Dalil Kehujjahan Hadis/ Sunnah

Yang dimaksud dengan dalil kehujjahan hadis/sunnah adalah keberadaan hadis sebagai dasar ajaran atau dasar hukum dalam Islam. Dalam hal ini ada beberapa dalil/ alasan mengapa hadis dapat dijadikan dasar ajaran atau dasar hukum Islam sebagaimana disadur dari kitab ‘Ilmu Ushul al-Fiqh karya ‘Abd al-Wahhab Khallaf, Guru Besar al-Syari’ah al-Islamiyyah di Fakultas al-Huqquq Universitas al-Kahirah:

1.    Dalil dari nash al-Qur’an. Dalam banyak ayat al-Qur’an ditemukan adanya perintah untuk mentaati Rasul-Nya. Ayat al-Qur’an bahkan menyebutkan bahwa kepatuhan kepada Rasul adalah bukti kepatuhan kepada Allah. Di antara Firman Allah terkait ini yaitu
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32)
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Q.S.Ali Imran/3: 32)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (80)
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (Q.S. Al-Nisa’/4: 80)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. al-Nisa’/4: 59)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا ‏‏(36)‏

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguh Dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. al-Ahzab/33: 36)
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. al-Nisa’/ 4: 65)

2.     Ijma’ para sahabat yang mengatakan wajib mengikuti sunnah rasul baik pada masa hidup Rasulullah Saw. maupun setelah beliau wafat. Pada saat Rasulullah masih hidup, para sahabat selalu melaksanakan perintah Rasulullah Saw. dan meninggalkan larangan beliau. Para sahabat tidak membedakan kewajiban mengikuti kentuan yang diwahyukan Allah Swt. melalui al-Qur’an, maupun ajaran yang disampaikan Rasulullah Saw. melalui hadis beliau. Mu’az bin Jabal pernah berkata “dalam memutuskan perkara ummat, jika saya tidak menemukan sumbernya melalui al-Qur’an, maka saya memutuskannya dengan berpedoman kepada sunnah Rasulullah Saw.” Adapun sepeninggal Rasulullah Saw. jika mereka tidak menemukan ketentuan ajaran agama melalui al-Qur’an, mereka masih tetap berpedoman kepada sunnah Rasulullah Saw. Sebagai contoh, Abu Bakr Ra. ketika tidak menemukan sunnah Rasulullah Saw. terkait suatu perkara, maka beliau bertanya kepada sahabat yang lain adakah mereka mengetahui adanya sunnah Rasulullah Saw. yang megatur terkait persoalan yang dimaksud. Begitu juga yang dilakukan oleh Umar bin Khatab Ra. dan sahabat yang lainnya ketika akan berfatwa atau melahirkan ketentuan hukum selama riwayat yang disampikan itu benar dari Rasulullah Saw.

3.   Melalui al-Qur’an Allah Swt. memberikan kewajiban secara global yang tidak dirinci apa hukumnya dan bagaimana cara melaksanakannya. Sebagai contoh, ditemukan di dalam al-Qur’an adanya perintah Allah Swt. untuk mendirikan shalat serta membayar zakat (Q.S. 2: 43), berpuasa (Q.S. 2: 183), dan menunaikan ibadah haji ke baitullah (Q.S. 2: 275). Al-Qur’an tidak menjelaskan dengan rinci bagaimana cara mendirikan shalat, bagaimana ketentuan pembayaran zakat, dan ketentuan terkait pelaksanaan puasa serta ibadah haji. Sementara penjelasan itu ditemukan melalui sunnah Rasulullah Saw., karena beliau diberi kewenangan oleh Allah Swt. Untuk menjelaskannya. Firman Allah Swt.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ(44)
Dan Kami turunkan kepadamu al-Zikru, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkanQ.S. al-Nahl/16: 44)

Kalaulah sekiranya sunnah tidak menjadi hujjah yang wajib diikuti, tentunya tidak mungkin melaksanakan perintah Allah Swt. Tentunya, sunnah yang dapat dijadikan sebagai hujjah adalah sunnah yang benar berasal dari Rasulullah Saw.


Baca Juga

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes