Sabar Atas Musibah Kematian

Setiap orang mengalami musibahnya masing-masing. Berbeda kadar dan tingkatan musibah yang diterima setiap orang tentunya sesuai dengan tingkat kemampuannya menerima beban musibah itu.
لاَ يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

Hari ini kita kembali bertakziah di rumah duka ini setelah beberapa hari yang lalu kita juga bertakziah di tempat ini. Ketentuan Allah bahwa satu lagi orang yang kita cintai dipanggil Allah karena Allah lebih mencintainya dibandingkan dengan kecintaan kita kepada orang tua kita.

Kepada anak-anak almarhum kami sampaikan betapa pentingnya bersabar atas musibah ini. Ini adalah bagian dari takdir yang telah Allah tetapkan berlaku untuk keluarga ini. Allah telah menetapkan takdir ayah meninggal. Allah juga menetapkan takdirnya ibu meninggal. Allah telah menetapkan takdir bahwa tugas kedua orang tua telah selesai sampai di sini. Maka satu-satunya cara yang kita tempuh adalah ikhlas dengan takdir Allah, sabar atas musibah ini.

Nabi Muhammad SAW sebagai teladan kita juga mengalami musibah yang lebih menyedihkan. Beliau lahir ke dunia ditakdirkan Allah tanpa sempat bertemu dengan ayahnya. Ayahnya meninggal pada saat beliau masih dalam kandungan. Allah takdirkan tugas Abdullah hanya sebagai bapak bagi Muhammad. Setelah terlahir ke dunia, beliau juga tidak bisa berlama-lama merasakan kasih sayang ibunya. Bahkan tradisi saat itu, Muhammad kecil tidak menyusu kepada ibu kandungnya. Dia di bawah pengasuhan kakeknya. Ketika masih kecil, ibunya pun meninggal dunia. Takdir Allah menetapkan tugas ayah dan ibunya hanya punya anak yang bernama Muhammad. Ayah dan ibunya tidak ditakdirkan punya anak lagi. Muhammad ditakdirkan tidak punya saudara kandung. Betapa menyedihkan nasib Nabi Muhammad Saw.

Sepeninggal kakeknya, Muhammad diasuh dan dibesarkan oleh pamannya. Betapa sayangnya paman kepada anaknya ini, tapi ada pukulan terbesar bagi Nabi Muhammad sang paman meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada agama tauhid.

Dalam sejarah kita mengetahui bahwa  sebelum peristiwa isra’ mi’raj terjadi, Rasulullah SAW mengalami musibah duka cita yang sangat mendalam. Beliau ditinggal mati oleh istrinya tercinta, yang begitu setia menemani dan menghiburnya di kala orang lain masih mencemoohnya. Belum habis kesedihan beliau, lalu ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib, yang sangat melindungi aktivitas Nabi SAW. Begitu sedih Rasulullah SAW, dalam waktu yang berdekatan ditinggal pergi selamanya oleh dua orang yang sangat dicintainya. Namun demikian Rasulullah SAW tetap sabar dan tidak putus asa menghadapinya. Beliau yakin bahwa Allah SWT pasti akan menghibur dan mengobati kesedihannya. Dan benarlah, beberapa waktu kemudian Allah SWT menghiburnya dengan perjalanan Isra’ mi’raj.

Hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut adalah setiap kesedihan pasti akan diganti oleh Allah SWT dengan imbalan yang lebih baik. Tidak ada perbuatan yang lebih baik dari pada sabar bagi orang yang sedang dirundung kesedihan karena ditinggal pergi selamanya oleh orang-orang dekatnya. Karena sudah banyak bukti yang ditunjukkan Allah SWT kepada kita, bahwa seorang hamba yang ditinggal mati oleh orang dekatnya, kemudian dia bersabar maka akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, menyebutkan bahwa: “Anak Abu Thalhah menderita suatu penyakit, lalu meninggal dunia. Ketika itu, Abu Thalhah sedang bepergian. Tatkala istrinya mengetahui bahwa anaknya telah meninggal dunia, ia menyiapkan sesuatu dan meletakkannya di samping rumah. Ketika Abu Thalhah datang, dia bertanya?, Bagiamana keadaan anak kita?” Istrinya menjawab, “ jiwanya sudah tenang dan dia telah istirahat. Abu Thalhah menyangka bahwa istrinya jujur. Lalu dia menghabiskan malam itu (berkumpul dengan istrinya), dan ketika tiba waktu pagi, ia pun mandi junub. Ketika hendak bepergian, istrinya memberitahukan kepadanya bahwa anaknya telah meninggal. Setelah itu, ia salat bersama Nabi SAW dan mengabarkan tentang apa yang terjadi padanya. Maka Rasulullah SAW bersabda: ‘Semoga Allah memberikan berkah untuk kalian berdua (atas apa yang kalian perbuat) pada malam itu. ‘Kemudian Sufyan menuturkan bahwa seorang laki-laki dari Anshar berkata, ‘Aku melihat keduanya memiliki sembilan anak yang seluruhnya hafal al-Qur’an.” (H.R. Bukhari (1301).

Berdasarkan hadis ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa hanya dengan kehilangan satu orang yang paling dicintai, namun dihadapi dengan sabar, pasrah dan berdoa memohon kebaikan kepada Allah SWT, maka diganti dengan lebih banyak dan lebih baik.

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda “ Tidaklah dua orang muslim yang meninggal di antara keduanya tiga orang anaknya yang belum balig, melainkan Allah akan mengampuni keduanya karena karunia Allah kepada mereka.” (H.R. Imam Ahmad (3544).

Kita juga patut belajar kepada Urwah bin Zubair, ketika kakinya terpotong, ia berkata, “Segala puji bagi Allah SWT, Dia telah mengambil satu anggota badan dan masih memberikan nikmat lainnya yang lebih banyak. Allah mengetahui bahwa sama sekali aku tidak pernah berjalan untuk tujuan yang haram. “ lalu dikatakan kepadanya, ‘Anakmu telah terjatuh dari atas tembok sehingga lehernya patah lalu meninggal dunia.’ Maka Urwah pun menjawab: ‘Segala puji bagi Allah, jika Engkau telah mengambil satu anakku, Engkau masih menyisakan yang lainnya. Maka bagi-Mu segala pujian atas apa yang telah engkau ambil dan bagi-Mu segala pujian atas apa yang Engkau sisakan.” Demikianlah seharusnya kita bersikap apabila orang yang kita cintai diambil Allah SWT. sebab Allah SWT telah memberikan nikmat yang lebih banyak dan lebih besar selain itu. Mungkin saja kita telah menikmati pemberian Allah SWT selama puluhan tahun, lalu Allah hanya mengambil satu saja yang kita cintai. Maka, tidaklah patut kita berkeluh kesah apalagi putus asa.

Selain itu ada sebuah hadits qudsi yang memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang ikhlas ditinggal mati oleh orang yang dicintainya.

عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يَا مَلَكَ الْمَوْتِ قَبَضْتَ وَلَدَ عَبْدِي قَبَضْتَ قُرَّةَ عَيْنِهِ وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا قَالَ قَالَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ قَالَ ابْنُوا لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

Allah SWT berfirman kepada Malaikat Maut, sudahkah engkau cabut nyawa anak kesayangan dan permata hati hamba-Ku?, Malaikat menjawab: ‘sudah’. Allah bertanya: ‘Apa yang diucapkan hamba-Ku’. Malaikat menjawab: ‘hamba-Mu memuji-Mu dan ber-Istirja’ (mengucapkan Innalillahi wainnaa ilaihi raaji’uun). Kemudian Allah SWT berfirman: ‘Bangunkan rumah di surga untuknya dan berilah nama rumah itu dengan baitul hamdi. (H.R. Imam Ahmad, 18893).

Kebanyakan hadis menyebutkan anak-anak saja yang dianggap orang-orang kesayangan. Karena memang secara umum anak-anak adalah kesayangan dan permata hati setiap orang tua, apabila buah hatinya hilang tentu menimbulkan kesedihan yang amat mendalam. Namun semua orang yang dicintai adalah termasuk dalam golongan ini, baik anak, bapak, ibu, suami, istri dan orang-orang dekat yang dicintainya.

Kesedihan lantaran kehilangan orang tua begitu besar. Namun, bukan berarti tak bisa dikurangi. Kepada anak-anak almarhum dan almarhumah kami berpesan, selain bersabar, berserah diri sepenuhnya dengan ikhlas menerima musibah ini, ada hal lain yang mungkin bisa membantu meringankan kesedihan.

Pertama, jangan lupa doakan orang tua yang sudah meninggal. Bentuk kebaikan yang bisa kita lakukan pada mereka. Tiap kali berdoa dan beribadah, jangan lupa selipkan mereka dalam doa-doa kita. Doakan orang tua seperti mereka mendoakan kita semasa hidup. Tuhan akan mendengarkan doa tulus anak-anak untuk orang tuanya.

Kedua, berziarahlah ke makam mereka. Di sela kesibukan, cobalah luangkan waktu untuk berziarah ke makam orang tua. Bersihkan makam mereka, cabut rerumputan yang tumbuh liar di atasnya. Ziarah kubur selain dapat meringankan kesedihan juga mengingatkan kita bahwa suatu saat kita pun akan menyusul almarhum dan almarhumah.

Ketiga, ikhlaskan kepergian mereka tapi tidak melupakan mereka. Ada yang sulit merelakan kepergian orang tuanya. Meratapi, menangisi, dan menyesali betapa cepatnya mereka pergi. Sedih dan menangis wajar saja. Akan tetapi, cobalah untuk ikhlas. Ikhlas pada takdir Tuhan yang memanggil orang tua kita. Ambil sisi positifnya. Itu artinya, Tuhan lebih sayang pada orang tua kita. Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Ikhlaskan kepergian orang tua. Tetaplah mengingat mereka. Ingatlah semua kenangan manis bersama mereka. Jangan lupakan nasihat-nasihat mereka. Orang tua adalah bagian dari hidup kita yang tak dapat dipisahkan. Karena mereka, kita bisa seperti sekarang ini.

Keempat, tetap jaga hubungan baik dengan keluarga, kerabat dan teman-teman orang tua kita. Dalam bahasa agama kita menyebutkan silaturahim. Artinya, menghubungkan kasih sayang. Kendatipun orang tua kita sudah meninggal, ikatan persaudaraan tetap ada dan tidak terputus.
_____
Disampaikan pertama kali dalam takziah di Lorong II Tetunjung


Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes