Sahabat!
Beberapa hari yang lalu saat anak kami yang keempat telah genap berusia dua tahun, maka berakhirlah masa menyapihnya. Tidak mudah bagi anak, juga tidak mudah bagi ibu. Ibu-ibu tentu sangat memahaminya betapa tidak mudahnya baik dari segi cara menghentikannya maupun dari segi emosi dan lain-lain. Bapak-bapak mungkin mengerti, tapi mereka tidak merasakan hal itu.
Q.S. al-Baqarah/2:233 |
Anak kami termasuk dalam kategori yang tidak dengan serta merta mau berhenti. Terlebih, di saat-saat tertentu seperti mau tidur, atau saat dia sudah pegang selimutnya. Sempat hampir runtuh pertahanan karena merasa iba dan kasihan melihat ia tidak berhenti menangis sampai suaranya menjadi parau. Namun, muncul pertahanan terkahir, yaitu diganti dengan susu formula (sufor) lanjutan pasca ASI.
Dua kakaknya, si abang dan si uda, sampai saat ini masih minum susu. Kami maklumi karena keduanya agak milih-milih makanan. Hanya si uni yang tidak mau lagi minum susu. Entah karena memang sudah mau naik kelas tiga atau memang karena dia bersahabat dengan segala jenis makanan.
Saat membeli sufor, kebetulan di tempat kami membeli saat itu hanya ada kemasan kecil. Tidak ada kemasan yang agak lebih banyak untuk usia satu sampai tiga tahun. Maka dibelilah kemasan 200 gram seharga dua puluh ribu rupiah. Alasan lain sebenarnya juga karena ini baru percobaan. Jika si kecil ndak suka sufornya, maka akan diganti sufor lain atau rasa lain.
Apa yang terjadi? Ternyata si adik suka. Sufor yang dibeli sore kemaren langsung habis sore hari ini. Akhirnya kita cari di tempat lain sufor yang sama dengan kemasan yang lebih besar. Biar tidak tiap hari pergi beli sufor.
Iseng kami coba hitung-hitung jika sehari dua puluh ribu, berapa total harga sufor selama dua tahun. Dua puluh ribu dikali tujuh ratus tiga puluh hari. Dapatlah empat belas juta enam ratus ribu rupiah. Tapi itu baru harga nominal uang yang tergantung kemampuan setiap orang untuk membelinya. Ada orang yang beli sufor anaknya jauh lebih mahal dari harga tersebut. Dua puluh ribu sehari adalah harga sufor yang relatif terjangkau oleh mayoritas keluarga. Nilai uang atau nominal harga itu relatif. Kita sebenarnya tidak sedang menghitung harga ASI, tapi kita sedang mencoba menghargai ASI sebagai karunia Allah.
Banyak "harga" ASI yang tidak sebanding sebenarnya dengan sufor. Pengalaman kami, dari empat anak, dua anak kami tidak genap menyusu selama dua tahun. Keduanya beralih ke sufor karena adiknya sudah akan menyusul. Bahkan si abang yang genap menyusu dua tahun akhirnya terpengaruh juga ikut kebiasaan si uni yang minum susu saat bangun tidur dan saat akan tidur siang atau tidur malam. Sampai saat ini, kebiasaan minum susu si abang masih berlanjut sampai hari ini dia sudah naik kelas dua.
ASI itu karunia Allah yang luar biasa. Pas takaran manisnya. Pas suhunya. Luar biasa manfaatnya. Jika si adik minta ASI, tidak repot membuatnya. Tidak perlu bawa termos atau air hangat jika bepergian. Ibu dapat memberikan ASI di tengah malam sambil tidur bersama dengan adik bayi. Kencing anak yang cuma minum ASI dan belum ada makan tambahan hanya dianggap najis kecil dalam agama.
Berbanding terbalik dengan ASI. Sebelum dibuat, harus disterilkan dulu botolnya. Harus dimasak airnya. Harus disesuaikan suhu atau panasya. Jika bepergian, harus bawa air hangat, botol dan sufornya. Jika sufornya habis saat bepergian atau habis di tengah malam, harus cari sufor yang sama saat itu juga. Betapapun mengantuknya orang tua, jika anak mintak sufor di tengah malam saat ia terbangun, maka harus dibuatkan. Jika dia ngompol karena minum sufor, baunya luar biasa.
Tapi itu adalah perjuangan ibu dan bapak. Kita tidak bermaksud menyepelekan perjuangan orang tua yang memberi sufor kepada anaknya. Karena ada yang tidak bisa atau tidak boleh minum ASI karena alasan medis. Maka sufor adalah alternatif. Tapi jika tidak ada alasan penting, maka mengganti ASI dengan sufor perlu dipikir ulang. Sufor tidak sama dengan ASI. Bahkan di kemasan sufor juga tertera tulisan "ASI adalah makanan terbaik bagi bayi". Walaupun tulisan itu kecil, tidak sebesar tulisan merek sufornya, tapi ia sudah menyampaikan betapa ASI tidak sama dengan sufor.
Kami bermaksud berbagi pengalaman ini semoga bisa menjadi pertimbangan bagi sahabat semua. Terutama bagi calon orang tua yang segera akan mempunyai momongan. Semoga anak-anak kita tumbuh sehat dan menjadi anak-anak yang soleh atau solehah. Aamiin
Post a Comment