Al-Qur’an diturunkan pertama kali di Mekkah di gua Hira’. Ulama sepakat mengatakan bahwa wahyu pertama turun ini adalah surah Al-‘Alaq lima ayat pertama. Namun, para ulama berbeda pendapat menentukan wahyu kedua dan seterusnya.
Ada dua pendapat populer yang sampai kepada kita di antaranya pendapat yang disampaikan oleh al-Biqa’iy dan juga oleh Ibn Nazhim. Di kalangan orientalis juga ada perbedaan pendapat tentang wahyu kedua dan seterusnya ini. misalnya, Noldeke dan Weil.
Hal menarik dari kajian wahyu-wahyu awal ini di antaranya adalah bahwa Allah tidak memperkenalkan sebutan “Allah” pada wahyu-wahyu awal ini. Yang ada justru Allah menyebutkan dirinya dengan kata “Rabb” (Rabbuka, Rabbaka, Rabbika, Rabbana, Rabbahu, Rabbahum).
Merujuk susunan al-Biqaiy yang dikutip Quraish Shihab, bahwa lafal “Allah” baru ditemukan pada wakyu keenam. Wahyu pertama al-‘Alaq 1-5 Tuhan menyebut diri-Nya dengan istilah rabbika pada kata iqra’ bi ismi Rabbika dan rabbuka pada ayat iqra’ warabbuka al-akram.
Wahyu kedua surah al-Qalam. Tidak ditemukan lafal Allah pada surah ini. Yang ada justru 4 kali lafal rabbika, 3 kali rabbana, 2 kali, rabbahu dan 1 kali rabbahum. Wahyu ketiga surah al-Muzammil. Ditemukan 2 kali berulang lafal rabbika. Memang ditemukan ada 7 kali lafal Allah pada ayat terakhir surah ini. Namun ayat terakhir itu bukan rangkaian wahyu awal, tapi justru turun di periode Madinah karena ayat itu berbicara terkait keterlibatan para sahabat dalam peperangan. Peperangan pertama baru terjadi pada tahun kedua hijriah.
Wahyu keempat surah al-Muddatstsir ayat 1-7. Pada wahyu ini ditemukan kata rabbaka dan rabbika masing-masing1 kali. Wahyu kelima yaitu surah al-Lahab. Dalam surah ini tidak ditemukan lafal Allah dan juga lafal rabb. Wahyu keenam surah al-Takwîr yang juga tidak ditemukan lafal Allah dan juga lafal rabb. Memang ada disebutkan lafal Allah dan Rabb al-alamin pada ayat terakhir surah ini. Namun berdasarkan riwayat Ibnu Jabir, Ibnu Hatim dan Ibnu al-Munawwir, ayat terakhir ini turun terpisah dari ayat-ayat sebelumnya.
Baru pada wahyu ketujuh yaitu surah Sabbihisma/ al-A’la ada penyebutan lafal Allah sekali yaitu pada ayat ketujuh, illâ mâ syâ Allâh. Ayat pertama sampai kelima surah ini menjelaskan sifat dan perbuatan Allah. Ungakapan lafal Allah pada surah ini bukan ungkapan pertama. Ia ada pada ayat ketujuh. Justru ayat pertama surah ini adalah perintah untuk mensucikan nama Tuhanmu Yang Paling Tinggi (sabbihisma Rabbikal-A’lâ). Pada ayat keenam dan ketujuh Allah katakan bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak akan lupa terhadap bacaan al-Qur’an. Kemungkinan lupa jika Allâh menghendaki (illâ mâ syâ Allâh).
Inilah lafal Allah pertama disebutkan dalam rangkaian awal wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Penyebutan lafal Allâh pada ayat ini sebelumnya didahului dengan lafal Rabbika dan juga didahului dengan penyebutan sifat dan perbuatan Rabb tersebut.
Jika diteruskan penelusuran pada wahyu kedelapan dan seterusnya (8 Alam Nasyrah, 9 Al-‘Ashr, 10 Al-Fajr, 11 al-Dhuha, 12 Al-Lail, 13 Al-‘Âdiyât, 14 Al-Kautsar, 15 Al-Takwîr 16 Al-Takâtsur, 17 Al-Mâun, dan 18 Al-Fîl), tidak ditemukan lafal Allâh. Baru pada wahyu ke-19 ditemukan lafal Allâh yaitu surah Al-Ikhlâsh. Lafal Allâh pada surah ini justru penjelasan terhadap pertanyaan kaum musyrikin tentang Tuhan yang diserukan untuk disembah oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan tegas wahyu ini menjawab bahwa Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW. adalah Allâh Yang Maha Esa. Kepada-Nya segala sesuatu bergantung. Dia tidak bapak dari seseorang dan juga bukan ana dari seseorang. Dia tidak serupa dengan sesuatu apapun.
Mengapa Allah tidak sebutkan diri-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan lafal Allâh pada wahyu-wahyu awal?
Pada penyampaian terdahulu pernah disampaikan bahwa istilah Allah sudah biasa digunakan oleh orang Musyrikin Mekkah jauh sebelum Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, Allah yang mereka maksud berbeda dengan Allâh yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an menginformasikan bahwa dalam keyakinan orang jahiliyah Mekkah waktu itu ada hubungan tertentu antara Allah dan Jin sebagaimana diinformasikan dalam surah al-Shaffât 158-159
وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ(158) سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ (159)
158. Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka ). 159. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.
Dalam keyakinan mereka Allah memiliki anak-anak wanita sebagaimana diinformasikan dalam surah
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا (40)
40. Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).
Dalam konteks penyembahan, menurut mereka bahwa mereka tidak dapat berkomunikasi secara langsung kepada Tuhan. Oleh karena itu perlu menyembah malaikat dan berhala sebagai perantara mereka dengan Allah. Hal ini diinformasikan dalam surah Al-Zumar ayat ketiga
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ(3)
3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Jika dilihat wahyu pertama turun misalnya, Allah menyebut dengan istilah Tuhanmu (Iqra’ bismi rabbika dan iqra’ wa rabbuka al-Akram). Ini membedakan bahwa Tuhanmu bukanlah tuhan yang dipersepsikan oleh orang jahiliyah.
Aisyah ‘Abd al-Rahman, yang populer dengan sebutan Bint al-Syâti’, menyebutkan bahwa pengungkapan lafal Rabbika dan Rabbuka pada surah Al-‘Alaq ini dengan maksud bahwa Tuhan yang memerintahkan membaca pada wahyu pertama turun ini adalah Tuhanmu, bukan sebagaimana tuhan yang dipersepsikan oleh banyak orang di saat itu. Lebih lanjut menurut Bint al-Syâti’, pengungkapan ini untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW. dekat dengan Tuhan dan dalam penjagaan Tuhan.
Itulah mengapa wahyu pertama ini tidak berbunyi “iqra’ bismillah”. Namun bukan berarti bahwa perintah memulai segala sesuatu dengan menyebut nama Allah adalah tidak berasal dari spirit ajaran wahyu pertama ini. Justru wahyu pertama ini memerintahkan untuk memulai sesuatu dengan didasarkan atas nama Allah. Wa Allâh A’lam bi al-shawâb.
Itulah mengapa wahyu pertama ini tidak berbunyi “iqra’ bismillah”. Namun bukan berarti bahwa perintah memulai segala sesuatu dengan menyebut nama Allah adalah tidak berasal dari spirit ajaran wahyu pertama ini. Justru wahyu pertama ini memerintahkan untuk memulai sesuatu dengan didasarkan atas nama Allah. Wa Allâh A’lam bi al-shawâb.
Terkait hal ini di lain waktu in syâ’a Allâh akan diulas. Sebagaimana dalam kajian ini juga belum dibahas lebih lanjut tentang makna Rabb yang dari akar kata ini banyak kata mucul termasuk ada kata tarbiyah yang populer dengan makna pendidikan. In syâ’a Allâh di lain waktu dan kesempatan akan diulas.
Terimakasih pembahasannya menambah wawasan saya tentang agama ini, Alhamdulillah
ReplyDelete