Kita mungkin berhusnuzhon bahwa siang dan sore hari
masyarakat kita beraktifitas di tempat yang berbeda sehingga tidak shalat
berjama’ah di lingkungan tempat tinggalnya. Mari kita lihat juga di waktu
Magrib, Isya dan Shubuh. Tepat kiranya apa yang disampaikan oleh Buya Hamka
bahwa jika ingin melihat kaum muslimin, lihatlah saat hari raya. Namun, jika
ingin melihat orang mukmin, lihatlah waktu shubuh di masjid.
Agak kita perkecil standar mengukurnya, mari lihat
kondisi saat shalat Jum’at. Dari jumlah penduduk suatu kampung, berapa persentase
jumlah generasi muda dibandingkan orang tua? Berapa persentase anak usia
sekolah dibandingkan dengan bapak-bapaknya? Atau jika mau lihat data Badan
Pusat Statistik, berapa persentase generasi muda dibandingkan bapak-bapak atau
kakek-kakek yang sudah tua? Pertanyaan kita, mana generasi muda yang akan kita
harapkan menjadi generasi penerus kita ke depan, generasi yang akan jadi
pemimpin kampung halamannya, pemimpin ummat dan pemimpin daerah ini. Kita patut
khawatir meninggalkan generasi yang lemah di masa yang akan datang. Lemah
akidah, lemah ibadah, lemah akhlak, lemah ekonomi, lemah dalam kepemimpinan dan
lain-lain. Pendek kata, lemah dalam segala hal. Istilah lain yang mungkin juga
tepat digunakan adalah generasi yang krisis dalam berbagai bidang.
Patut kita renungkan Firman Allah surat al-Nisa/4 ayat 9
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا(9)
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S.
al-Nisa/4: 9)
Dalam ayat lain Allah menyuruh kita orang yang beriman
untuk memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok. Hari esok dalam
pengertian di dunia dan hari esok dalam pengertian kehidupan akhirat.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ(18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (Q.S. al-Haysr/ 59: 18)
Bagaimana Caranya?
1. Mulai pendidikan dari rumah tangga
Ayat sembilan surah al-Nisa’ di atas
menyebut istilah dzurriyah yang biasa diterjemahkan dengan anak-anak. Tanggung
jawab mendidik anak-anak adalah tanggung jawab orang tua, bukan tanggung jawab guru
di sekolah. Maka mulailah mendidik sebuah generasi dari saat mereka masih anak-anak. Tanggung jawab pertama adalah tanggung jawab orang tua. "hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" begitu perintah Allah dalam surah al-Tahrim. Nabi mengatakan "setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawabnnya terhadap apa yang di pimpinnya". Jika setiap keluarga telah berhasil mendidik anggota keluarganya dengan menanamkan ajaran agama, maka tidak mustahil satu kampung penduduknya adalah penduduk yang beriman. Demikian juga halnya satu kecamatan, kabupaten bahkan negara sekalipun. K.H. Abdullah Gimnastiar pernah menyampai rumus tiga M. Di antaranya, mulai dari hal terkecil. Keluarga adalah organisasi terkecil untuk membentuk generasi yang cinta mesjid.
2. Mari ajak anak-anak kita untuk cinta ke masjid sejak dini
Melanjutkan pendidikan di rumah tangga,
maka kewajiban Ayah untuk mengajak dan membawa anak-anaknya ke masjid. Ayah
pergi ke masjid juga membawa anak-anaknya. Tidak tepat alasan kasihan kepada anak karena suhu yang dingin di malam dan waktu shubuh. Karena dinginnya angin malam di waktu Isya dan Shubuh hari belum seberapa dibandingkan panasnya api neraka. Ayah jangan pergi ke masjid sendiri. Ayah menjadi contoh yang baik bagi anaknya. Bukan sebaliknya, menyuruh anak ke
masjid tapi ayahnya tidak ke masjid. Harusnya seperti filosofi orang memandikan kuda, kuda dan tuannya sama-sama masuk ke air. Bukan seperti orang memandikan monyet. Tuannya menceburkan monyet ke sungai, namun tuannya tidak masuk ke dalam air.
3. Mari jadikan masjid sebagai tempat yang nyaman dan menyenangkan bagi
anak-anak dan generasi muda
Pernahkah kita bertanya mengapa anak-anak muda kita lebih nyaman di cafe, warung kopi, warnet, tempat nongkrong
dan tempat berkumpulnya anak-anak muda lainnya. Mereka betah berlama-lama di
warung kopi karena mereka merasa nyaman di sana. Maka tidak salah juga jika ada
masjid yang menyediakan wifi gratis sehingga generasi zaman now mau ngumpul
dan nongkrong di masjid. Ada baiknya juga masjid menyediakan perpustakaan dan taman bacaan sehingga anak muda berkunjung ke masjid. Jangan sampai ada anak-anak yang dihardik, diusir dan dikasari di madjid. Karena hal itu akan menimbulkan bekas ketidaknyamanan bagi mereka sehingga menganggap masjid adalah tempat yang tidak ramah terhadap mereka.
4. Mari kita jadikan
masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat
Tidak hanya sebagai pusat kegiatan
keagamaan, tapi berbagai kegiatan bisa dipusatkan di masjid sehingga masjid
menjadi pusat kegiatan kampung. Ketika datang waktu shalat, maka masyarakat yang mengikuti kegiatan di masjid tentunya akan ikut shalat berjamaah. Sebagai contoh, masjid bisa ramai ketika ada shalat jenazah di masjid. Namun tentunya tidak tepat kiranya kita berharap harus ada yang meninggal dunia setiap waktu shalat agar shalat lima waktu selalu ramai di madjid.
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ
الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي
الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ
وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ،
فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا
حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ
خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari
dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pertama, Imam yang adil, kedua
seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, ketiga seorang
yang hatinya bergantung ke masjid, keempat dua orang yang saling mencintai di
jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, kelima
seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai
kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.
keenam seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia
menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan
kanannya, dan ketujuh seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu
ia meneteskan air matanya.
Alhamdulillah. Kita telah berhasil membangun madjid yang bagus dan megah. Namun membangun masjid tidak hanya membangun
fisiknya, tapi juga membangun isinya. Dengan segenap kemampuan kita, mari kita
persiapkan pembangunan isi masjid. Kita jadikan masjid sebagai pusat kegiatan
kita. Pengurus masjid juga sebaiknya memikirkan pembangunan mental spiritual, tidak hanya fokus membangun fisik masjid. Sehingga setelah berlalunya generasi tua, masih ada generasi selanjutnya yang akan memakmurkan masjid.
___
*) Materi ini pertama kali disampaikan saat Khutbah Jum'at di Masjid Kenawat Aceh Tengah 24 Rabi'ul Akhir 1439 H/12 Januari 2018 M
___
*) Materi ini pertama kali disampaikan saat Khutbah Jum'at di Masjid Kenawat Aceh Tengah 24 Rabi'ul Akhir 1439 H/12 Januari 2018 M
Awesome blog sir...
ReplyDeleteGo a head
Maakasih boh pak cik
Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana ini.
Delete