Dan berkatalah
syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah
telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan
kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu,
melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab
itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku
sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat
menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku
(dengan Allah) sejak dahulu." Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu
mendapat siksaan yang pedih.
Pada hari kiamat kelak, tatkala
perkara hisab sudah ditentukan, maka setan—menurut Ibnu Katsir, Iblis—menyampaikan
pengakuannya kepada manusia yang telah mengikutinya waktu kehidupan dunia. Setan
dengan jujur mengatakan bahwa di waktu kehidupan dunia:
1. Sesungguhnya
Allah telah menjanjikan kepada manusia janji yang benar. Bersamaan dengan itu,
setanpun menjanjikan kepada manusia, hanya saja janji setan ini diingkarinya. Alangkah
terkejutnya manusia yang menjadi pengikut setan di hari kiamat kelak, karena
ternyata janji setan tidaklah janji yang benar. Betapa kecewanya manusia dengan
kejujuran setan ini karena mereka terlanjur telah mengikuti setan.
2. Selanjutnya
setan mengatakan bahwa sebenarnya dirinya tidak kuasa menjadikan manusia patuh
dan tunduk dengan ucapan, bujuk rayunya. Dia hanya mengajak, dan ajakan itu
diikuti oleh manusia. Jadi sebenarnya manusia mengikuti setan itu bukan salah
setan, tapi salah manusia sendiri karena mau mengikuti ajakan dan rayuan setan.
3. Oleh
karena itu setan tidak mau kesalahan itu ditujukan kepada dirinya, melainkan
kesalahan manusialah yang menyebab manusia itu mendapat azab. Bahkan setan
tidak mau dicerca dengan perbuatan salah itu, kalaupun manusia ingin mencerca
perbuatan salah itu, maka cercaan itu lebih pantas ditujukan kepada dirinya
sendiri.
4. Sebagai
akibat dari perbuatan mengikuti janji palsu setan, maka manusia di akhirat
mendapat sanksi berupa siksa yang pedih. Lalu, setan melanjutkan pernyataannya
bahwa antara dirinya dan manusia tidak bisa saling tolong-menolong. Kecewaan manusia
pengikut setan menjadi bertambah sebab ternyata setan yang dulu diikutinya di
dunia tidak dapat menolongnya di akhirat.
Itulah informasi al-Qur’an
tentang dialog “masa depan” manusia dengan setan di akhirat kelak. Betapa rugi
dan menyesalnya manusia di waktu itu. Hendak kembali ke dunia lagi dengan tidak
mengikuti setan, sudah terlambat.
Berhubung kita masih ada
kesempatan hidup di dunia ini, mari kita berbenah diri dan menyesali perbuatan
kita yang selama ini sudah mengikuti setan. Momentum Ramadhan ini adalah waktu
yang tepat sebagai titik balik bagi manusia untuk kembali ke jalan yang benar. Tidak
ada manusia yang tidak salah.
Allah telah jadikan bulan
Ramadhan dengan segala paket ibadah wajib dan sunnahnya sebagai sarana bagi
manusia untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahannya kepada Allah. Syaratnya,
ibadah itu mesti dilakukan dengan iman dan ihtisaban. Dalam hadis Abu Hirairah,
Rasulullah menyebutkan “Barangsiapa
yang puasa Ramadhan karena iman dan ihtisaban, akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, 1901, 2014 dan Muslim no.760).
Yang dimaksud dengan ihtisaban adalah ikhlas semata-mata karena Allah,
bukan yang lainya.
Semoga puasa dan rangkaian ibadah
sunnah lainnya yang kita lakukan benar-benar kita dasari dengan iman dan ikhlas sehingga
menjadi penghapus dosa-dosa kita dan kelak kita tidak menyesal di akhirat sebagaimana
informasi Allah dalam surat Ibrahim ayat 22 di atas.
Wallahu ‘Alam
Post a Comment