Mari rencanakan Ibadah Kita

Kita baru saja melalui hari besar, Hari Raya Hajji atau Hari Raya Qurban. Populer kita menyebutnya Hari Raya Idul Adha. Alhamdulillah. Kita sudah selesai melaksanakan ibadah qurban. Satu di antara ibadah yang hanya bisa kita lakukan pada bulan Zulhijjah, tepatnya pada hari raya dan tiga hari tasyri'.

Selamat kita ucapkan kepada kita yang sudah ikut ambil bagian dalam ibadah qurban tahun ini. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah swt. dan kembali diberi kemampuan sehingga mau ikut ibadah ini di tahun-tahun berikutnya. Aamiin. Bagi yang belum ambil bagian dalam ibadah ini, semoga diberi kemampuan dan kemauan oleh Allah swt. Amin.

Hukum Qurban
Ulama berbeda pendapat tentang hukum melaksanakan ibadah qurban. Dalam mazhab Syâfi'iy, Malikiy dan Hambaliy dinyatakan hukum berqurban adalah sunat muakkad. Sedangkan dalam mazhab Hanafiy disebutkan hukumnya wajib bagi yang memiliki kemampuan.

Dalam hadis Baginda Rasulullah Saw mengatakan bahwa orang yang mampu berqurban, tapi tidak mau berqurban, dilarang mendekati tempat shalat. Semenatara dalam riwayat lain dikatakan bahwa perempuan haid sekalipun diperintahkan Rasulullah Saw untuk ikut serta memeriahkan dan menyemarakkan syiar hari raya dengan ikut datang ke lapangan. Memang tidak untuk shalat Id, tapi memeriahkan kebesaran hari raya. Maka ada pertanyaan kepada kita yang mampu berqurban, tapi tidak mau berqurban, kira-kira tidak lebih suci mana kita dibandingkan perempuan yang tidak suci secara syariat karena sedang haid. Atau dengan pertanyaan lain, siapa yang lebih pantas berhari raya antara perempuan yang sedang haid dibanding orang yang tidak mau berqurban tapi dia memiliki kelapangan untuk berqurban?

Siapa Yang Masuk Kategori Mampu Berqurban?
Pertanyaan selanjutnya, apakah kita masuk dalam kategori orang yang mampu berqurban? Apa standar mampu untuk beribadah qurban? Jika ditanya kepada kita, setiap kita punya jawaban berbeda apakah kita mampu atau tidak. Tapi mari kita lihat dalam urusan lain. Ada yang mampu bayar angsuran beli televisi, parabola, telepon genggam dan peralatan elektronik lainnya seharga 250.000 sampai 300.000 per bulannya. Jika ditotal setahun berkisar 3.000.000 sampai 3.600.000. Bahkan ada yang mampu membayarnya secara cash tanpa harus dicicil. Khusus perokok misalnya, ada yang mampu beli rokok per hari 10.000 sampai 25.000. Jika ditotal setahun berkisar 3.650.000 sampai 9.125.000. Padahal tidak ada pendapat ulama yang mengatakan hukum beli peralatan elektronik atau hukum merokok adalah sunat muakkad apalagi wajib. Sementara qurban hukumnya sunat muakkad menurut mayoritas ulama?

Berapa besaran uang yang kita keluarkan untuk bisa berqurban? Jika 2.500.000 besaran biaya qurban misalnya, maka itu bisa dicicil perbulan atau perminggu. Bagi kita yang bekerja dan makan gaji, qurban bisa ditabung atau dicicil perbulannya 210.000. Jika ditabung perminggu, 50.000 saja seminggu, dalam 50 minggu sudah genap 2.500.000. Bisa ikut beribadah qurban. Apakah kita mampu? sekali lagi , mari bandingkan dengan kemampuan kita dalam memberli rokok, atau peralatan elektronik di atas. Tentu, hanya kita dan Tuhan yang tahu jawabannya.

Bolehkah Meninggalkan Ibadah Sunat?
Bukankah tidak berdosa jika meninggalkan perbuatan sunat muakkad itu? Betul. Meninggalkan ibadah sunat muakkad tidak berdosa. Tapi rugi bagi yang tidak mengamalkannya. Apalagi kesempatan itu hanya ada sekali setahun, tidak bisa kapanpun. Betapapun banyaknya uang Bapak saat Bapak panen raya kopinya, tetap tidak bisa berqurban kecuali pada tanggal sepuluh sampai tiga belas Zulhijjah. Lalu, betapa ruginya Bapak yang tidak bisa ikut berqurban pada bulan Zulhijjah karena saat itu tidak punya uang.

Berbicara terkait rugi. Ada sebuah analogi yang membantu kita menjelaskan apa itu rugi. Misalnya, di kantor Reje (Kelurahan) ada pembagian sembako yang bisa diikuti oleh Bapak-bapak punya syarat tertentu tapi mesti datang menjemputnya ke sana. Kita misalnya, memenuhi kriteria itu, lalu tidak ikut ambil sembakonya di keluarahan. Sementara, tetangga atau kawan kita mengambilnya. Pertanyaannya siapa yang untung dan siapa yang rugi? Maka kita akan katakan tetangga kita beruntung karena mendapatkan sembako. Demikian juga kita yang mampu berqurban, tapi tidak mau berqurban. Berarti kita rugi. Dalam urusan perniagaan, pedagang yang pintar tentu tidak mau rugi berulang kali. Mari kita gunakan pendekatan perniagaan untuk menilai terminologi sunat itu.

Kembali ke tema merencanakan ibadah qurban tahun depan. Mari kita susun rencana kita untuk ibadah qurban tahun depan di mulai hari ini, pekan ini atau bulan ini. Tidak ada salahnya kita membuat rencana untuk ibadah qurban. Bukankah dalam urusan pekerjaan, bertani, berkebun atau berdagang kita buat perencanaan. Mengapa dalam urusan ibadah vertikal kita kepada Allah kita tidak membuat rencana. Gagal merencanakan sesuatu, berarti merencanakan kegagalan. Demikian juga dalam ibadah. Jika kita tidak merencanakan ibadah dengan baik, maka kita berarti merencanakan kegagalan dalam beribadah. Dalam konteks ibadah qurban, gagal merencanakan qurban tahun depan, berarti kita kembali menjadi orang yang rugi lagi di tahun-tahun berikutnya.

Semoga kita diberi kekuatan olah Allah untuk tetap dalam taat dan patuh kepada Allah serta mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada kita. Semoga kita Istiqomah menjalankan rencana ibadah yang telah kita susun. Aamiin
-------------------------------

Disampaikan pertama kali dalam khutbah Jum'at di Masjid Almuslawati Kampung Daling Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah pada Hari Jum'at tanggal 15 Zulhijjah 1440 H.

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes