Mengenal Metode Penyusunan kitab Hadis



Al-Qur'an dan Hadis Nabi adalah dua sumber ajaran Islam. Keduanya mesti menjadi pedoman dan rujukan utama bagi umat Islam dalam berbagai hal, baik sebagai pedoman bagi kehidupan di dunia, apalagi sebagai pedoman untuk menuju kehidupan di akhirat. Namun untuk bisa menjadikannya sebagai pedoman dan tuntunan, tidak semua orang dengan serta-merta bisa mengaksesnya. Hal itu bukan karena keduanya terlalu ekskusif sehingga tidak bisa dijangkau, tapi karena ada keterbatasan kemampuan kita untuk mengaksesnya.

Untuk mengakses Al-Qur'an mungkin tidak ada kendala bagi kita karena hampir semua kita sudah familiar dengan Al-Qur'an. Semenjak kecil kita sudah diperkenalkan dengan kitab suci ini. Perkenalan itu dimulai dari belajar membacanya. Di sekolahpun melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, setiap kita mempelajari Al-Qur'an. Hampir semua kita tahu bahwa Al-Qur'an yang berbentuk mushaf itu tersusun dalam 30 juz, 114 surat, dimulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas. Susunan itu menurut ulama adalah berdasarkan petunjuk Nabi, bukan hasil kreasi perorangan.

Jika dibandingkan dengan Al-Qur'an, susunan kitab hadis agak unik. Unik di sini dalam artian penyusunannya tidak seragam dalam satu metode, layaknya Al-Qur'an. Di antara penyebab ketidakseragaman metode penyusunan kitab hadis adalah karena memang tidak ada petunjuk resmi dari Nabi Saw. Di samping itu, penulisan hadis pada masa nabi tidak populer layaknya penulisan Al-Qur'an. Bahkan, Nabi Saw. melarang kepada khalayak ramai menuliskan selain Al-Qur'an agar tidak tercampur antara tulisan Al-Qur'an dengan selainnya termasuk tulisan hadis beliau. Penulisan hadis hanya dibolehkan bagi orang-orang tertentu yang dipercaya Nabi Saw. tidak keliru dalam penulisan/ pencatatan dan bisa membedakan catatan Al-Qur'an dan catatan hadis.

Penulisan hadis sendiri dimulai secara besar-besaran jauh setelah Nabi Saw. wafat, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintah pada tahun 99-101 H/ 717-719 M. Perintah penulisan hadis itu juga tidak disertai dengan metode baku penyusunan hadis. Para penyusun kitab hadispun tidak punya cara yang seragam dalam menyusun hadis Nabi yang mereka tulis.

Postingan kali ini akan mengetengahkan sepintas tentang metode penyusunan kitab hadis. Dengan mengetahui metode penyusunan kitab hadis ini setidaknya membantu bagi kita untuk mencari hadis. Paling tidak ada beberapa metode dalam penyusunan kitab hadis yaitu:

1. Al-Muwaththa’
Yang dimaksud dengan al-Muwaththa’ dalam metode penyusunan kitab hadis, menurut Mahmûd al-Thahhân adalah Kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh. (al-Thahhân, 1991: 119)

Di antara kitab yang menggunakan metode ini adalah:
Muwaththa’ al-Imâm Mâlik; Al-Muwaththa’, karya Ibn Abiy Dzi’b Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân al-Madaniy (185 M.); Al-Muwaththa’, karya Abû Muhammad Abd Allâh ibn Muhammad al-Marwaziy yang dikenal dengan ‘Abdân (w. 393 H.)


2. Al-Musnad
Yang dimaksud dengan al-Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama shahâbat yang nama-nama tersebut disusun berdasarkan huruf hijaiyah, suku, yang dahulu masuk Islam dan kemuliaan nasab dan lainnya dan hadis-hadisnya disusun dalam lokus nama masing-masingnya tanpa mengklasifikasikan kualitasnya.

Di antara kitab yang menggunakan metode ini adalah:
Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal, karya Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 164-241 H.)
Musnad Abiy Dâwud al-Thayâlisiy, yang disusun oleh Abiy Dâwud Sulaymân ibn Dâwud ibn al-Jârûd al-Thayâlisiy al-Qurasyiy Mawlâ Alu al-Zubayr al-Fârisiy al-Ashl al-Bashriy, yang popular dengan Musnad Abiy Dâwud al-Thayâlisiy (203 atau 204 H).


3. Al-Jâmi’
Kitab hadis dengan metode al-Jâmi’ adalah kitab hadis yang disusun dengan memuat hadis yang mencakup seluruh aspek.

Di antara kitab yang disusun dengan metode ini adalah:
Al-Jâmi’ al-Shahîh al-Musnad al-Mukhtashar min Umûr Rasûl Allâh wa Sunanih wa Ayyâmih, karya Muhammad ibn Ismâ’îl ibn al-Mughîrat ibn Bardidzbah al-Bukhriy al-Ja’fiy (154-256 H.).
Al-Jâmi’ al-Shahîh bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasûl Allâh, karya Muslim ibn al-Hajjâj.
Jâmi’ al-Tirmidziy, karya Abû ‘Îsâ Muhammad ibn ‘Îsâ ibn Mûsâ ibn Saurah al-Tirmidziy al-Bughiy.


4. Sunan
Yang dimaksud dengan sunan dalam metode penyusunan kitab hadis adalah:
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, yakni iman, thaharah, shalat, zakat sampai akhirnya, dan di dalamnya tidak terdapat [hadis] mawqûf, karena mawqûf dalam istilah mereka tidak dinamakan sunnah tetapi hadis (al-Kattâniy, 1995: 33)

Di antara kitab yang disusun dengan menggunakan metode penyusunan al-sunan adalah:
Sunan al-Syâfi’iy, karya Muhammad ibn Idrîs al-Syâfi’iy (150-204 H.);
Sunan al-Dârimiy, karya ‘Abd Allâh ibn ‘Abd al-Rahmân al-Dârimiy (w. 255 H.).
Sunan Abiy Dâwud, karya Abû Dawud Sulaymân ibn al-Asy’ats al-Sijistâniy (w. 275 H.);
Sunan Ibn Mâjah, karya Muhammad ibn Yazîd ibn Majah al-Qazwainiy (w. 275 H.);
Sunan al-Nasâ’iy, karya Abû ‘Abd al-Rahmân Ahmad ibn Syu’ayb al-Nasâ’iy (w. 303 H.);
Sunan al-Dâruquthniy, karya ‘Aliyn ibn ‘Umar al-Dâruquthniy (w. 385 H.);
Sunan al-Bayhaqiy, karya Abû Bakr Ahmad ibn al-Husayn al-Bayhaqiy (w. 458 H.).


5. Al-Ma’â’jim
Yang dimaksud dengan al-Mu’jam dalam penyusunan kitab hadis adalah kitab hadis yang hadis-hadis di dalamnya disebutkan dengan urutan shahâbat, guru, negari atau lainnya. Pada umumnya disusun berdasarkan huruf hijaiyah.

Di antara kitab yang disusun dengan metode al-Mu’jam adalah al-Mu’jam al-Kabîr karya Abû al-Qâsim Sulaymân ibn Ahmad ibn Ayyûb al-Lakhmiy al-Thabarâniy (260-360 H.)


6. Al-Mustadrakât
Menurut Mahmûd al-Thahhân, al-Mustadrak adalah:
Setiap kitab yang penyusunnya menghimpun hadis-hadis yang ditemukannya didasarkan pada syarat penyusun kitab tertentu yang dijadikan acuan, sementara dia tidak memuatnya di kitabnya (al-Thahhân, 1991: 102).

Misalnya, jika kitab yang menjadi acuan adalah kitab hadis al-Bukhari, maka syarat yang digunakan menyusun kitab ini adalah syarat yang diterapkan al-Bukhari. Tapi, hadis yang dimuat di dalam kitab al-Mustadrak tidak dimuat oleh al-Bukhari dalam kitab Shahihnya.

Kitab yang menggunakan metode ini dalam penyusunan hadis adalah kitab al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhayn karya Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn ‘Abd Allâh ibn Muhammad ibn Hamdawayh ibn Nu’aym ibn al-Hakam al-Dhabbiy. Dia populer dengan Ibn al-Bay’ al-Hâkim al-Naysâbûriy (321-405 H.).


7. Al-Mustakhrajât
Yang dimaksud dengan al-Mustakhraj, menurut Mahmûd al-Thahhân, al-Mustakhraj adalah:
Penyusun mengacu ke suatu kitab di antara kitab hadis, kemudian dia meriwayatkan hadis-hadisnya dengan sanad-sanadnya sendiri yang berbeda dengan [sanad] kitab yang dijadikan acuan, dia dan penyusun [kitab yang dijadikan acuan] bertemu pada gurunya atau guru sebelumnya hingga ke shahâbiy (al-Thahhân, 1991: 100).

Di antara kitab yang menggunakan metode ini dalam penyusunan kitab hadis adalah:
مستخرج أبي بكر الإسماعيلي على البخاري
مستخرج أبي عوانة على مسلم
مستخرج أبي علي الطوسي على الترمذي
مستخرج محمد بن عبد الملك بن أيمن على سنن أبي داود


8. Al-Zawâ’id
Yang dimaksud dengan al-Zawâ’id dalam penyusunan kitab hadis, menurut Mahmûd al-Thahhân adalah:
Karya-karya yang penyusunnya menghimpun hadis-hadis tambahan dalam sebagian kitab dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-lain lain (al-Thahhân, 1991: 104).

Di antara kitab yang menggunakan metode al-Zawâ’id dalam penyusunan hadis adalah:
مصباح الزجاجة في زوائد ابن ماجة, karya Abû al-‘Abbâs Ahmad ibn Muhammad al-Bûshiriy (w. 840 H.);
فوائد المنتقي لزوائد البيهقي, karya Abû al-‘Abbâs Ahmad ibn Muhammad al-Bûshiriy (w. 840 H.);
أتحاف السادة المهرة الخيرة بزوائد المساند العشرة, karya Abû al-‘Abbâs Ahmad ibn Muhammad al-Bûshiriy (w. 840 H.);
المطالب العالية بزوائد المساند الثمانية, karya Ahmad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-‘Asqalâniy (852 H.);
مجمع الفوائد و منبع الفوائد, karya Aliy ibn Abiy Bakr al-Haytsamiy (w. 807 H.).


9. Al-Majâmi’
Yang dimaksud dengan al-Majma’ menurut Mahmûd al-Thahhân adalah:
Setiap kitab yang penyusunnya menghimpun hadis-hadis beberapa karya, dan menyusunnya berdasarkan karya-karya yang dihimpunnya (al-Thahhân, 1991: 104).

Di antara kitab yang menggunakan metode ini dalam penyusunan kitab hadis adalah:
الجمع بين الصحيحين المسمى بـ”مشارق الأنوار النبوية من صحاح الأخبار المصطفوية, karya al-Hasan ibn Muhammad al-Shâghâniy (w. 650 H.);
الجمع بين الصحيحين, karya Abû ‘Abd Allâh Muhammad ibn Abiy Nashr Futûh al-Humaydiy (w. 488 H.);
الجمع بين الأصول الستة المسى بـ”التجريد للصحاح و السنن”, karya Abû al-Hasan Razîn ibn Mu’âwiyah al-Andalûsiy (w. 535 H.);
الجمع بين الأصول الستة المسى بـ”جامع الأصول من أحاديث الرسول, karya Abû al-Sa’âdât yang dikenal dengan Ibn al-Atsîr (w. 606 H.).
جمع الفوائد من جامع الأصول و مجمع الزوائد, karya Muhammad ibn Muhammad ibn Sulaymân al-Maghribiy (w. 1094 H.).


10. Al-Ajzâ’
Yang dimaksud dengan al-Ajzâ’ dalam metode penyusunan kitab hadis, menurut Mahmûd al-Thahhân adalah:

كتاب صغير يشمل على أحد الأمرين:
إما جمع الأحاديث المروية عن واحد من الصحابة أو من بعدهم؛
و إما جمع الأحاديث المتعلقة بموضوع واحد على سبيل البسط و الاستقصاء.

Contoh kitab yang pertama, adalah جزء ما رواه أبو حنيفة عن الصحابة, karya Abû Ma’syar Abb al-Karîm ibn Abd al-Shamad al-Thabariy (w. 178 H.). contoh yang kedua adalah جزء رفع اليدين في الصلاة dan دزء القراءة خلف الإمام karya al-Bukhâriy (w. 256 H.)




dikutip dari tulisan guru saya Dr. H. Buchari, M., M.Ag

Share this:

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes