Tulisan ini tidak bermaksud mengulas tentang hukum merayakan atau memperingati maulid. Tulisan ini juga tidak ditujukan untuk membahas perbedaan pendapat ahli tentang tanggal pasti kelahiran Nabi tersebut. Apakah tanggal 9, tanggal 10 atau tanggal 12 Rabiul Awwal yang sudah terlanjur populer bagi kebanyakan kaum muslimin. Tulisan ini juga tidak akan membahas tentang libur nasional peringatan maulid nabi. Tapi tulisan ini ingin menanyakan kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita mengambil “peringatan” dari acara atau dari hari libur memperingati maulid Nabi Muhammad Saw?.
Setiap terjadi peringatan atau perayaan maulid Nabi Saw, hendaknya kita juga mengambil “peringatan” untuk mengingatkan kita sebagai umat baginda Rasulullah Saw. Dalam tulisan singkat ini, ada beberapa peringatan sederhana yang ingin kita munculkan untuk kita ingat-ingat. Semoga bisa mengingatkan kita sekaligus mungkin menjadi peringatan bagi kita yang lalai dari hal-hal ini.
Paling tidak, ada tiga peringatan besar yang mesti kita sampaikan kepada diri kita masing-masing. Pertama, peringatkan diri kita bahwa Rasulullah diutus oleh Allah dalam rangka memurnikan akidah dan keyakinan yang benar kepada Allah. Peringatan kedua, mari kita beri peringatan kepada diri kita untuk beribadah dengan baik dan benar. Jika selama ini ibadah kita belum lengkap, mari kita lengkapi. Jika selama ini ibadah kita belum benar, mari kita perbaiki. Karena Rasulullah datang dalang rangka memperbaiki ibadah atau penghambaan diri kepada Sang Pencipta. Ketiga, Peringatkan diri kita agar memperbaiki akhlak dan budi pekerti kita. Akhlak tidak hanya sesama kita manusia, tapi juga akhlak dengan Rabb kita. Bahkan, bagaimana akhlak kita dengan makhluk lain selain manusia.
Dalam tulisan singkat ini tidak mungkin tiga hal di atas dijelaskan satu persatu. Kami fokuskan pada peringatan bagi diri kita untuk memurnikan akidah. Jika akidah kita belum
benar, mari kita perbaiki. Jika selama ini keyakinan kita kepada Allah masih bercampur dengan kemusyrikan, mari kita murnikan hanya kepada Allah. Karena kehadiran Rasulullah untuk memurnikan akidah.
Selama 12 tahun baginda Rasulullah di Mekkah, fokus ajaran yang disampaikan
adalah dalam rangka mengikis habis keyakinan kepada selain Allah seperti menyembah
berhala, dan sekaligus menanamkan akidah dan keyakinan yang kuat kepada Allah.
Ziarah kubur saja
misalnya, pernah dilarang oleh baginda Rasulullah karena dikhawatirkan di
awal-awal masa dakwah Rasulullah akan menjadi pemicu kemusyrikan. Tapi ketika
akidah sudah kuat; tidak ada lagi yang meminta kepada nenek moyang mereka yang
sudah dikubur; tidak dikhawatirkan lagi akan ada umat yang menangis dan
meratapi kepergian keluarganya yang meninggal, maka Rasulullah izinkan
berziarah kubur untuk mengingatkan peziarah kepada kematian. Si A yang betapa
gagahnya dulu, betapa jayanya dulu, betapa berkuasanya dulu, betapa hebatnya
dulu, akhirnya mati.
Point yang ingin
disampaikan adalah bahwa betapa pentingnya kita memurnikan akidah dan keyakinan
kita kepada Allah semata, tidak kepada yang lain. Mungkin kita yang hidup di
zaman modern tidak ada yang menyembah berhala dalam bentuk patung. Juga tidak
ada kita temukan orang yang masih meminta-minta ke kuburan atau ke benda-benda
yang dianggap keramat. Tapi mungkin juga masih ada di antara umat saat ini yang
berhala dan sembahannya bukan lagi patung. Masih ada yang memberhalakan hawa
nafsu.
Paling tidak,
dalam al-Qur’an Allah sebutkan ada orang yang menuhankan hawa nafsunya.
Misalnya dalam Surah al-Furqan ayat 43
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ
هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya
Hal yang serupa
juga disebutkan dalam surah al-Jatsiyah ayat 23
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ
هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ
وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا
تَذَكَّرُونَ
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya (Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu
sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk
yang diberikan kepadanya) dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?Tapi ada kategori orang yang mengikuti hawa nafsu melakukan hal-hal yang dilarang Allah secara sadar, maka menurut ulama orang seperti itu adalah pendosa. Kita tahu bahwa perintah Allah dan Rasul adalah titah paling tinggi dan paling benar di atas segala titah. Tapi terkadang kita masih mengutamakan titah dan perintah hawa nafsu kita sehingga melalaikan kita dari perintah Allah.
Sebagai contoh, kita
sadar bahwa salat adalah perintah Allah, tapi karena memperturutkan hawa nafsu
kita masih mendahulukan hal-hal lain selain salat. Kita tahu kita punya
kewajiban terhadap keluarga kita, tapi kita masih enggan membangunkan anak kita
untuk salat subuh berjamaah ke masjid. Ada perasaan iba dan sayang kepada
anak kedinginan jika dibangunkan untuk salat subuh. Padahal, dinginnya subuh
di daerah dataran tinggi jauh lebih baik ketimbang panasnya neraka. Kita tahu
menutup aurat adalah perintah Allah. Tapi masih ada di antara kita yang keluarganya
tidak menutup auratnya ke luar rumah.
Masih banyak
contoh lain yang mungkin tidak dapat kita sebut satu per satu. Pendek kata,
segala hal-hal yang menjauhkan kita dari ketaatan kepada Allah, disebabkan oleh
keinginan dan hawa nafsu kita, maka itu berdosa.
Momentum
peringatan maulid Nabi Muhammad Saw hendaknya kita jadikan sebagai pengingat
yang memberikan peringatan kepada diri kita, bahwa kita mesti mendahulukan
perintah Allah dan Rasul di atas segala perintah, termasuk dari perintah hawa
nafsu yang menyengsarakan kita.
Jika kita yang
mengaku beriman, tapi masih mengikuti hawa nafsu sehingga melaksanakan apa yang
dilarang oleh Allah, maka kita disebut orang yang fasik. Kita berdosa.
Tentunya banyak
peringatan yang dapat kita sampaikan kepada diri kita. Kitalah yang lebih tahu
terhadap diri kita. Jika selama ini kita masih melakukan kemusyrikan, maka beri
peringatan diri kita untuk berhenti dari kemusyrikan itu. Jika selama ini kita
lalai dari perintah agama, maka peringatkan diri kita untuk tidak lalai dari
perintah agama. Jika selama ini kita masih melakukan dosa-dosa kecil, maka peringatkan
diri kita bahwa dosa kecil yang ditumpuk suatu saat juga akan menjadi dosa yang
besar jumlahnya. Jika selama ini kita belum berbuat baik dengan tetangga,
kerabat, maka peringatkan diri kita untuk bermuamalah dengan baik. Jika selama
ini kita belum berakhlak dengan baik dan santun, maka peringatkan diri kita
bahwa Rasul diutus untuk menyempurnakan kebaikan akhlak kita umatnya.
____
Disampaikan pertama kali pada Khutbah Jum'at tanggal 15 Rabi'ul Awwal 1439 H/ 23 November 2018 di Masjid Al-Abrar Kebayakan.
____
Disampaikan pertama kali pada Khutbah Jum'at tanggal 15 Rabi'ul Awwal 1439 H/ 23 November 2018 di Masjid Al-Abrar Kebayakan.
Post a Comment