Cerdik atau Licik? (Sebuah Kisah tentang "Pembalasan" 'Amr bin 'Ash terhadap 'Imarah bin Walid)

Pada tahun ke-6 dari kenabian, sebagian besar shahabat Rasulullah yang jumlahnya belum seberapa hijrah ke negeri Habasyah (Ethopia). Mereka hijrah karena menghindari tekanan orang-orang Quraisy yang semakin mengganas. Hingga mereka tidak bisa bebas menjalankan ajaran Islam yang baru mereka anut. 

Kepindahan mereka itupun ternyata membuat orang Quraisy tidak senang. Khawatir suatu saat mereka menjadi besar dan kuat kembali ke Makkah untuk menyerang. 

Untuk itu mereka mengutus seorang jago diplomasi untuk berunding dengan Najasyi - pemimpim Habasyah - supaya ia mau mengusir orang-orang Makkah yang sudah minta swaka politik kepadanya. Jago diplomasi itu adalah 'Amr bin 'Ash.

Pada waktu yang sudah direncanakan, 'Amr bin 'Ash berangkat ke negeri Habasyah menjalankan misinya dengan membawa hadiah dan oleh-oleh untuk Najasyi dari pimpinan Quraisy Makkah. Dia ditemani oleh 'Imarah bin Walid.

'Amr bin 'Ash sekalipun hidup di zaman jahiliyyah, ia adalah orang yang 'iffah, terhormat dan menjaga kesucian diri dari hal yang berbau seks bebas. Makanya ia berangkat ke Habasyah dengan didampingi istrinya. Sementara 'Imarah adalah seorang yang suka cabul dan main perempuan.

Untuk sampai ke negeri Habasyah mereka harus menyeberangi laut. Ketika berada di atas kapal, 'Imarah bin Walid suka mencolek istri 'Amr bin 'Ash. Kebiasaan buruknya tidak bisa ia atasi sekalipun kepada temannya sendiri.

Perbuatan jahil itu mendatangkan rasa cemburu di hati 'Amr bin 'Ash, sampai mereka berdua bertengkar. Dalam pertengkaran itu 'Imarah berhasil menceburkan 'Amr bin 'Ash ke laut. 

Namun ternyata 'Amr bin 'Ash seorang yang mahir berenang. Berkat usaha dan bantuan dari penumpang kapal lainnya, ia berhasil selamat dari tenggelam di laut. Dia bisa kembali ke atas kapal dengan selamat.

'Imarah berkata: Kalau aku tahu kamu pintar berenang, aku tidak akan menceburkanmu ke laut.

'Amr bin 'Ash bukanlah orang bertipe gegabah untuk membalaskan sakit hatinya. Ia dapat menahan perasaan sambil terus memutar otak mencari cara terbaik membalaskan dendamnya kepada 'Imarah bin Walid.

Dia menulis secarik surat untuk disampaikan kepada ayahnya Al 'Ash bin Wail. Nanti surat itu dititipkan kepada pemilik kapal yang akan kembali berlayar menuju tanah Arab, untuk selanjutnya dikirimkan melalui orang yang akan berkunjung ke Makkah untuk menziarahi Ka'bah. 

Isi suratnya kira-kira begini:

"Ayahnda, sesampainya surat ananda ini di tangan ayahnda, tolong segera ayahnda umumkan di depan Ka'bah bahwa ayahnda berlepas diri dari diriku sebagai anak ayahnda. Dan berlepas diri sari segala tindakan yang aku lakukan.

Hal itu disebabkan; sudah terjadi permasalahan antara dua orang laki-laki kesatria antara diriku dengan 'Imarah bin Walid. 

Sekian surat ananda. 

'Amr bin 'Ash.

Mendapat surat itu, ayahnya langsung ke Ka'bah dan melakukan sesuai pesan anaknya.

Singkat cerita.....Di negeri Habasyah....

Usaha 'Amr bin 'Ash bernegosiasi dengan Najasyi gagal. Najasyi tidak bersedia menyerahkan shahabat-shahabat Rasulullah yang datang hijrah ke negerinya kepada 'Amr bin 'Ash. Sebaliknya malah dilindungi dan diberi swaka politik. Hadiah yang dibawa 'Amr bin 'Ash pun ditolak oleh Najasyi. 

Sekalipun kecewa, sudah jauh-jauh datang tapi tidak membuahkan hasil, ia mendapatkan sesuatu yang sangat menguntungkan dirinya pribadi. Kondisi itu dimanfaatkan oleh 'Amr bin 'Ash untuk membalaskan dendamnya kepada 'Imarah bin Walid.

Perlu diketahui sebelumnya, setiap raja di zaman itu mempunyai parfum khas yang tidak boleh dipakai oleh orang lain. Kalau ketahuan ada yang memakai, akan dihukum berat, bahkan bisa-bisa dipenggal batang lehernya.

Karena sudah gagal membujuk Najasyi, 'Amr bin 'Ash berusaha mengadakan pertemuan khusus dengan para pendeta yang sebenarnya tidak setuju dengan pendapat Najasyi dan menaruh simpati kepada 'Amr bin 'Ash. Dalam pertemuan itu 'Amr bin 'Ash berkata:

"Sebagaimana yang kalian saksikan, usahaku untuk bernegosiasi dengan Najasyi supaya beliau mengembalikan kaumku yang hijrah ke sini sudah gagal. Aku tidak mungkin pulang ke Makkah tanpa ada hasil atau bukti bahwa aku sudah berusaha. Bisa saja kaumku menuduhku tidak pernah datang ke sini. 

Untuk itu aku minta bantuan kepada kalian para pendeta untuk mengambilkan sedikit parfum yang biasa dipakai Najasyi. Nanti akan aku gunakan sebagai bukti bahwa aku sudah sampai ke sini dan sudah berusaha. 

Sebagai imbalannya, semua hadiah yang aku bawa dari Makkah aku serahkan kepada kalian".

Mendengar permintaan yang sangat sederhana itu para pendeta menyanggupinya. Akhirnya 'Amr bin 'Ash berhasil mendapatkan parfum Najasyi.

Setelah seluruh urusan selesai, 'Amr bin 'Ash siap-siap untuk kembali ke Makkah. Sebelum kembali, ia berkata kepada 'Imarah bin Walid:

"Sebelum kita pulang, sudah selayaknya selaku tamu kita berpamitan kepada Najasyi. Aku sudah minta waktu untuk berjumpa dengannya. 

Sebelumnya aku juga sudah bertemu dengan beliau. Aku minta tanda bukti bahwa kita sudah datang ke sini menjalankan tugas. Berkat kemurahannya, beliau menghadiahiku sebotol parfum khas milik beliau. Apa kamu ingin memakainya sebelum kita berjumpa dengannya?"

Dengan semangat tanpa ragu 'Imarah mengiyakan dan langsung memakaikan parfum itu ke pakaian dan badannya. Dia merasa sangat bangga dan bahagia bisa memakai parfum Najasyi yang selama ini ia damba-dambakan. Sedangkan 'Amr sendiri tidak mau memakainya. Setelah itu mereka berdua datang ke istana Najasyi.

Di istana mereka sempat beramah tamah layaknya orang temanan. Karena memang sebelumnya 'Amr sudah akrab dengan Najasyi. Terakhir kali, sebelum berpisah mereka bersalaman dan saling memberikan penghormatan. Di sanalah Najasyi menjadi kaget, di saat ia mencium bau parfumnya tersimbah dari tubuh 'Imarah.

Najasyi bukanlah orang yang emosian. Pada giliran bersalaman dengan 'Amr bin 'Ash ia berbisik kepadanya: "Dari mana temanmu mendapatkan parfumku?"

'Amr bin 'Ash balas berbisik: 'Imarah adalah seorang yang suka cabul sebagaimana Anda saksikan dari tingkah dan gayanya. Baru saja dia melihat istri Anda, dia langsung tertarik. Parfum itu dia dapatkan melalui istri Anda yang berhasil dia rayu. 

Kontan Najasyi naik darah dan sangat marah. Tanpa sepengetahuan 'Imarah, ia memerintahkan tentaranya untuk menangkapnya. Selanjutnya ia memerintahkan untuk menyalib 'Imarah di tengah padang pasir, dan tubuhnya dijadikan mangsa binatang buas.

Berkat kecerdikan 'Amr, ia berhasil membalaskan dendamnya kepada 'Imarah tanpa susah payah dan tanpa melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan tuntutan dari keluarganya. Akhirnya riwayat 'Imarah tamat ditiang salib dan selanjutnya terkubur di perut binatang buas.

****

Kisah di atas saya kutip dari dinding fb Zulfi Akmal yang beliau dapatkan dari Prof. DR. Mahmud Helwa dalam pelajaran "Ilmu Rizal".

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin di antara kita juga pernah mengalamai hal yang sama dengan bentuk yang berbeda-beda. Kisah ini paling tidak bisa jadi pelajaran bagi kita yang "suka" menjaili orang lain. Bahwa setiap perbuatan buruk yang kita lakukan akan kembali (memberi efek buruk) kepada kita.

Bagi kita yang pernah dizhalimi oleh orang lain, balas dendam memang bukan ajaran yang baik. Tapi, kecerdikan (bagi yang tidak setuju boleh menyebutnya dengan kelicikan) yang dilakukan oleh  'Amr bin Ash' pada masa jahiliyahnya ini telah memberi spirit bagi kita bahwa selalu ada cara untuk "memberi pelajaran berharga" kepada orang yang menzhalimi kita.

'Amr bin Ash' adalah salah satu sahabat yang jago berdiplomasi. Sejarah juga mencatat kelihayan  'Amr bin Ash' dalam berdiplomasi ketika peristiwa arbitrase antara kubu 'Aliy bin Abi Thalib dan Mu'awwiyah bin Abi Sufyan yang dimenangkan oleh  'Amr bin Ash' sebagai utsan Mu'awwiyah.

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes