Materi ini disampaikan pertama kali untuk Khutbah Jum'at di Kenawat Aceh Tengah, Jum'at tanggal 19 Shafar 1439 H/10 November 2017 M
Setiap 10
November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Tanggal 10 November itu diambil
dari hari perjuangan arek-arek suroboyo yang berhasil mengusir penjajah
Belanda yang mencoba kembali ingin menjajah Indonesia yang sudah
diproklamasikan tiga bulan sebelumnya, yaitu 17 Agustus tahun itu. Berdasarkan
fatwa ulama Jawa Timur waktu itu mengatakan perjuangan mengusir penjajah adalah
jihad fi sabilillah. Betapa banyaknya arek-arek suroboyo yang
syahid waktu itu.
Peringatan itu
tidak hanya untuk mengingatkan generasi belakangan bahwa tanggal 10 November
1945 di Surabaya pernah dikobarkan semangat juang, semangat perang sabil,
semangat jihad membela negara dalam rangka mengusir penjajah asing. Peringatan
hari pahlawan juga mengingatkan kita bahwa perjuangan mengusir penjajah di
seluruh Indonesia adalah perjuangan anak bangsa untuk berdaulat di negerinya
sendiri. Banyak pahlawan di Nusantara yang mengobarkan semangat perang sabil mulai
dari Barat Indonesia di Aceh, sampai ke timur indonesia di Ambon dan Papua.
Banyak pahlawan berguguran, baik yang diketahui maupun tanpa diketahui nama nya
oleh generasi belakangan.
Kedatangan
Belanda ke Indonesia sejak awalnya Cornelis Dehoutman datang tidak menjadi
persoalan bagi orang Indonesia. Para raja dan penguasa di Nusantara waktu itu
menerima mereka dengan baik, sekalipun mereka dianggap kafir. Perlawanan
diadakan kepada mereka adalah ketika mereka sudah berbuat zhalim dan
semena-mena terhadap bangsa kita. Firman Allah dalam surah al-Mumtahanan ayat
8-9 menjelaskan
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ(8) إِنَّمَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(9)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim. (Q.S. al-Mumtahanah/ 60:
8-9)
Semangat juang,
semangat jihad, dan semangat perang sabil itu didasari oleh dasar agama. Di
Aceh misalnya, banyak pahlawan nasional yang tercatat dari daerah ini. Sebut
misalnya, Panglima Polim, Teungku Cik di Tiro, Teuku Umar. Dari perempuan ada
Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia. Para pejuang itu melawan Belanda didasari
dengan semangat jihad fi sabilillah, atau yang dikenal dengan istilah
perang sabil.
Gambar Tuanku Imam Bonjol pada pecahan uang Rp. 5.000,- |
Di Minangkabau
misalnya dikenal dengan istilah perang Paderi. Istilah perang Padri berasal
dari ungkapan perang fi daarii (di kampungku/ di tanah airku). Perang
ini awalnya adalah pertikaian antara tokoh adat minang dan tokoh agama Islam
waktu itu. Pertikaian itu berimbas pada pecahnya perang saudara. Dalam kondisi
perang saudara itu, kaum adat dibantu oleh penjajah Belanda. Yang terjadi
akhirnya adalah perang besar melawan Belanda. Maka pecahlah perang Padri. Semangat
perang Paderi (fii daarii) itu adalah semangat jihad fi sabilillah. Satu
di antara tokohnya yang dikenal sebagai pahlawan nasional adalah Tuanku Imam
Bonjol yang pernah diabadikan dalam uang pecahan Rp. 5.000,-
Di Batavia ada
Fatahillah. Sebelumnya ada juga Pangeran Diponegoro. Bahkan jauh sebebelumnya,
banyak pejuang berguguran di masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara seperti
Kerajaan Samudera Pasai, Banjar, Goa, Ternate, Tidore, Mataram dan Malaka. Para
pejuang itu telah syahid membela agama dan tanah airnya. Secara fisik mereka
telah mati, namun spirit dan semangat juang mereka itu tetap hidup dalam diri
bangsa ini. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 154 menyebutkan
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ
أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ(154)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi
kamu tidak menyadarinya. (Q.S. al-Baqarah/2: 154)
Sejarah Masa
Lalu Adalah Pelajaran Bagi Generasi Sesudahnya
Dalam kajian
Ulumul Qur’an ada sebuah pembahasan yang fokusnya pada ayat-ayat al-Qur’an
tentang kisah-kisah dalam al-Qur’an baik berupa kisah para nabi ataupun dan kisah
umat terdahulu. Semua kisah itu pada pada zhahirnya menceritakan kenyataan yang
telah terjadi. Karena memang kisah al-Qur’an adalah sebuah kenyataan, bukan
cerita dongeng dan fiktif. Di balik semua fakta kisah dan sejarah yang
disampaikan al-Qur’an itu, ada makna lain dari kisah itu bagi generasi
sesudahnya. Kisah-kisah itu menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya. Firman
Allah dalah surah Yusuf ayat terakhir
لَقَدْ كَانَ فِي
قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ
تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً
لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ(111)
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah
cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (Q.S. Yusuf/12: 111)
Apa yang telah
ditorehkan melalui perjuangan para pahlawan kita di masa lalu adalah sebagai pelajaran
dan pengajaran yang sangat mahal harganya bagi kita. Bagaimana para pejuang
zaman itu mengusir penjajah asing, merebut dan mempertahankan kemerdekaan?
Dalam hal itu semua terdapat pelajaran berharga bagi kita.
Mengisi
Kemerdekaan Dengan Amal Shaleh
Perjuangan kita
dibanding dengan para pejuang zaman dahulu agak berbeda. Para pejuang dahulu
berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan generasi
sekarang adalah untuk merawat kemerdekaan itu dan mengisinya dengan amal
shalih. Amal shalih itu adalah buah dari keimanan. Sebagaimana dulunya para
pejuang berjihad melawan penjajah itu juga adalah lahir dari keimanan. Iman
mesti diwujudkan dengan amal shalih, dan sebuah amal baru dinilai amal shalih
ketika didasari dengan keimanan dalam diri. Sering dalam banyak ayat al-Qur’an
Allah menyebutkan kata amal shalih digandeng dengan penyebutan kata iman. Di
antaranya
إِلَّا
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr/103: 3)
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ (97)
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. An-Nahl/16: 97)
Amal
shaleh mengisi kemerdekaan mesti didasari dengan iman. Siapapun yang melakukan
itu (iman dan amal shaleh) akan diberi ganjaran oleh Allah dengan ganjaran
“kehidupan yang baik” dan “pahala yang lebih baik ketimbang amal yang mereka
perbuat”. Betapa Maha Kayanya Allah dengan membalasi amal shaleh setiap mukmin.
Mari kita beramal
shaleh mengisi kemerdekaan dengan segala kemampuan dan sesuai profesi kita
masing-masing. Para nelayan melaut dan bekerja di tambak atau kerambanya dengan
semangat imannya. Para petani mengolah sawah dan kebunnya juga didasari dengan
iman. Para guru dan pengajaran mendidik dan mengajari anak didiknya juga
didasari dengan iman. Aparatur pemerintahan juga menjalankan pemerintahan
dengan iman. Pendek kata apapun profesi kita, mesti didasari dengan iman lalu
maksimalkan amal shaleh kita dalam bekerja. Itulah di antara upaya kita mengisi
kemerdekaan ini dengan hal-hal yang bermanfaat. Mari kita siapkan generasi yang
akan datang karena perjuangan mereka akan jauh lebih kompleks di banding
kenyataan hidup generasi kita atau dibanding generasi sebelum kita.
Ditutup sajian
ini dengan sebuah kisah populer yang pernah disampaikan oleh K.H. Zainuddin MZ.
Dikisahkan tatkala seorang raja Persia sedang berjalan menelusuri daerahnya, ia
menemukan seorang kakek yang menanam pohon. Dalam perkiraan pohon itu akan
berbuah 10 atau 20 tahun yang akan datang. Hal itu menimbulkan keheranan Sang
raja. Maka raja bertanya kepada kakek ini, mengapa Engkau menanam pohon yang
mungkin akan berbuah tatkala engkau nanti sudah mati? Sang kakek menjawab “ apa
yang kita makan dan nikmati hari ini adalah hasil dari apa yang ditanam oleh
orang sebelum kita. Maka apayang kita tanam sekarang akan dimakan dan dinikmati
oleh orang sesudah kita”
Semoga Allah
balasi jasa para pahlawan kita dan semoga semangat perjuangan mereka tetap
hidup dalam diri kita. Semoga kita bisa mengisi kemerdekaan ini dengan amal
shaleh. Aamiin.
Post a Comment