Puasa Arafah Menurut Pelaksanaan Ibadah Wukuf Di Arafah Atau Mengikuti Penetapan Hari Raya Di Tempat Masing-masing?

Untuk tahun ini hampir tidak ditemukan adanya perbedaan pelaksanaan hari raya idul adha. Kalaupun ada kelompok-kelompok tertentu yang berbeda dalam melaksanakan ibadah hari raya, jumlahnya tidak banyak. 

Ketika terjadi perbedaan keyakinan umat islam dalam menetukan kapan jatuhnya hari raya, maka banyak persoalan yang dimunculkannya di antaranya adalah terkait ibadah puasa arafah. Apakah puasa arafah mengikuti pelaksanaan wukuf di arafah, atau tidak? Jika--misalnya--saya mengikuti pendapat yang mengatakan hari raya idul adha (10 Zulhijjah) berbeda dengan hari raya yang dilaksanakan oleh umat islam di mekkah, tentu tanggal 9 Zulhijjahnya juga berbeda. Masalah lain, apakah ketika saya memilih mengikuti puasa arafah sesuai dengan pelaksanaan ibadah wukuf yang dilaksanakan oleh jamaah haji dengan serta merta mengharuskan saya untuk berhari raya/ shalat id mengikuti hari yang ditetapkan di Saudi?

Permasalahan ini menjadi khilaf di kalangan ulama’. Sebagian ulama memahami bahwa ibadah ini [1] tergantung pada sebab terlihatnya bulan Dzulhijjah, sebagaimana hal yang sama untuk permulaan Ramadlan dan Syawal. Sementara itu ulama lain berpendapat bahwa ibadah ini mengikuti ibadah haji di tanah Haram yang merupakan bentuk solidaritas para hujjaj

Berikut ini, saya sampaikan di antara alasan yang sejalan dengan kedua pendapat di atas.

Alasan pendapat yang pertama

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin ketika menjawab pertanyaan tentang inimemberikan pendapatnya sebagai berikut:
هذا يبنى على اختلاف أهل العلم: هل الهلال واحدفي الدنيا كلها أم هو يختلف باختلاف المطالع؟ والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع، فمثلاً إذا كان الهلال قد رؤي بمكة، وكان هذا اليوم هو اليوم التاسع، ورؤي في بلد آخر قبل مكة بيوم وكان يوم عرفة عندهم اليوم العاشر فإنه لا يجوز لهم أن يصوموا هذا اليوم لأنه يوم عيد، وكذلك لو قدر أنه تأخرت الرؤية عن مكة وكان اليوم التاسع في مكة هو الثامن عندهم، فإنهم يصومون يوم التاسع عندهم الموافق ليوم العاشر في مكة، هذا هو القول الراجح، لأن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول: «إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا» وهؤلاء الذين لم يُر في جهتهم لم يكونوا يرونه، وكما أن الناس بالإجماع يعتبرون طلوع الفجر وغروب الشمس في كل منطقة بحسبها، فكذلك التوقيت الشهري يكون كالتوقيت اليومي.
“Permasalahan ini adalah permasalahan turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Misalnya di Mekkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Mekkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Mekkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi penduduk negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari Iedul Adha di negara mereka.
Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah di Mekkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Mekkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.

Inilah pendapat yang paling kuat—menurutnya—dalam masalah ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang yang melihatnya. Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing).”[2]
            
Alasan pendapat yang kedua:

1. Telah berlalu penjelasan bahwasannya puasa ‘Arafah disunnahkan hanya bagi mereka yang tidak melaksanakan wuquf di ‘Arafah. Ini mengandung pengertian bahwa puasa ‘Arafah ini terkait dengan pelaksanaan ibadah haji/wuquf. Jika para hujjaj telah wuquf, maka pada waktu itulah disyari’atkannya melaksanakan puasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak melaksanakan haji.

2.   Dalam nash-nash tidak pernah disebutkan puasa di hari kesembilan, namun hanya disebutkan puasa ‘Arafah. Berbeda halnya dengan puasa ‘Aasyuura yang disebutkan tanggalnya secara spesifik :
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما يقول: حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله ! إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "فإذا كان العام المقبل إن شاء الله، صمنا اليوم التاسع. قال: فلم يأت العام المقبل، حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ;anhumaa, ia berkata : “Ketika Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di hari ‘Aasyura dan memerintahkannya, para shahabat berkata : ‘Sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani’. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tahun depan, insya Allah, kita akan berpuasa di hari kesembilan”. Ibnu ‘Abbas berkata : “Sebelum tiba tahun depan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah wafat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1134].
عن ابن عباس يقول في يوم عاشوراء خالفوا اليهود وصوموا التاسع والعاشر
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata tentang (puasa) hari ‘Aasyura’ : “Selisihilah orang-orang Yahudi dan berpuasalah di hari kesembilan dan kesepuluh” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 7839 dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubra 4/287; shahih].

Adapun perintah berpuasa ‘Arafah adalah :
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ، وَ السَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ
“Puasa pada hari ‘Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapuskan (dengannya) dosa-dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang”
Jadi jelas perbedaannya bahwa puasa ‘Arafah tidak tergantung pada urutan hari dalam bulan Dzulhijjah, namun pada pelaksanaan wuquf di ‘Arafah.

3.   Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون
“Berbuka kalian adalah hari kalian berbuka dan penyembelihan kalian adalah hari kalian menyembelih” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2324, Al-Baihaqiy 1/251, Ad-Daaruquthniy 2/163; shahih. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4225].
فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون وعرفة يوم تعرفون
“Berbuka kalian adalah di hari kalian berbuka, penyembelihan kalian adalah di hari kalian menyembelih, dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/230 dan Al-Baihaqiy 5/176; shahih dari ‘Athaa’ secara mursal. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4224].
يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب
“Hari ‘Arafah, hari penyembelihan (‘Iedul-Adlhaa), dan hari-hari tasyriiq adalah hari raya kita orang-orang Islam. Ia adalah hari-hari makan dan minum” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2419 dan At-Tirmidziy no. 773; shahih].
Makna ’ penyembelihan kalian adalah hari kalian menyembelih’ dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah’ adalah mengikuti dan menyesuaiakan pelaksanakaan hari menyembelih dan pelaksanaan wuquf orang-orang yang melaksanakan haji di Makkah.

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
قَال أَصْحَابُنَا: وَليْسَ يَوْمُ الفِطْرِ أَوَّل شَوَّالٍ مُطْلقًا وَإِنَّمَا هُوَ اليَوْمُ الذِي يُفْطِرُ فِيهِ النَّاسُ بِدَليل الحَدِيثِ السَّابِقِ، وَكَذَلكَ يَوْمَ النَّحْرِ، وَكَذَا يَوْمَ عَرَفَةَ هُوَ اليَوْمُ الذِي يَظْهَرُ للنَّاسِ أَنَّهُ يَوْمَ عَرَفَةَ، سَوَاءٌ كَانَ التَّاسِعَ أَوْ العَاشِرَ قَال الشَّافِعِيُّ فِي الأُمِّ عَقِبَ هَذَا الحَدِيثِ: فَبِهَذَا نَأْخُذُ
“Telah berkata shahabat-shahabat kami (fuqahaa’ Syafi’iyyah) : Tidaklah hari berbuka (‘Iedul-Fithri) itu (mempunyai pengertian) hari pertama bulan Syawal secara muthlaq. Ia adalah hari dimana orang-orang berbuka padanya dengan dalil hadits sebelumnya (yaitu : ‘Berbuka kalian di hari kalian berbuka’). Begitu pula dengan hari penyembelihan (Yaumun-Nahr/’Iedul-Adlhaa). Begitu pula dengan hari ‘Arafah, ia adalah hari yang nampak bagi orang-orang bahwasannya hari itu adalah hari ‘Arafah. Sama saja apakah itu hari kesembilan atau hari kesepuluh. Asy-Syaafi’iy berkata dalam Al-Umm saat berkomentar tentang hadits ini : Maka dengan inilah kami berpendapat…..” [Al-Majmu’’, 5/26].
Hari yang nampak sebagai hari ‘Arafah adalah hari ketika orang-orang yang melaksanakan ibadah haji wuquf di ‘Arafah.

4.   Husain bin Al-Harts Al-Jadaliy pernah berkata :
أن أمير مكة خطب ثم قال : عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن ننسك للرؤية فإن لم نره وشهد شاهدا عدل نسكنا بشهادتهما ....
“Bahwasannya amir kota Makkah pernah berkhutbah, lalu berkata : ‘Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan kepada kami agar kami (mulai) menyembelih berdasarkan ru’yah. Jika kami tidak melihatnya, namun dua orang saksi ‘adil menyaksikan (hilal telah tampak), maka kami mulai menyembelih berdasarkan persaksian mereka berdua….” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2338; shahih].
Atsar di atas menunjukkan ru’yah hilal yang dianggap/dipakai untuk melaksanakan ibadah penyembelihan (dan semua hal yang terkait dengan haji) adalah ru’yah hilal penduduk Makkah, bukan yang lain. Dengan demikian, maka hadits tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu Amir Mekkah-lah yang menetapkan pelaksanaan manasik haji, mulai dari wuquf di ‘Arafah, Thawaf Ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar Jumrah, dan seterusnya. Atau dengan kata lain, penguasa yang menguasai kota Mekkah saat ini berhak menentukan wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah), pelaksanaan penyembelihan hewan kurban (10 Dzulhijjah), dan rangkaian manasik haji lainnya. Hal itu berarti negeri-negeri Islam lainnya harus mengikuti penetapan hari wukuf di Arafah, yaumun nahar (hari penyembelihan hewan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah) berdasarkan keputusan Amir Mekkah, atau penguasa yang saat ini mengelola kota Makkah.[3]

Wallaahu a’lam.
Itu saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.





[1] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/47-48, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H.

[2] Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أن الذبح بالمشاعر أصل، وبقية الأمصار تبع لمكة، ولهذا كان عيد النحر العيد الأكبر، ويوم النحر يوم الحج الأكبر.....‏
“Sesungguhnya menyembelih di masyaair adalah pokok, dan penyembelihan di tempat lain adalah mengikuti Makkah. Oleh karena itu hari raya penyembelihan (‘Iedul-Adlhaa) adalah hari raya yang besar. Hari penyembelihan adalah hari haji akbar…..” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 24/227].
Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah berkata :
ويكون تعجيل صلاة الأضحى بمقدار وصول الناس من المزدلفة إلى منى ورميهم وذبحهم -نص عليه أحمد في رواية حنبل- ؛ ليكون أهل الأمصار تبعاً للحاج في ذَلِكَ ؛ فإن رمي الحاج الجمرة بمنزلة صلاة العيد لأهل الأمصار
“Dan pelaksanaan shalat ‘Iedul-Adlhaa disesuaikan dengan sampainya orang-orang (yang melaksanakan ibadah haji) dari Muzdalifah menuju Mina, melempar jumrah mereka, dan penyembelihan mereka – hal ini dinyatakan oleh Ahmad dalam riwayat Hanbal - . Dan orang-orang yang ada di tempat lain, hendaknya mengikuti orang-orang yang berhaji dalam hal tersebut. Sesungguhnya waktu pelemparan jumrah oleh orang-orang yang melaksanakan haji di Muzdalifah, maka waktu itu adalah waktu pelaksanaan shalat ‘Ied bagi orang-orang yang ada di tempat lain” [Fathul-Baariy].

                     [3] Point ini dikutip dari Abu Hannan di :http://salafyitb.wordpress.com/2007/01/24/al-imam-ibnu-utsaimin-shaum-arafah-tidak-mengikuti-saudi/ --- komentar tanggl 22 Pebruari 2007.





Baca Juga


Penjelasan Hadis Puasa Arafah

Share this:

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes