Hukum Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Yang Berkurban

Setiap akan masuk bulan Dzulhijjah, kembali ramai pembicaraan di kalangan masyarakat tentang hukum memotong rambut dan kuku bagi yang berkurban. Bahkan, diskusi terus berlanjut setelah Dzulhijjah menapaki hari ketiga.

Pendapat Fukaha tentang hal ini berbeda. Perbedaan itu sesuai dengan pemahaman mereka tentang hadis Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam tentang masalah ini. Di antaranya adalah hadis 
إذا رأيتم هلالَ ذي الحجةِ، وأراد أحدكم أن يُضحِّي، فليُمسك عن شعرِهِ وأظفارِهِ
"Jika Anda melihat bulan sabit Dzulhijjah, dan Anda ingin berkorban, hendaklah ia menahan rambut dan kukunya" (H.R. Muslim dari Ummu Salamah).

Juga ada hadis lain yang senada dengan itu yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim.

ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻠَﺖِ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮُ ﻭَﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﻀَﺤِّﻰَ ﻓَﻼَ ﻳَﻤَﺲَّ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺮِﻩِ ﻭَﺑَﺸَﺮِﻩِ ﺷَﻴْﺌًﺎ
“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian telah berniat untuk berqurban, maka janganlah ia memotong rambutnya dan kulitnya sedikitpun.”

ﻓَﻼَ ﻳَﺄْﺧُﺬَﻥَّ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺮِﻩِ ﻭَﻻَ ﻣِﻦْ ﺃَﻇْﻔَﺎﺭِﻩِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻀَﺤِّﻰَ
“Janganlah ia memotong rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih.”

Sebelum disampaikan pendapat fukaha tentang hukum memotong rambut dan kuku tersebut, perlu juga disampaikan bahwa terjadi diskusi yang alot apakah kata ganti "nya" atau dhomir ه pada kata "rambut/bulunya dan kukunya" dalam hadis tersebut merujuk hewan kurban atau orang yang berkurban.

Bagi yang berpendapat kata ganti tersebut kembali kepada orang yang berkurban, maka jika telah masuk Dzulhijjah terlarang bagi peserta kurban untuk bercukur/ memotong rambut dan kuku.

Namun bagi yang mengatakan kata ganti tersebut kembali ke hewan, maka larangan ditujukan pada tidak boleh memotong bulu dan kuku atau tanduk hewan kurban.

Warga dunia maya tidak puas hanya sampai disitu. Mereka mempertanyakan dasar kedua pendapat tersebut.

Pendapat pertama ini populer dalam pembahasan kitab fikih. Sehingga memunculkan pertanyaan apa hukum memotong rambut atau kuku bagi peserta kurban ketika sudah masuk bulan Dzulhijjah sesuai judul tulisan ini. Dalam hal ini juga terdapat khilafiyah di kalangan ulama.

Pendapat pertama dari (jumhur fuqaha) mayoritas ahli hukum, sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Suyuti, bahwa larangan yang terkandung dalam hadits itu lebih merupakan larangan yang bersifat tanzih, bukan larangan yang bersifat tahrim. Menurutnya hikmah dari larangan ini adalah agar seluruh bagian dari anggota tubuh orang yang berkurban termasuk kuku dan rambutnya terbebas dari api neraka. Dikatakan juga hikmah lainnya bahwa disamakan dengan kondisi orang yang sedang berihram yang dilarang memotong rambut dan kukunya. (Lihat al-Ifta')

Berdasarkan pada pemahaman in, jika orang yang berkurban memotong rambutnya atau memotong kukunya sebelum dia berkurban, tidak ada dosa padanya dan kurbannya tetap sah. (Lihat juga al-Ifta pada halaman yang lain)

Pendapat kedua disampaikan oleh beberapa ulama, termasuk Imam Bin Baz, mengatakan haram hukumnya bagi siapapun yang ingin berkurban untuk mengambil apa pun dari rambutnya, tidak dari rambut kepalanya, atau dari ketiaknya, atau dari kemaluannya, atau dari kumisnya, sampai selesai penyembelihan kurbannya. Jadi jika sudah masuk bulan Dzulhijjah, diharamkan bagi orang yang berkurban mengambil sebagian rambut dari bagian tubuhnya. Jika orang yang berkurban telah mewakilkan penyembelihan kepada seseorang, maka larangan itu tidak berlaku bagi orang yang diwakilkan. Larangan itu tetap berlaku bagi orang atau peserta kurban, bukan panitia atau pekerja yang diwakilkan. (Lihat bin baz)

Di kalangan imam mazhab yang empat juga ditemukan perbedaan pendapat. Imam Ahmad mengatakan haram memotong kuku atau rambut bagi yang berkurban. Sedangkan Imam Malik dan Imam Syafi'i mengatakan sunnah hukumnya tidak memotong rambut dan kuku bagi yang berkurban sampai selesai penyembelihan. Jika memotong kuku dan rambut sebelum penyembelihan dihukum makruh. Terakhir, Imam Abu Hanifah mengatakan hukumnya mubah. (Lihat detik)

Sementara bagi yang mengatakan bahwa kata ganti "nya" pada lafal hadis di atas mengacu kepada hewan, beralasan dengan hadis yang mengatakan bahwa bulu, kuju dan kulit hewan kurban akan menjadi saksi kelak di akhirat.

Di antara ulama yang berpendapat dengan ini adalah Almarhum Kiyai Ali Mustafa Yaqub dalam kitabnya Al-Thuruq al-Shahihah fi Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah. Menurutnya memahami hadis dari Ummu Salamah di atas harus dikaitkan dengan hadis dari Aisyah. (Lihat detik)

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا 
"Tidak ada amalan anak cucu Adam yang paling dicintai Allah pada hari nahar selain berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu dan kukunya. Pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan kurban sampai ke tanah. Maka bersihkanlah diri kalian dengan beribadah kurban". (H.R. Ibn Majah)

Dalam redaksi yang lain Nabi Shallallahu Aliki wa Sallam mengatakan

لصاحبها بكل شعرة حسنة 
"Bagi orang yang berqurban, setiap helai rambut (bulu hewan qurban) adalah kebaikan" (H.R. Al-Tirmidzi).

Demikian pendapat ulama tentang ketentuan memotong kuku dan rambut bagi peserta kurban. Mana pendapat yang Anda pilih? Berpulang kepada Anda masing-masing. Semoga bermanfaat.
Wallahu A'lam.


Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes