rum).

Dalam hadis ini disebutkan bahwa tidak satu pun bayi yang terlahir ke dunia ini kecuali atas dasar fitrah. Lalu kedua orang tuanya, dalam hal ini sebagai lingkungan terdekat bagi seorang bayi, yang menjadikannya menganut agama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Orang tua adalah lingkungan pertama yang menjadikan anak bisa menjauhi fitrahnya. Tidak hanya orang tua. Lingkungan, sekolah, kawan, bahkan masyarakat juga berpengaruh dalam menciptakan anak akan tetap pada fitrahnya atau menjauhi fitrahnya.

Melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa adanya fitrah keagamaan yang perlu dipertahankan oleh manusia. Bukankah awal ayat ini merupakan perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan apa yang selama ini telah dilakukan oleh Rasul Saw., yakni menghadapkan wajah ke agama yang benar? Bukankah itu yang dinamai oleh ayat ini sebagai fitrah? Bukankah itu yang ditunjukkannya sebagai agama yang benar? Jika demikian, ayat ini berbicara tentang fitrah keagamaan.

Ayat di atas mempersamakan antara fitrah dengan agama yang benar, sebagaimana dipahami dari lanjutan ayat yang menyatakan “itulah agama yang lurus”. Jika pernyataan ini dikaitkan dengan pernyataan sebelumnya  bahwa Alllah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu, ini berarti bahwa agama yang benar atau agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah itu. Juga dipahami bahwa fitrah beragama akan membawa manusia kepada agama yang lurus. Ketika ada orang yang tidak beragama sesuai dengan agama yang lurus (al-Din al-Qayyim), itu karena ia telah lari menghindar dari fitrahnya. Sebagaimana disebutkan oleh hadis di atas.

Sebagai bukti bahwa adanya fitrah beragama atau fitrah ketauhidan yang diberikan kepada manusia adalah dengan adanya kesaksian manusia pada saat sebelum ia dilahirkan ke atas bumi ini. Kesaksian itu adalah menyatakan bahwa Allah sebagai rabb (Tuhan). Bagi kita umat Islam, informasi tentang “perjanjian” kesaksian kita dengan Allah itu diinformasikan Allah dalam Surah al-A’raf ayat 172

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Q.S. al-A'raf/ 7: 172)

Terkait penjelasan ayat ini kita bahas pada pertemuan yang lain In Sya’a Allah.

Lalu Bagaimana Kaitan Fitrah Dengan Idul Fitri?

Idul fitri adalah hari kemenangan karena kita telah mengisi siang dan malam hari Ramadhan dengan puasa dan ibadah sunnah lainnya dengan iman dan ikhlas. Sebagai ganjarannya, Allah ampuni dosa kita yang telah berlalu. Itulah kemenangan yang kita rayakan dengan bertakbir membesarkan Allah, bertahlil mengesakan Allah serta bertahmid memuji Allah.

Idul Fitri atau kembali fitrah idealnya juga adalah kita kembali kepada fitrah bertauhid kita, fitrah kita beragama dan menjalankan ajaran agama. Idul fitri adalah kembali menjalankan ajaran agama. Idul fitri bukanlah kita yang telah menjalankan ajaran agama selama bulan Ramadhan, lalu kita lupakan ajaran itu selepas Ramadhan. Baru akan kembali melaksanakan ajaran agama pada bulan Ramadhan yang akan datang. Ini sejatinya bukanlah Idul Fitri.

Karena fitrah adalah potensi dasar yang diberikan oleh Allah bagi setiap manusia untuk bertauhid dan mengenal agama dan selanjutnya dapat menjalankan agama dengan baik, maka kembali kepada fitrah tentunya kembali melaksanakan ibadah wajib dan sunnah yang sudah dilaksanakan di bulan Ramadhan. Orang yang telah beridul Fitri tentunya kembali shalat ke masjid, kembali mengaji, bersedekah dan berderma, kembali mengikuti pengajian, kembali berpuasa dengan puasa sunnah. Pendek kata, orang yang telah beridul fitri adalah orang yang kembali menegakkan agama dalam dirinya. Bukan malah meninggalkan agama, apalagi malah kembali ke kubangan dosa dan maksiat lagi. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Bunyi ujung ayat 30 surah al-Rum ini.

Hadanallahu wa iyyakum. Billahi taufiq walhidayah, warridho walinayah.  

___
Disampaikan pertama kali untuk pengajian subuh di Masjid Taqwa Muhammadiyah Aceh Tengah pada hari Kamis tanggal 14 Syawal 1439 H/ 28 Juni 2018 M

Haruskah Minta Maaf Saat Idul Fitri?

2:49 PM
"Selamat Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin".

Demikian ungkapan yang biasa disampaikan atau ditemukan pada saat Idul Fitri. Ada tradisi meminta maaf pada saat Idul Fitri. Tradisi itu umum berlaku di Indonesia. Permintaan maaf itu kadang disampaikan melalui penyampaian secara lisan, dan juga melalui penyampaian tertulis di media sosial. Bahkan juga ditemukan di spanduk dan baliho besar. Setiap mengucapkan selamat Idul Fitri, selalu dibarengi dengan permintaan maaf atas kesalahan. 

Namun, ada pertanyaan disampaikan kepada kami benarkah tidak ada syariat khusus yang mengatakan ada perintah bermaafan di hari raya. Mengapa harus meminta maaf di hari Idul fitri? Apa hubungannya Idul fitri dengan bermaafan lahir dan batin?

Untuk diketahui bersama, bahwa dalam hadis disampaikan "siapa yang berpuasadalam redaksi yang lain, siapa yang mendirikanRamadhan atas dasar iman dan dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah, maka Allah ampuni dosanya yang telah berlalu". Hadis ini populer. Sering disampaikan oleh penceramah di bulan Ramadhan. Dalam hadis ini disebutkan bahwa Allah mengampuni dosa hamba yang berpuasa di siang hari dan mengisi malam-malam Ramadhan dengan ibadah sunnah seperti tarawih, sedekah, baca Alquran, iktikaf atau menambah ilmu dengan menghadiri majlis atau mendengar ceramah, maka Allah ampuni dosanya yang telah berlalu. Sehingga setelah Ramadhan ia disebut kembali dalam kondisi suci tanpa dosa. Ini yang disebut sebagai Idul Fitri, kembali suci.

Namun, dosa yang diampuni oleh Allah melalui shiyam dan qiyam Ramadhan hanyalah dosa terkait dengan hak-hak Allah. Sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak manusia tidak diampuni oleh Allah kecuali hak-hak itu telah ditunaikan. Oleh karena itu, penting bermaafan di hari Idul fitri untuk benar-benar menghapuskan dosa terkait dosa yang bersangkut-paut dengan sesama manusia.

Sebagai contoh, kewajiban seorang ayah atau suami terhadap hak anak dan istri untuk mendapatkan nafkah, pendidikan dan perlindungan. Jika hak itu tidak terpenuhi, maka harus dipenuhi. Jika tidak bisa memenuhinya, maka ayah harus minta maaf kepada anak dan istrinya. Begitu juga sebaliknya istri atau anak yang tidak melakukan kewajiban berbakti kepada seorang ayah atau suami.

Seorang yang diamanahi dengan pekerjaan dan tanggung jawab mendidik-mengajar, seperti guru dan dosen misalnya, juga wajib minta maaf jika belum melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar. Pegawai, petugas bahkan pejabat yang bertugas melayani publik atau masyarakat juga wajib minta maaf karena mungkin belum menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Dalam hidup bertetangga, berkelompok, bermasyarakat juga mungkin terdapat kesalahan. Maka meminta maaf adalah sebuah cara untuk merelakan hak yang belum ditunaikan.

Apa Dalilnya?
Ada beberapa hadis sebagai dalil keharusan memenuhi hak-hak orang lain. Jika hak orang lain itu belum ditunaikan, maka menghalangi seseorang untuk masuk surga. Seperti contoh seorang yang syahidyang sedianya dijamin masuk surga karena diampuni dosanyamati dalam keadaan masih berhutang.

عَنْ عبدِاللَّهِ بنِ عَمرو بنِ العاص، رضي اللَّه عنْهما، أنَّ رسُول اللَّه ﷺ قَالَ: يغْفِرُ اللَّه للشَّهيدِ كُلَّ ذنب إلاَّ الدَّيْنَ. رواه مسلمٌ
Dari Abdullah bin Amr bin Ash sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, orang yang mati syahid diampuni semua dosanya kecuali hutangnya. Hadis Riwayat Muslim.

Riwayat lain, dari Abu Qatadah, maksudnya saja disampaikan lebih kurang mengatakan, bahwa ada sahabat yang bertanya kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam ketika beliau menyampaikan keutamaan berjihad di jalan Allah. Dia bertanya apakah diampuni dosanya jika ia mati ketika berjihad di jalan Allah. Lalu dijawab oleh Rasulullah bahwa ia diampuni. Selanjutnya ditegaskan oleh Rasulullah jika dia syahid membela agama Allah maka diampuni dosa-dosanya kecuali dosa meninggalkan hutang.[1] 

Hadis lain, dari Umar in khottab[2], maksudnya saja disampaikan lebih kurang mengatakan, bahwa ketika perang Khoibar ada sekelompok shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa salllam menghadap dan mengatakan, “Fulan Syahid, fulan syahid. Kemudian mereka melewati seseorang yang terbunuh, maka mereka mengatakan ‘Orang ini Syahid. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, sesungguhnya saya melihat dia di neraka karena burdah atau baju penutup yang diambil dan disembunyikan dari harta rampasan perang. Harusnya harta itu dibagi terlebih dahulu. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Umar Ibnu Khattab! Keluarlah, dan sampaikan kepada orang-orang  bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin. Maka Umar keluar dan menyeru,”Ketahuilah bahwa tidak ada yang masuk surga kecuali mukmin."

Menurut Imam An-Nawawi, ketika mensyarah hadis-hadis di atas, ini adalah peringatan betapa pentingnya menunaikan hak-hak Bani Adam. Lebih lanjut menurutnya, bahwa jihad dan syahid serta amalan kebaikan yang lainnya, tidak dapat menghapus hak-hak Bani Adam. Ia hanya dapat menghapus hak Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak orang lain. Sekelas mujahid yang syahid sekalipun tidak diampuni dosanya yang berhubungan dengan manusia. Karena syahid hanya menggugurkan dosa kepada Allah.

Demikian juga ibadah puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadan menjadikan orang Idul Fithri (kembali bebas dari dosa) yang berhubungan dengan Allah. Sedangkan dosa yang berhubungan dengan sesama manusia harus dimintai kerelaan dan keridhoaannya dengan permohonan maaf. Jika dimaafkan, maka barulah benar-benar bebas dari Dosa.

Selamat Idul Fitri untuk Kita semua. Mohon maaf saya kepada Kita semua. Semoga Kita istiqomah dengan kondisi fitri ini sehingga tidak ada lagi dosa kita. Baik dosa kepada Allah, maupun dosa sesama manusia. Aamiin



_____
Disampaikan pertama kali untuk pengajian subuh di Masjid Taqwa Muhammadiyah Aceh Tengah pada hari Kamis tanggal 7 Syawal 1439 H/ 21 Juni 2018 M




[1] Redaksi hadisnya terdapat dalam Shahih Muslim nomor hadis 3504
3504 حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث عن سعيد بن أبي سعيد عن عبد الله بن أبي قتادة عن أبي قتادة أنه سمعه يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قام فيهم فذكر لهم أن الجهاد في سبيل الله والإيمان بالله أفضل الأعمال فقام رجل فقال يا رسول الله أرأيت إن قتلت في سبيل الله تكفر عني خطاياي فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم نعم إن قتلت في سبيل الله وأنت صابر محتسب مقبل غير مدبر ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كيف قلت قال أرأيت إن قتلت في سبيل الله أتكفر عني خطاياي فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم نعم وأنت صابر محتسب مقبل غير مدبر إلا الدين فإن جبريل عليه السلام قال لي ذلك حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة ومحمد بن المثنى قالا حدثنا يزيد بن هارون أخبرنا يحيى يعني ابن سعيد عن  سعيد بن أبي سعيد المقبري عن عبد الله بن أبي قتادة عن أبيه قال جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال أرأيت إن قتلت في سبيل الله بمعنى حديثالليث وحدثنا سعيد بن منصور حدثنا سفيان عن عمرو بن دينار عن محمد بن قيس ح قال وحدثنا محمد بن عجلان عن محمد بن قيس عن عبد الله بن أبي قتادة عن أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم يزيد أحدهما على صاحبه أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم وهو على المنبر فقال أرأيت إن ضربت بسيفي بمعنى حديث المقبري
[2] Redaksi hadis yang saya kutip terdapat dalam Shaih Muslim nomor hadis 114
114 حدثني زهير بن حرب حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا عكرمة بن عمار قال حدثني سماك الحنفي أبو زميل قال حدثني عبد الله بن عباس قال حدثنيعمر بن الخطاب قال لما كان يوم خيبر أقبل نفر من صحابة النبي صلى الله عليه وسلم فقالوا فلان شهيد فلان شهيد حتى مروا على رجل فقالوا فلان شهيد فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كلا إني رأيته في النار في بردة غلها أو عباءة ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا ابن الخطاب اذهب فناد في الناس أنه لا يدخل الجنة إلا المؤمنون قال فخرجت فناديت ألا إنه لا يدخل الجنة إلا المؤمنون
Hadis lain terkait ini juga ada dari Abu Hurairah dalam hadis Muslim nomor hadis 115
115 حدثني أبو الطاهر قال أخبرني ابن وهب عن مالك بن أنس عن ثور بن زيد الدؤلي عن سالم أبي الغيث مولى ابن مطيع عن أبي هريرة ح وحدثناقتيبة بن سعيد وهذا حديثه حدثنا عبد العزيز يعني ابن محمد عن ثور عن أبي الغيث عن أبي هريرة قال خرجنا مع النبي صلى الله عليه وسلم إلى خيبر ففتح الله علينا فلم نغنم ذهبا ولا ورقا غنمنا المتاع والطعام والثياب ثم انطلقنا إلى الوادي ومع رسول الله صلى الله عليه وسلم عبد له وهبه له رجل منجذام يدعى رفاعة بن زيد من بني الضبيب فلما نزلنا الوادي قام عبد رسول الله صلى الله عليه وسلم يحل رحله فرمي بسهم فكان فيه حتفه فقلنا هنيئا له الشهادة يا رسول الله قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كلا والذي نفس محمد بيده إن الشملة لتلتهب عليه نارا أخذها من الغنائم يوم خيبر لم تصبها المقاسم قال ففزع الناس فجاء رجل بشراك أو شراكين فقال يا رسول الله أصبت يوم خيبر فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم شراك من نار أو شراكان من نار
 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes