Sekarang Saya Yakin, Ramadhan Telah Berlalu

Tadi malam setelah garin mushalla mematikan semua lampu dan kipas angin, tiba-tiba terdengar dialog antara dinding, loteng, tiang, kipas, lampu, mikrofon dan pintu.

"Mengapa beberapa hari ini tidak semua kipas dinyalakan? Sedangkan semua lampu dinyalakan" Tanya kipas angin kepada lampu.

"Mungkin ada kipas angin yang rusak. Harus menunggu diperbaiki dulu. Kalau kami lampu, jika rusak tinggal diganti dengan yang baru". Jawab salah satu lampu.

Mendengar tanya jawab kipas dan lampu tersebut dinding, loteng dan tiang ikut nimbrung pembicaraan mereka. 

"Tombol sakelar kipas dan lampu tertancap di dinding. Mungkin dinding tahu penyebabnya". Kata loteng.

"Kalau kipas atau lampu yang rusak, tentu loteng yang lebih tahu. Karena mereka menggantung di loteng". Dinding membela diri karena tidak tahu.

"Setahu saya bukan karena rusak, tapi karena memang mubazir jika dipakai" kata tiang mencoba menengahi mereka.

"Mengapa mubazir?" Tanya loteng dan lantai dengan serentak.

"Karena memang mushalla ini tidak penuh. Cuma ada tiga atau empat orang jamaah laki-laki saat Isya. Itupun sudah masuk imam dan muazin. Sedangkan bagian saf perempuan cukup banyak dari laki-laki. Tapi kalau isya tetap tidak lebih dari sepuluh orang". Jawab tiang.

"Apa hubungannya jamaah yang sedikit dengan mubazir? Lalu itu berimbas kepada kami". Sela kipas dengan nada meninggi.

"Begini.."

Tiang tunggal di tengah mushalla mencoba menjelaskan dengan perlahan.

"Karena jumlah jamaah yang sedikit cukup hanya dengan menyalakan dua kipas di depan dan dua kipas di belakang. Sedangkan beberapa kipas di samping tidak perlu dinyalakan. Jika tetap dinyalakan, itu namanya mubazir arus listrik. Menghemat listrik bukan hanya menghemat pembayaran, tapi menghemat energi. Dengan menghemat energi, kita telah membantu menjaga kelestarian sumber daya alam". Jelas tiang besar meyakinkan teman-temannya.

"Ooo begitu". Jawab kipas memakluminya.

"Apa pula hubugannya dengan menjaga kelestarian alam?" Tanya loteng.

"Kalau itu saya tahu. Tapi saya tidak bisa menjelaskannya". Kata lampu sambil tersenyum malu.

"Wk wk wk"
Semua penghuni mushalla tertawa keciali mikrofon.

"Ehem ehem"
Mikrofon mendehem menghentikan tawa penghuni mushalla.

"Ada apa mikrofon? Kamu tersinggung kami tertawa bersama? Lampu saja yang kami tertawakan tidak tersinggung kok. Malah ikut tertawa bersama kami". Tanya kipas angin.

"Saya tidak tersinggung. Cuma heran saja".
Jawab mikrofon dengan suaranya yang agak menggema.

"Apa yang engkau herankan?" Tanya kipas angin.

"Mengapa mushalla ini kembali sepi? Orang hanya agak ramai di waktu magrib. Sedankang Isya dan Subuh, sefikit jamaah yang datang. Padahal sempat hampir sebulan lamanya lumayan ramai yang datang salat Isya?. Jawab mikrofon sambil melontarkan pertanyaan. 

"Saya juga heran". Kata pintu mushalla.

"Sudah hampir sepekan ndak banyak yang melewati saya". Lanjutnya.

"Mungkin mereka masih sibuk berhari raya. Sehingga mereka solat Isyanya di tempat mereka berkunjung". Loteng mencoba menjawab dengan berfikir husnuzhon.

"Ooo. Begitu ya. Sekarang saya sudah yakin, Ramadhan telah berlalu. Sehingga mushalla kembali sepi" ucap mikrofon mengakhiri cerita penghuni mushalla malam itu.

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes