Saya meyakini bahwa saat sekarang ini, semua
komponen mesti bekerja sama untuk melihat persoalan yang sedang kita hadapi saaat ini dan bekerja sama juga mencarikan solusinya. Saya
berangkat dari apa yang kita hadapi di kampus STAIN Gajah Putih Takengon. Sebagai
contoh, bahwa di kampus kita ada krisis kemampuan membaca al-qur’an bagi
mahasiswa. Sebagai perguruan tinggi, kita tidak boleh berhenti hanya pada
pelaksanaan pengajaran al-Qur’an di kampus. Harus ada upaya yang dilakukan kampus
untuk mencegah banyaknya masyarakat kita yang tidak bisa membaca al-Qur’an.
Kampus harus bersinergi dengan unsur lain untuk mewujudkan cita-cita ini.
Bentuk sinergi itu bisa dengan upaya melakukan kajian dan penelitian yang
hasilnya bisa dijadikan pedoman oleh DPRK untuk menerbitkan qanun tentang baca
tulis al-Qur’an misalnya.
Selanjutnya, ulama mesti didengarkan. Harus
ada sinergi antara unsur umara dan ulama. Kalau pemimpin berjalan sendiri dan
Ulama hanya tunduk pada pemimpin, maka tentu apa yang ditetapkan pemimpin tidak
mendapat dukungan yang kuat dari ulama. Semestinya pemimpin harus bersinergi
dengan ulama.
Di Aceh Tengah pemahaman terhadap
syariat Islam tidak boleh sempit. Persoalan perceraian keluarga dan kenakalan
remaja mesti juga dipahami dari aspek keagamaan. Kita harus memikirkan
bagaimana caranya agar pendidikan dan pengamalan keagamaan bisa berjalan
maksimal di keluarga. Jadi, dimulai dari keluarga dulu. Jika keluarga sebagai
organisasi terkecil sudah dibenahi, maka akan mudah membenahi masyarakat yang
mereka adalah gabungan dari keluarga-keluarga yang ada.
Itulah penyampaian Joni Harnedi, M.IS, Dosen Jurusan Ushuluddin dan Dakwah STAIN Gajah Putih Takengon, Pada saat Seminar Dosen Jurusan Ushuluddin dan Dakwah STAIN Gajah Putih Takengon, Rabu, 23 Desember 2015 di Aula Biro STAIN Gajah Putih Takengon.
Post a Comment