Agar Nafsu Tidak Ditunggangi Oleh Syetan

Pada postingan sebelumnya sudah disampaikan pernyataan kejujuran setan di akhirat tatkala perkara hisab telah ditetapkan. Betapa menyesalnya manusia pengikut setan di akhirat waktu itu. Maka beruntung kita yang masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menyesali dosa kita di dunia ini dan kita berharap semoga kita terlatih untuk tidak lagi mengikuti bisikan dan rayuan berupa janji palsu dari setan melalui hawa nafsu yang ditunggangi oleh setan.

Pada postingan kali ini dilanjutkan kajian tentang antisipasi agar tidak mudah nafsu kita ditunggangi oleh setan. Firman Allah Surat Muhammad/47 ayat 14

 Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (shaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya

Dalam ayat ini ada kata tanya “apakah”. Pertanyaan ini bukan menginginkan jawaban. Tapi pertanyaan itu mengingkari dua hal yang berbeda. Ulama menyebutnya dengan istilah, istifham inkari bukan istifham hakiki.

Apa keadaan yang berbeda yang diingkari oleh pertanyaan Allah pada ayat ini? Yaitu ada dua keadaan yang berbeda. Keadaan pertama yaitu orang yang berpegang teguh dengan keterangan yang datang dari Rabbnya, yaitu penjelasan dan ketangan yang datang dari Allah. Keadaan kedua, orang yang tertipu oleh setan. Ayat ini mengatakan bahwa tidak sama antara orang yang mengikuti petunjuk yang datang dari Allah dengan orang yang mengikuti syetan.

Fokus kajian kita adalah orang yang tertipu oleh setan ini. Bagaimana setan menipu manusia? Dalam ayat ini disampaikan dengan dua hal. Pertama, Setan menipu dengan cara mengemas perbuatan buruk sehingga dipandang baik dan indah oleh manusia. Setan mengemas perbuatan dosa sehingga seolah-olah dianggap baik oleh manusia. Kedua, setan menunggangi hawa nafsu manusia sehingga manusia mengikuti hawa nafsunya. Antara keduanya ada benang merah yaitu sama-sama terperdaya oleh setan.

Di sini terlihat bahwa setan menggoda manusia bukan karena kemampuan yang ada pada dirinya, tapi melalui sesuatu yang ada pada manusia yaitu hawa nafsu. Hawa nafsulah yang ditunggangi oleh setan. Kecenderungan hawa nafsu untuk memuaskan keinginan manusia sering ditunggangi oleh setan sehingga manusia bisa melampaui batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah, sehingga terkadang manusia berbuat maksiat kepada Allah. Tidak jarang ditemukan ada manusia yang memperturutkan hawa nafsunya tanpa batas. Orang yang seperti ini berarti mengantarkan dirinya ke dalam perbudakan yang bisa merusak keimanan. Memperturutkan hawa nafsu justru akan semakin menjauhkan manusia dari Allah. Dalam surat Shad ayat 23 Allah melarang memperturutkan hawa nafsu karena akan menjauhkan dari Allah. وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
Bila hawa nafsu diikuti oleh manusia tanpa batas, maka manusia akan lupa kepada Allah, Tuhan yang harus disembah, dipatuhi dan diikuti perintahnya. Orang seperti ini seolah-olah telah mempertuhankan hawa nafsunya. Firman Allah dalam Surat al-Jatsyiyah ayat 23
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23)

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dalam tafsir al-Thabari dijelaskan makna ayat ini bahwa maksud menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan dalam artian memperturutkan hawa nafsunya sehingga dia tidak beriman kepada Allah, dan melanggar ketentuan Allah berupa menghalalkan yang haram. Maka orang seperti ini menjadi sesat, hati, pendengaran dan penglihatannya sudah tertutup untuk menerima petunjuk Allah. Na’udzubillah min dzalik.

Betapa besarnya mudharat yang ditimbulkan oleh memperturutkan kehendak nafsu ini. oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mengendalikan hawa nafsu.Dalam hadis Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Thabrani  yang juga dicatat oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab hadis arba’in
لَا يُؤْمِن أَحَدكُمْ حَتَّى يَكُون هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْت بِهِ
Tidak beriman salah seorang kamu sampai hawa nafsunya ikut dengan syari’at yang aku bawa.

Belum sempurna keimanan seseorang jika belum menjadikan hawa nafsunya patuh dan tunduk kepada risalah yang dibawa oleh Rasul. Artinya, orang yang belum mampu menundukkan nafsunya sehingga nafsu tidak mengikuti ajaran agama, maka orang seperti ini belum sempurna keimanannya.

Melalui bulan Ramadhan kita melatih menundukkan dan mengendalikan hawa nafsu kita. Dengan harapan semoga hawa nafsu berada di belakang syari’at sehingga ia patuh dan tunduk kepada syariat agama yang telah Allah turunkan kepada kita melaui nabinya. Bukan sebaliknya, nafsu yang dikedepankan. Orang yang mengedepankan hawa nafsunya seolah-olah memperturutkan setan dan bahkan mempertuhankannya. Na’udzubillahi min dzalik.


Melalui puasa, kita sedang membentengi diri kita dari kemungkinan dimasuki oleh setan. Dalam kitab Ihya’ ‘ulum al-Din, Al-Ghazali menyebutkan bahwa puasa adalah sarana dalam rangka mempersempit ruang gerak setan dalam diri kita. Dalam hadis dari Shofiyah binti Huyay, yaitu salah satu isteri Nabi Saw., hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam al-Muslim bahwa setan akan selalu mendekati dan mengiri setiap gerak kehidupan manusia dengan tujuan untuk menggoda dan merayunya. Karena adanya bisikan dan rayuan setan ini, Nabi mengumpamakan bahwa setan mengalir di dalam diri manusia melalui aliran darah mereka. Kata Nabi
إن الشيطان ليجري من بن آدم مجرى الدم
Dalam Ihya’ ‘ulum al-Din disebutkan فضيّقوا مجاريه بالجوع. persempit kemungkinannya mengalir dalam darah itu dengan puasa. 

Terakhir, bagi kita yang takut akan kebesaran Tuhan dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu yang dibisiki oleh setan tersebut, ada ganjaran surga Allah sediakan. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya Surat al-Nazi'at ayat 40 dan 41.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الجنة هِيَ الْمَأْوَى




Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes