MENUJU MASYARAKAT YANG SANTUN, AMANAH DAN SEJAHTERA
Oleh:
Al Yasa` Abubakar, Prof. Dr.
(Naskah Khutbah Hari Raya Idul Fitri 1439, Lapangan Kantor
Bupati Aceh Tengah, Takengon, Jumat, 15 Juni 2018)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdu lillahi rabbil`Alamin; nahmaduhu wa nasta`inuhu, wa nastaghfiruhu
min syururi anfusina wamin sayyi’ati a`malina; man yahdihil—Lahu fa la mudhilla
lah, waman yudhlilhu fa la hadiya lah.
Ash-shalatu was-salamu `ala Muhammadin-il ladzi bu`itsa li-utammima
makarima-l akhlaq, wa `ala alihi wa ashhabihi waman tabi`ahum bi-ihsanin ila
yawmi-d din.
Asyhadu alla’ilaha illa-llahu wa asyhadu anna muhammadan Rasulullahi;
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar kabira walhamdu lillahi katsira wa subhanallahi bukrata-w wa
ashila;
La-ilaha illallahu wahdahu, shadaqa wa`dahu, wa nashara `abdahu wa a`azza
jundahu wa hazama-l ahzaba wahdah.
La-ilaha illallahu wallahu akbar Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Puji dan syukur kita persembahkan ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta`ala; yang Maha Mengatur dan Menjaga Kehidupan dengan penuh
perhitungan, yang selalu berbuat adil dan bijaksana; yang Maha Menentukan Nasib
dan Membagi Rezeki dengan rahmat dan kasih sayang, yang memberikan akal dan nafsu
kepada manusia agar mereka dapat memilih jalan lurus yang akan membawa mereka
kepada kebahagiaan, dan dapat menghindarkan diri dari jalan sesat dan buntu
yang akan membawa mereka kepada kegagalan dan penyesalan. Puji dan syukur untuk
Zat yang menurunkan rahmat dan cobaan, yang memberi tantangan dan peluang, yang
menerima taubat tetapi juga menurunkan siksa; Zat yang selalu jaga, selalu mengawasi,
tidak pernah tidur, tidak pernah lalai, tidak pernah silap, dan tidak pernah
lupa.
Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan
umat;; Nabi Muhammad yang diutus Allah kepada umat manusia untuk
mengajarkan akhlak dan perilaku yang
baik; yang dikirim Allah sebagai rahmat untuk seluruh alam, yang diberi kitab suci sebagai pedoman untuk mensejahterakan
dan membahagiakan manusia di dunia dan di akhirat; shalawat dan salam juga kita
sampaikan kepada keluarga Rasul dan para Sahabatnya, yang telah berjuang dengan
harta dan nyawa untuk membela Rasulullah dalam menyebarkan Islam; shalawat dan
salam juga kita sampaikan kepada para pengikut beliau yang patuh menjalankan
ajaran Al-qur’an sampai ke akhir zaman kelak.
Firman Allah dalam Al-qur’an, Al-Baqarah
ayat 185:
Ya Ayyuha-l ladzina amanu kutiba
`alaykum-ush shiyamu kama kutiba `ala-l ladzina min qablikum la`allakum
tattaqun.
Hadirin dann hadirat jamah shalat Idul Fitri yang berhadir.
Ada beberapa hikmah
puasa Ramadhan dan hari raya yang perlu kita raih. Namun pada kesempatan
sekarang khatib ingin memusatkan perhatian pada dua buah saja, yang akan kita
ulas untuk kita renungkan dan kita upayakan meraihnya. Pertama sekali kemampuan
untuk memaafkan dan kemampuan untuk meminta maaf, sehingga setelah puasa dan
hari raya ini kita menjadi orang yang bersih dari dosa. Yang kedua, kemampuan
untuk menahan diri, menjaga emosi, dan mengendalikan perasaan; termasuk kedalamnya
kemampuan untuk merasa selalu diawasi dan keyakinan bahwa semua yang kita
kerjakan harus kita pertanggungjawabkan.
Harapannya setelah
puasa selesai kita menjadi orang yang lebih berkualitas dari sebelumnya, lebih
setia dan lebih bertanggung jawab kepada keluarga, lebih bertanggung jawab dan
lebih amanah untuk semua yang dipercayakan kepada kita, dan menjadi lebih
terbuka dalam pergaulan; sehingga kehadiran kita selalu memberi rahmat dan
mendatangkan manfaat. Marilah kita berusaha agar kehadiran kita tidak
menyebabkan pertengkaran bagi orang di sekeliling kita, kehadiran kita tidak
menjadikan keluarga atau masyarakat retak dan bahkan terbelah.
Saya yakin semua
kita berharap rangkaian ibadat yang kita lakukan dalam bulan Ramadhan serta
saling maaf memaafkan pada hari raya Idul Fitri yang mulia ini, akan menjadikan
kita bersih dari dosa kepada Allah dan bersih juga dari dosa kepada sesama
manusia. Puasa yang kita lakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh akan
menjadikan kita mempoleh derajat taqwa, derajat paling tinggi yang dapat
dicapai seorang muslim dalam hubungannya dengan Khalik sang Pencipta, sesuai
dengan ayat yang tadi sudah dibacakan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Ada dua hadis sahih
yang akan khatib kutip. Hadis pertama, Nabi bersabda man qama Ramadhana imanan wa-h tisaban ghufira lahu ma taqadama min
dzanbihi. Maknanya lebih kurang, barangsiapa melakukan puasa dan amalan
lainnya (terutama shalat tarawih, witir, sedekah, zakat fitrah) pada bulan
Ramadhan dengan penuh keimanan dan kesadaran, maka
dia akan memperoleh ampun atas semua dosa masa lalunya. Penuh keimanan artinya melakukan
puasa dengan sungguh-sungguh karena ingin mematuhi perintah Allah; penuh
kesadaran artinya melaksanakannya dengan baik dan benar, sesuai dengan rukun
dan syaratnya dan lebih dari itu tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan
dosa. Hadis kedua berunyi, as-shiyamu junnah, fa-la yarfats, wa-la yajhal,
wa-in-im ru’un qatalahu aw syatamahu, fa-l-yaqul inni sah’im marratayn.
Maknanya, puasa itu ibarat perisai (benteng) sehingga orang yang berpuasa tidak
mengeluarkan kata-kata kotor atau mencaci maki. Kalau ada orang mengajaknya
bertengkar/berkelahi atau mencaci makinya, maka dia hanya menjawab “saya sedang
puasa”. Maksudnya kalau orang melakukan puasa dengan benar dan sungguh-sungguh
dia tidak akan bertengkar ataupun mengeluarkan kata-kata kotor. Kalau ada orang
mengejeknya atau mengajaknya bertengkar, atau mengajaknya berbuat salah, maka
dia akan menjawab saya sedang puasa. Tidak akan melayani lebih dari itu.
Menurut dua hadis ini, agar pahala atau nilai tambah dari puasa kita menjadi sempurna, yaitu menghapus dosa masa lalu dan
adanya peningkatan kualitas diri di masa depan, maka
kita harus
melakukan dua hal. Pertama di samping melakukan puasa, shalat tarawih, membaca Al-qur’an dan i`tikaf dengan khusyuk, kita juga
harus meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita rugikan
atau kita sakiti hatinya secara tidka sah, karena Allah tidak akan mengampuni
dosa kepada manusia sebelum kita meminta maaf atau dimaafkan oleh orang yang
bersangkutan. Kedua, puasa yang kita lakukan beserta rangkaian ibadah lainnya,
menjadikan kita lebih mampu, bahkan benar-benar mampu menahan diri dari
perbuatan dosa. Kemampuan ini muncul karena puasa yang kita lakukan menjadikan
kita semakin yakin bahwa Allah SWT. mengawasi kita secara terus menerus, dan
lebih dari itu, pada satu saat nanti, kita musti mempertanggung-jawabkan semua
pekerjaan dan perilaku kita.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Dosa (termasuk utang) kepada sesama manusia tidak akan
diampuni oleh Allah Swt. sebelum dimaafkan oleh orang yang bersangkutan. Dosa
kepada sesama manusia adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. Ada
yang dalam bentuk materil seperti utang yang terlambat dilunasi atau sama
sekali tidak dilunasi, mengambil harta atau hak orang lain, seperti memindahkan pagar
batas tanah secara tidak sah. Ada yang dalam bentuk moril seperti berlaku tidak
adil, menuduh secara salah, mencemarkan nama baik, memanggil seseorang dengan
nama atau gelar yang buruk atau tidak dia sukai, berbuat zalim dan aniaya (seperti
menggunakan kekuasaan untuk menghalangi hak atau kesempatan yang seharusnya
didapat oleh seseorang) dan sebagainya. Kalau kita terlanjur membuat kesalahan kepada
seseorang, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, maka kita harus meminta
maaf secara patut dan sungguh-sungguh kepada orang yang bersangkutan, dan baru
setelah itu kita meminta ampun kepada Allah Swt.
Permintaan ini harus disampaikan secara patut, tulus dan
sungguh-sungguh, sebab ada permintaan maaf yang dilakukan seseorang hanya
secara basa basi; tidak secara sungguh-sungguh apalagi tulus. Misalnya sekedar
bersalaman ketika berjumpa di jalanan atau tempat upacara. Ada juga yang
meminta maaf secara serius, tetapi setelah dimaafkan, dia mengulangi kembali
kesalahan tersebut. Ada juga orang yang minta maaf dengan setengah memaksa, misalnya denan cara memintanya di depan orang
ramai. Kalau kita tidak meminta maaf secara patut, tulus dan sungguh-sungguh
atas kesalahan yang kita lakukan kepada seseorang, maka wajar sekali sekiranya orang
tersebut tidak memaafkannya dan karena itu Allah pun tidak akan mengampuninya,
dan itu berarti puasa yang kita lakukan tidak dapat mengampuni semua dosa masa lalu kita.
Karena itu khatib mengajak semua kita, agar pada hari baik
dan bulan baik ini, semua kita saling berkunjung
bersilaturrahim, untuk meminta maaf dan memberikan maaf. Permintaan maaf dan
pemberian maaf yang tulus pertama-tama hendaklah kita minta dan kita berikan
kepada keluarga dekat, orang-orang yang
paling banyak berhubungan dengan kita, orang yang paling kita kasihi dan
sayangi, yaitu pasangan hidup serta anak dan orang tua; setelah
itu baru kepada kerabat dan tetangga dekat lainnya; setelah itu kepada teman
kerja dan sejawat, kepada handai dan taulan; dan setelah itu kepada semua orang
yang pernah berhubungan dengan kita. Jangan gengsi
tidak mau atau malu meminta maaf, begitu juga sebaliknya tidak mau memberi
maaf, karena menganggap kedudukan kita lebih tinggi dari orang tersebut.
Kita perlu meminta maaf kepada pasangan hidup dan keluarga dekat, karena biasanya kepada merekalah kita banyak
berbuat dosa. Kewajiban kepada merekalah yang mungkin sekali tidak kita penuhi.
Hati merekalah yang banyak kita sakiti. Sebagai suami atau ayah, sudahkah kita
memberikan nafkah, perlindungan dan kasih sayang; begitu juga sebagai isteri
atau ibu, sudahkah kita memberikan perhatian, ketenteraman, kasih sayang dan
perlindungan. Sudahkah kita berlaku adil kepada semua anak-anak kita; sudahkah
kita memberikan contoh dan teladan yang baik kepada mereka; sudahkah kita
memberikan motivasi, dorongan dan semangat
sehingga anak-anak kita menjadi orang yang jujur, rajin, suka bekerja
keras, suka memaafkan dan pandai berkerja sama. Sudahkah kita berperilaku jujur
dan tulus kepada pasangan kita masing-masing; apakah kita selaku suami selalu
membawa rejeki yang halal ke rumah kita masing-masing; apakah kita selaku
isteri telah mengelola ekonomi rumah tangga dengan hemat; sudahkah kita menjaga
rahasia rumah tangga dengan baik; pernahkah kita membohongi atau mengkhianati pasangan;
pernahkah kita memaksa mereka, mengancam mereka, menyakiti hati mereka dan
seterusnya. Sudahkah kita memberikan perhatian,bakti dan menyantuni ayah dan
ibu serta mertua kita. Sebagai
manusia tentu kita tidak sempurna. Paling kurang kita melakukan kesalahan tersebut
secara tidak sengaja. Karena itu kita perlu meminta maaf denan
tulus dan sungguh-sungguh.
Satu hal lagi yang sangat penting untuk diingat, sesudah kita
saling memaafkan, jangan lagi membuat dosa baru dengan menyakiti hati orang
lain. Jangan lagi menggunakan kata-kata kasar, jangan memfitnah, jangan menyebarkan
kabar bohong. Jangan menuduh tanpa alasan yang jelas dan juga jangan memaksakan
kehendak, ingin selalu menang dan tidak mau disalahkan. Tumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang
yang tulus kepada pasangan hidup, kepada anak-anak, cucu-cucu, orang tua ataupun mertua; kepada semua kerabat dalam
keluarga besar, semua tetangga sekampung, dan semua kolega di tempat kerja.
Dalam Al-qur’an surat al-Hujurat ayat 10, 11 dan 12, Allah berfirman
yang maknanya lebih kurang: Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu saling bersaudara. Hendaklah kalian mendamaikan saudara
kalian yang berselisih. Taatlah kepada Allah, mudah-mudahan kalian akan diberi
rahmat.
Wahai orang-orang mukmin, janganlah satu kelompok
merendahkan kelompok lainnya. Boleh jadi kelompok yang direndahkan itu lebih
baik dari kelompok yang merendahkan. Janganlah seorang perempuan merendahkan
perempuan lainnya, boleh jadi perempuan yang direndahkan itu lebih baik dari
perempuan yang merendahkan. Janganlah kalian mencela sesama mukmin secara
sembunyi-sembunyi. Jangan pula kalian menggunakan panggilan (gelar) yang
buruk-buruk. Seburuk-buruk panggilan kepada orang yang beriman adalah panggilan
masa jahiliah. Siapa saja yang tidak mau bertaubat dari dosanya maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wahdah shadaqa wa`dah wa nashara `abdahu. Wa a`azza
jundahu wa hazama-l ahzaba wahdahu.
Lailaha illa-llahu wallahu Akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Untuk hikmah yang kedua, puasa yang kita lakukan
hendaknya mampu menimbulkan perasaan dan keyakinan bahwa kita selalu dalam
pengawasan dan pada satu saat nanti wajib mempertanggungjawabkan semua yang
kita kerjakan. Puasa hendaknya dapat menimbulkan keyakinan pada kita bahwa
semua yang kita kerjakan diawasi dan karena itu akan diketahui dan diberi
ganjaran. Perbuatan baik akan mendapat ganjaran baik dan perbuatan buruk akan
mendapat ganjaran buruk. Kita musti mempertanggungjawabkan semua perilaku dan
perbuatan kita. Keyakinan tentang adanya pengawasan dan kewajiban bertanggung
jawab seharusnya sanggup menjadikan kita patuh pada peraturan, tidak melakukan
pelanggaran, tidak mau berbuat curang, tidak mau berbohong, dan seterusnya.
Dengan kata lain puasa seharunya menjadikan kita tidak mau dan tidka akan
berani melakukan dosa.
Berbohong
dan mengumpat adalah perbuatan dosa; mencuri dan menipu adalah pebuatan dosa,
meminum khamar atau mengkonsumsi narkoba adalah perbuatan dosa. Kapan saja
dikerjakan, perbuatan-perbuatan di atas akan menjadikan pelakunya berdosa.
Tetapi menurut
hadis di atas tadi, kalau dilakukan dalam
Ramadhan, di samping memperoleh dosa, perbuatan-perbuatan tersebut akan
menghilangkan pahala puasa. Jadi orang yang mengumpat dalam bulan Ramadhan, di
samping memperoleh dosa karena mengumpat, menjadikan puasa yang dia lakukan
kehilangan pahala. Dengan istilah dagang, puasa tersebut tidak memberikan keuntungan, tetapi hanya
sekedar pulang modal atau tidak rugi. Dengan kata lain puasa tersebut tidka memberikan nilai tambah kepada
pelakunya.
Hikmah yang kedua ini perlu lebih kita
renungkan, karena dalam hidup keseharian di tengah masyarakat, masih kita
temukan banyak perbuatan buruk seperti penipuan, kecurangan, pungli dan sogok
menyogok, berbagai kezaliman dan sifat tidak bertanggung jawab, yang pada satu
saat nanti pasti merugikan diri sendiri,
setelah bulan puasa kita lalui. Dalam adat Gayo ada beberapa sifat buruk yang
seharusnya kita hindari, tetapi masih kita temukan di tengah masyarakat,
seperti suka mencampuri urusan orang lain, coco, celo,
sifat pengecut, geson, peterih, sifat pemalas, merke,
tayuh, suka lepas tangan dan tidka mau bertanggungjawab, nume
aku, gere mukemel.
Menurut khatib, kuat dugaan seseorang
berani melakukan perbuatan buruk, berani melanggar hukum, tidka takut kepada
dosa, adalah karena dua hal. Pertama dia tidak pernah diajari dan karena itu
tidak tahu bahwa dia selalu diawasi dan pada satu saat nanti musti
mempertanggung jawabkan semua pekerjaan dan perilakunya. Kedua, sebagai akibat
dari yang pertama keimanan atau keyakinan bahwa dia diawasi dan musti
mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya, relatif rendah dan bahkan tidak ada
sama sekali. Jadi dia tidka yakin bahwa perbuatan buruk yang dia lakukan pada
akhirnya nanti pasti mendapat balasan buruk dan perbuatan baik yang dia lakukan
pada akhirnya nanti pasti mendapat balasan baik. Dengan dua sebab ini, walaupun
kita katakan kepada seseorang bahwa dia diawasi dan akan dihukum kalau berbuat
salah, dia tidak akan takut karena tidak tahu dan lebih
parah lagi dia tidka takut karena tidka percaya.
Menurut khatib kita perlu mengajar, mendidik
dan menanamkan keyakinan yang kuat kepada generasi muda kita bahwa manusia
dalam hidup selalu diawasi dan pada satu saat nanti musti
mempertanggungjawabkan semua perilaku dan perbuatannya, dan akan diberi imbalan
sesuai dengan perbuatan tersebut. Firman Allah dalam surat al-Zilzalah:
Fa man ya`mal mitsqala dzarratin khayran yarah wa man
ya`mal mitsqala dzarratin syarran yarah.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu Akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd
Khatib melalui khutbah singkat ini
mengajak semua jamaah untuk merenung dan berpikir, apa yang perlu dan sebaiknya
kita lakukan bagi anak-anak dan cucu-cucu kita para generasi muda, agar mereka
mempunyai keyakinan yang kuat bahwa mereka selalu diawasi dan pada satu saat
nanti musti mempertanggungjawabkan semua pekerjaan dan perilakunya. Perilaku
baik akan mendapat imbalan baik dan perilaku buruk akan mendapat imbalan
buruk.
Pembentukan kebiasaan dan penanaman
sifat-sifat, apakah yang akan ditanam tersebut sifat yang baik ataupun sifat yang
buruk, lumrahnya selalu terjadi secara berangsur-angsur, dimulai dari masa
kanak-kanak di tengah keluarga, yang lantas diperkuat oleh sekolah dan
disempurnkan oleh masyarakat. Begitu juga perasaan dan keyakinan pada seseorang
bahwa dia selalu diawasi dan musti mempertanggung-jawabkan semua yang sudah dia
kerjakan, musti diajarkan dan dicontohkan kepada mereka sejak masa kanak-kanak di
dalam keluarga, diperkuat oleh sekolah dan dimatangkan oleh masyarakat.
Karena dianggap penting, Khatib mohon
izin, untuk memberikan sebuah ilustrasi mengenai cara menanamkan nilai dan
keyakinan bahwa semua kita diawasi dan semua pekerjaan dan perilaku kita akan
dimintai pertanggunganjawab. Mungkin semua orang tua
memberikan jajan kepada anaknya setiap pagi hari ketika anaknya pergi ke
sekolah. Tetapi apakah kita pernah bertanya kepada anak kita bagaimana dan untuk
apa uang tersebut dia gunakan. Menurut khatib dengan cara ini kita sudha
mengajari dan memberi tahu anak bahwa dia diawasi dan musti memberi penjelasan
atas pekerjaan yang dia lakukan. Pekerjaan menanyakan uang jajan bisa kita
lanjutkan dengan menanyakan pelajaran sekolah, memeriksa tugas-tugas, buku-buku dan isi tas, meminta anak bercerita tentang kegiatan harian dan temannya
bermain, penggunaan HP dan sebagainya. Syukur kalau kita sudah pernah
melakukannya, apalagi kalau menanyakannya secara rutin. Tetapi kalau ada ayah
dan ibu yang belum melakukannya khatib menghimbau agar hal itu dilakukan. Anak
tidak akan menolak kalau hal ini sudah dilakukan sejak anak kelas satu MIN atau
SD. Tapi dia akan terkejut dan mungkin menolak kalau kegiatan ini dilakukan secara tiba-tiba, ketika dia sudah di bangku SMU atau MAN.
Si anak akan merasa kebebasannya terganggu. Si anak akan merasa bahwa ayah dan
ibunya tidak berhak memeriksa tas sekolah
atau barang milik pribadinya. Lebih dari itu mungkin
sekali si anak akan sangat terkejut dan bahkan tidka siap sama sekali ketika
ketika pengawasan baru dia terima sesudah sesudah dia dewasa, ketika dia bekerja, dilakukan oleh atasannya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu Akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Hadirin hadirat Jamaah Idul Fitri
yang dirahmati Allah.
Di pihak lain ada orang tua yang
membiarkan anaknya mengambil uang lebih ketika disuruh membeli sesuatu. Ayah
atau ibu merasa puas ketika anak menyerahkan barang yang tadi disuruh dia beli sehingga tidak bertanya kepada anak berapa harga barang yang dia
beli dan berapa sisa uangnya. Ayah atau ibu tidak meminta anak menyerahkan uang
sisa tersebut, mungkin menganggapnya “sebagai upah” atau
mengagapnya tidak apa-apa, karena jumlahnya relatif kecil/sedikit. Menurut
khatib, perbuatan ini kalau sering dilakukan sehingga menjadi semacam
kebiasaaan, maka secara tidak langsung sudah mengajari anak untuk tidak amanah,
yaitu boleh mengambil sisa uang apabila pekerjaan sudah dilakukan.
Ilustrasi di atas bisa dilanjutkan
dengna banyak contoh lain, bagaimana orang tua secara sadar atau tidka telah
mengajari anaknya untuk merasa tidak akan diawasi dan tidak perlu
mempertanggungjawabkan perilaku dan perkerjaan yang dipercayakan kepadanya.
Dengan kata lain, anak tersebut telah diajari bahkan dibiasakan untuk boleh tidka
amanah. Pada tataran selanjutnya, kebiasaan ini akan menjadikan anak merasa
boleh membiarkan pekerjaannya terbengkalai, boleh ditinggalkan secara begitu
saja dan dia tidak akan peduli apakah
perbuatan itu akan merugikan orang lain atau tidak.
Kalau hal ini terbentuk menjadi
kebiasaan di tengah masyarakat, maka berbagai penyakit masyarakat akan muncul,
seperti kebiasaan untuk berbuat curang, menipu, mencuri, sampai kepada
terjadinya keretakan rumah tangga yang akan berujung pada perselingkuhan,
perceraian dan penelantaran anak-anak.
Kalau perilaku buruk di atas sudah
menjadi sifat dan kebiasaan seseorang, maka puasa Ramadhan tidak akan mampu menjadi penangkal yang dapat mengubah orang
tersebut dari berperilaku buruk menjadi berperilaku baik secara tiba-tiba.
Menurut penulis puasa Ramadhan akan memberikan nilai tambah, akan dapat
membangun dan mengarahkan seseorang
meningkatkan kualitas diri dan setelah itu kualitas masyarakat menjadi masyarakat
yang santun amanah dan sejahtera, apabila arah pendidikan dan pembentukan nilai di dalam keluarga dan masyarakat telah
sejalan dengan keinginan Al-qur’an. Kalau pendidikan tidka diarahkan dan
kebiasaan di dalam masyarakat dibiarkan liar tidak terkendali, maka salah satu
hikmah dan tujuan berpuasa, yaitu terbentuknya masyarakat yang santun dan
amanah menuju masyarakat yang sejahtera sukar akan tercapai.
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu akbar,
Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Untuk memperbaiki keadaan ini, harus ada upaya
sungguh-sungguh dari Pemerintah Daerah bersama-sama dengan masyarakat secara keseluruhan,
terutama sekali keluarga sebagai
elemen terkecilnya. Harus disusun rencana kerja yang menyeluruh dan
berkelanjutan yang jelas langkah dan tahapannya mengenai bagaimana menanamkan
keyakinan kepada semua warga, bahwa semua orang diawasi dan semua orang akan dimintai
pertanggungan jawab atas pekerjaan dan perilakunya. Harus kita tanamkan
keyakinan, bahwa kita sepatutnya merasa berdosa karena membiarkan
anak-anak kita menjadi liar tanpa tuntunan dan moral agama. Sepatutnya kita merasa berdosa kerena melahirkan generasi
masa depan yang bodoh dan lemah, yang tidak mampu mengatur dirinya sendiri. Sepatutnya kita malu kepada saudara-saudara kita di daerah dan negeri lain, karena kita tidka mampu menyiapkan generasi
yang siap bertanding dan bersaing untuk menjalani kehidupan, yang kuat dugaan
akan semakin kompetitif dan keras. Kita harus malu karena anak-anak kita yang sangat
potensial karena relatif cerdas dan rajin, yang relatif sehat-sehat karena lahir
dan dibesarkan di negeri yang subur dan kaya ini, menjadi tersia-siakan di
tangan para orang tua yang kurang bertanggung jawab, di tangan masyarakat yang
tidak peduli, di tangan pemerintah daerah yang kurang memberi perhatian. Semua
kita harusnya galau karena harus
mempertanggung-jawabkan kesalahan dan ketiak-pedulian ini di depan Allah
di hari akhirat nanti.
Allah berfirman dalam An-Nisa’ ayat 9 yang maknanya lebih
kurang, Para orang tua hendaknya takut
kepada Allah apabila nanti mereka meninggalkan generasi muda yang lemah, yang
dikuatirkan tidak akan mampu mensejahterakan diri mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar lagi tepat. Melalui ayat ini Allah memberi peringatan,
bahwa kita selaku orang tua (generasi sekarang) harus merasa kuatir dan was-was
sekiranya generasi muda kita menjadi oang-orang yang tidak mampu
mensejahterakan dirinya.
Dalam Ar-Ra`d
ayat 11 ditemukan firman yang maknanya lebih kurang, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib (keadaan) suatu
kaum/bangsa kecuali mereka mengubah apa yang ada dalam dada/hatinya terlebih
dahulu. Allah tidak akan mendukung perubahan yang diusahakan oleh suatu
bangsa sebelum mereka melakukan perubahan sikap mental (nilai budaya) kea rah
yang baik terlebih dahulu.
Dalam
surat Al-Hasyr ayat 18 Allah berfirman yang maknanya lebih kurang, Wahai orang-orang mukmin, taatlah kepada
Allah. Hendaklah setiap orang menyiapkan diri untuk masa depan (merencanakan
masa depannya). Taatlah kepada Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
lakukan. Kalau kita menginginkan kebahagiaan, kemuliaan dan kemampuan untuk
bersaing dengan masyarakat lain, maka kita harus menyiapkan dan merencanakan
masa depan kita dengan baik dan sungguh-sungguh.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Lailaha illallahu wallahu akbar Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Salah satu hikmah puasa yaitu membentuk masyarakat yang santun, amanah dan
sejahtera dapat kita jadikan sebagai pintu
masuk untuk mengetuk kesadaran hati nurani kita. Pada tingkat keluarga kita
mulai dengan saling memaafkan, setelah itu kita iringi dengan menumbuhkan
kesetiaan dan tanggung jawab, menghidupkan kepercayaan dan kasih sayang, dan
mengupayakan keterbukaan, saling menerima serta saling membantu antar pihak di dalam
keluarga. Pada tingkat masyarakat kita mulai dengan menumbuhkan kepedulian dan
kebernaian untuk menegur dan mengingatkan secara baik-baik para remaja yang
berbuat salah di wilayah kita dan mengawasi bahkan kalau perlu menutup semua
tempat yang berpotensi menjadikan anak-anak dan remaja kita terperosok ke dalam
perbuatan salah, melanggar aturan hukum dan agama, yang akan merusak kesehatan,
serta menjadikan mereka tertinggal dalam pendidikan. Pada tingkat Pemerintah
Daerah perlu tindakan yang tegas dan berkesinambungan dalam bentuk amar makruf
dan nahi munkar. Maksudnya Pemerintah Daerah perlu mendorong perilaku dan
kegiatan yang positif serta menindak secara tegas kegiatan dan perilaku yan negatif
atau berpotensi menjadikan anak-anak muda kita sebagai orang yang lemah yang
sesudah dewasa nanti tidak mampu mandiri.
Alhamdu lillahi rabbil`Alamin; Nahmaduhu, wa Nasta`inuhu, wa
Nastaghfiruhu wa natubu ilayh.
Ash-shalatu was-salamu `ala Muhammadin asyrafil anbya’i wa-l mursalin wa
`ala alihi wa ashhabihi waman tabi`hum bi-ihsanin ila yawmi-d din.
Asyhadu allailaha illa-llahu wa ashhadu anna muhammadan Rasulullahi;
Ibadallah ushikum wa iyyaya
bitaqwa-llahi fa qad faza-l muttaqun.
Ya Ayyuha-l ladzina amanu qu
anfusakum wa ahlikum naran wa quduha-n nasu wa-l hijarah; `alayha malaikatun
ghiladzun syidadun la ya`shuna-llaha ma amarahum wa yaf`aluna ma yu‘marun.
At-Tahrim ayat 6.
Wahai orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga
kalian dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu
(berhala). Malaikat yang kekar lagi kasar menjaganya. Mereka tidak pernah
menyalahi perintah yang diberikan Allah kepada mereka, dan sebaliknya mereka
senantiasa melaksanakan perintah-Nya.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar;
Allahu Akbar kabira walhamdu lillahi katsira wa subhanallahi bukrata-w wa
ashila;
shadaqa wa`dahu, wa nashara `abdahu wa a`azza jundahu wa hazama-l ahzaba
wahdah.
Lailaha illallahu wala na`budu illa iyyahu mukhlishina lahu-ddin.
Lailaha illallahu wallahu akbar Allahu Akbar walillahi-l hamd.
Ya Allah bukakanlah hati kami untuk saling memaafkan,
saling menghargai dan saling menghormati. Ya Allah dekatkanlah hati kami
sehingga kami saling bersilaturrahim dan selalu memperkuat ukhuwwah diantara
kami. Ya Allah
yang Maha Bijaksana jadikanlah keluarga kami keluarga yang sakinah, mawaddah
dan rahmah; jadikan kami orang yang mampu membesarkan anak-anak kami
dengna cinta dan kasih sayang, jauhkan kami dari sifat memanjakan atau tidka
peuli terhadap anak-anak.
Beri kami kemampuan untuk berperilaku hemat tapi pemurah dan hindarkan kami dari perilaku
boros atau kikir. Ya Allah berilah kekuatan dan kemampuan kepada kami untuk
meningkatkan kualitas hidup dan sanggup mengamalkan semua perintah-perintah Mu.
Ya Allah beri kami kecerdasan dan bukakan mata hati kami sehingga sanggup
mendidik dan membesarkan anak-anak kami sesuai dengan ajaran dan tuntunan Mu.
Ya Allah mudahkanlah rezeki kami dan beri kekuatan kepada kami untuk
menggunakannya secara hemat. Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang gigih
dalam belajar dan berusaha serta tabah
dalam menerima cobaan dan penderitaan.
Ya Allah, jauhkanlah dari kami sifat dengki dan iri hati. Hindarkan
kami dari sifat angkuh dan tinggi hati. Jauhkan kami dari sifat malas, tamak dan cepat merasa
puas. Ya Allah kami berlinduug kepada Mu
dari sifat zalim dan aniaya, dari sifat penjilat dan cari muka, dari sifat
pengecut dan khianat.
Ya Allah jadikanlah pemimpin kami orang-orang yang bertanggung jawab, jujur dan amanah yang terhindar dari korupsi; yang sungguh-sungguh
menjalankan program dan mempunyai visi berjangkauan jauh ke depan untuk
mensejahterakan masyarakat dan penduduk di kabupaten ini. Ya Allah ya Tuhan kami kepada Mu kami persembahkan
bakti, kepada Mu kami minta pertolongan dan kepada Mu pula kami berserah diri.
Allahumma-ghfir
lilmuslimina wa-l muslimat wa-l mukminina wa-l mukminat, al-ahya’i minhum wa-l
amwat innaka sami`un qaribun mujib-ud dakwat wa qadhiy-al hajat; rabbana atina
fid-dunya hasanah wa fi-l akhirati hasanah wa qina adzaba-n nar.
Selamat hari raya, mohon maaf lahir dan batin, taqabbalallahu minna wa minkum; kullu `am wa
antum bikhayr.
Assalamu alaikum warahamtullahi wa barkatuh.
Banda
Aceh, 08 Juni 2018 M, bertepatan 23 Ramadhan 1439 H.
Disebarkan atas izin dari Prof. Al Yasa' Abubakar.
Baca juga Penyampaian Prof Al Yasa' Abubakar tentang hal berikut ini:
- Peran Ulama Dalam Penguatan Ekonomi Ummat
- Tiga Model Pemahaman Keagamaan
- Kedudukan Perempuan Menurut Model Pemahaman Tajdid
Post a Comment