Islamic Studies dan Islamic Sains

Ulama kita sudah berhasil dengan baik meletakkan studi Islam yang mapan. Ini mungkin kalau kita tanya bolehlah umpanya berandai Nabi Muhammad lahir sekarang, kemudian dia lihat kok ada ajarannya yang menjadi produk studi, menjadi fakultas, dan menjadi sekolah tinggi, bakan ada yang jadi universitas. Kira-kira Nabi Muhammad pada 1400 tahun yang silam adakah membayangkan kalau di Aceh Tengah ini ada STAIN. Di Medan ada UIN? Zaman sekarang saja jika kita membayangkan jarak saja dari madinah ke sini dengan jumbo jet perlu waktu 10 jam.  Sementara pada waktu itu tidak ada pesawat dan mobil.

Ketika Nabi Muhammad wafat, spirit keislaman itu tidak wafat, bahkan berkembang jauh lebih hebat. Nabi Muhammad hidup menjadi nabi selama 23 tahun. Tapi spirit Nabi Muhammad itu daya ledak semangat keislamannya luar biasa sampai ada Tajmahal, ada Istiqlal, mesjid terbesar di Asia Tenggara. Menurut saya tidak terbayangkan oleh Nabi Muhammad.

Ditambah abad 2-3 hijriah ulama mengembangkan Islamic studies dan Islamic sciensies. Islamic studies adalah ilmu yang terkait langsung dengan teks keislaman. Studi keislaman ini yang dikembangkan di zaman Nizhamiyah yang kemudian menjadi universitas Al-Azhar. Yang kemudian thn 50-an menjadi imam kita. Tahun itu di Jogja berdiri IAIN. Thn 57 berubah menjadi ADIA. Tiga tahun kemudian menjadi IAIN. Untuk jadi IAIN kita tidak punya contoh. Maka Prof Mahmud Yunus, Zakiyah Drajat dan Abdul Ghani berkunjung ke Universitas Al-Azhar Mesir. Di Universitas Al-Azhar ada Fakultas Adab, Dakwah, Syari'ah, Tarbiyah dan Ushuluddin. Nama dan istilah fakultas yang ada di Al-Azhar saat itu di-copy paste dan dibuka di sini menjadi institut maka muncullah 14 IAIN di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya tahun 2002 IAIN berubah menjadi UIN. Sampai saat ini telah ada 11 UIN , 26 IAIN, dan 18 STAIN.

Apa sebenarnya keinginan umat Islam? Kita tidak seharusnya membedakan ilmu Islam dan ilmu umum. Ini yang kita sebut dengan Islamic studies dan Islamic sciencies. Kalau kita terbatas pada ilmu keislaman saja, kita tertinggal. Alqur’an memerintahkan tutup aurat. Yang punya pabrik tekstil dan ilmu tentang tekstil siapa? Umat islam atau siapa? Kita pergi haji dari Aceh ke Jeddah pakai pesawat? Punyakah kita ahli ilmu tentang pesawat terbang?

Menata ilmu keislaman harus mengintegrasikan keilmuan. Karena Allah menurunkan dua wahyu, berupa al-Qur’an dan alam semesta. Al-ayah al-qur’aniyyah dan al-ayah al-kauniyyah. Prinsip ini yang penting ketika kita menjadi ilmu keislaman. Saya pikir, di Yayasan Gajah Putih yang sudah mengelola universitas dengan fakultas pertanian dan ekonominya, bisa dikombinasikan dengan sebaiknya.

Itulah Penyampaian Prof. Dr. Amsal Baktiar, MA, Direktur Diktis Kementerian Agama Republik Indonesia, ketika memberikan hantaran seminar nasional STAIN Gajah Putih Takengon

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes