Materi ini disampaikan pertama kali untuk kultum yang direkam oleh RRI Takengon pada hari Selasa, 5 Juni 2017
Sebelum
menjawab pertanyaan “Bolehkah Menunaikan Puasa, Tapi Tidak Shalat” izinkan saya
menyampaikan beberapa hal berikut:
Shalat adalah ibadah yang pertama dihisab di akhirat.
Shalat adalah ibadah yang pertama dihisab di akhirat.
إِنَّ
أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ
فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ
وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى: انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا
انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ”.
وَفِي رِوَايَةٍ :” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ
حَسَبَ ذَلِكَ ”
“Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya.
Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang
dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah
apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah
tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan
lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan)
seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR.
Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan
oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh
Adz Dzahabi)
Pada Hadis lain riwayat An-Nasa’i no. 3991 yang dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dari ‘Abdullah bin Mas’ud RA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ، وَأَوَّلُ مَا
يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ
“Perkara
yang pertama kali dihisab adalah shalat. Sedangkan yang diputuskan pertama kali
di antara manusia adalah (yang berkaitan dengan) darah.” (HR.
An-Nasa’i no. 3991. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Pembeda antara mukmin dengan orang yang tidak beriman adalah shalat
Pembeda antara mukmin dengan orang yang tidak beriman adalah shalat
Hadis dari
Jabir RA yang diriayatkan oleh Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ
وَبَيْنَ الشِّرْكِ والكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Sesungguhnya (HR. Muslim no. 134)
Dalam hadis
lain dari Buraidah yang di-ikhraj-kan oleh al-Tarmizi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Ikatan janji
di antara kami (umat islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat.
Maka barang siapa yang meninggalkan shalat, berarti dia telah menjadi kafir. (H.R. al-Tirmizi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan sahih).
Allah menyediakan neraka Saqar bagi orang yang tidak shalat, dan neraka Wail bagi orang yang melalaikan shalat.
Allah menyediakan neraka Saqar bagi orang yang tidak shalat, dan neraka Wail bagi orang yang melalaikan shalat.
Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah al-Mudatsir ayat 42 sampai 43
مَا
سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا
لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
"Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.
Dalam Surah
al-Ma’un Allah menyebutkan
فَوَيْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ
عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ
هُمْ يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ
الْمَاعُونَ
Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang
berguna
Di akhirat
pilihannya hanya ada dua, surga dan neraka. Bagi yang tidak shalat Allah
sediakan neraka. Bahkan bagi yang melalaikan shalat juga Allah sediakan neraka.
Sebaliknya bagi mereka yang mengerjakan shalat Allah masukkan ke dalam surga.
Lalu
bagaimana dengan pahala puasa yang dilakukan? Urusan pahala hak prerogatif
Allah. Bukankah masih ada iman dalam diri orang yang berpuasa/ sebagai
buktinya, mereka masih mau melaksanakan puasa yang memang diwajibkan kepada
orang yang beriman.
Dari beberapa
informasi syara’ di atas cukup sebagai pertimbangan bagi kita yang berpuasa di
bulan ini, namun tidak mau melaksanakan shalat. Ada kemungkinan puasa yang
dilakukan hanya karena ikut-ikutan disebabkan orang lain berpuasa. Mungkin
karena perasaan malu jika tidak berpuasa. Jika demikian adanya kita, maka iman
itu belum sepenuhnya ada pada diri kita. Wajar kiranya, jika disebut orang yang
tidak shalat sebagai orang yang tidak beriman. Dalam bahasa hadis Jabir di atas
disebut kafara. Jika
seorang dihukum kafara, apakah diterima puasanya? Bagaimana
status ibadah orang yang kafir?
Atau juga disebutkan oleh Allah orang yang malas shalat sebagai orang yang munafiq. Firman Allah Surah An-Nisa ayat 142 ketika menyebutkan di antara indikasi orang munafik
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ
قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.
So, sudahkah
kita menemukan jawabannya?
Wallahu a’lam.
Terakhir, mari kita mohonkan semoga kita tetap istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah. Semoga shalat dan puasa yang kita kerjakan diterima Allah. Amin
Wallahu a’lam.
Post a Comment