Minggu lalu kita
sudah membahas tentang manusia yang diciptakan oleh Allah dengan fitrah dalam surah al-Rum ayat 30. Fitrah kita pahami sebagai pengetahuan keimanan atau
potensi tauhid yang Allah ciptakan bagi setiap manusia. Dengan potensi fitrah
itu kita menjadi beragama dengan agama yang benar, berakidah dengan akidah
yang benar. Fitrah itu tetap ada pada setiap manusia, dia tidak berubah. Hanya
saja manusia bisa dipengaruhi oleh unsur di luar dirinya untuk menjauhi fitrah
itu.
Kita sampaikan
hadis bahwa setiap manusia lahir ke dunia dengan fitrah yang sama, yaitu fitrah
bertauhid. Namun, lingkungan dan faktor dari luarlah yang menjadikan dia tidak
sejalan dengan fitrahnya. Dalam surah al-A’raf ayat 172 juga diinformasikan
bahwa ketika kita belum terlahir ke dunia, kita telah bersaksi bahwa benar
Allah Tuhan Kita. Kesaksian itu juga adalah bukti adanya fitrah bertauhid yang
ada pada setiap manusia.
Pada pertemuan
kali ini kita lanjutkan pembahasan tentang bagaimana manusia melanjutkan kehidupannya setealah terlahir ke dunia. Sebelumnya manusia telah bersyahadat mentauhidkan Allah sebagaimana dalam surah al-A'raf ayat 172. Kita lanjutkan
kajian dengan membahas Firman Allah dalam surat al-Syams ayat 7-10
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا(7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا(8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا(9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا(10
Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya. (Q.S. al-Syams/ 91: 7-10)
Pada ayat pertama sampai ayat keenam surah al-Syams ini Allah bersumpah dengan
matahari, bulan, siang, malam, langit dan bumi serta atribut yang melekat padanya. Matahari dengan sinarnya di waktu duha, bulan yang berputar mengelilingi matahari,
siang yang terang karena ada matahari, malam yang gelap karena sinar matahari
tertutup di bagian belahan bumi yang lain, langit yang tanpa tiang ini, bumi
yang luas tak bertepi ini. Enam hal yang disebut Allah itu berpasangan satu
sama lainnya. Matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi.
Maka pada ayat ketujuh ini Allah bersumpah dengan diri
manusia dan penyempurnaan penciptaannya. Jika dibandingkan antara manusia
dengan makhluk lain yang disebutkan pada ayat pertama sampai keenam di atas,
maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang kecil. Akan tetapi, ada
hal lain yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang tidak diberikan kepada
enam makhluk besar di atas. Pada ayat kedelapan disebutkan bahwa manusia di-ilham-kan
oleh Allah fujur dan taqwa. Sementara enam makhluk sebelumnya
tidak diberi hal yang sama oleh Allah.
Jika dicermati ayat ini akan ditemukan bahwa diri manusia
diberi sebuah potensi oleh Allah. Potensi itu tidak diberikan kepada makhluk
lain selain manusia. Bahkan, potensi itu tidak diberikan kepada makhluk sebesar
matahari, bulan, siang, malam, langit ataupun bumi.
Potensi yang dimaksud dalam bahasa ayat ini adalah ilham.
Hamka memahami ilham dalam ayat ini dengan petunjuk yang diberikan kepada
manusia untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Ia berupa potensi
yang diberikan kepada manusia untuk menentukan pilihan. Pilihan itu hanya ada
dua yaitu fujur yang akan menghantarkan kepada kesengsaraan dan hal-hal
celaka lainnya. Pilihan lain adalah taqwa yang akan membawa manusia
kepada kebahagiaan dan keselamatan. Ini juga sebagai bukti kecintaan Allah
kepada hambanya. Sebagaimana
juga disebutkan oleh surat al-Balad ayat 10 وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (dan Kami telah menunjukkan
kepada manusia dua jalan mendaki).
Al-Zamakhsyari
memahami ilham pada ayat ini berupa potensi yang diberikan Allah kepada diri
manusia untuk memahami dan memikirkan bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Dengan
Ilham/ potensi itu sekaligus memungkinkan manusia untuk menentukan
pilihan di antara kedua hal baik dan
buruk itu. Hal itu ditunjukkan oleh ungkapan ayat selanjutnya yang
mengatakan bahwa yang beruntung adalah orang yang membersihkan jiwanya dan
merugilah orang yang mengotori jiwanya. Membersihkan jiwa dengan cara mengikuti
taqwa, dan mengotori jiwa dengan cara mengikuti fujur.
Berdasarkan hal ini, maka wajar jika orang yang berbuat kebaikan dapat ganjaran dari kebaikannya dan orang yang berbuat hal-hal yang tidak baik juga mendapat ganjaran dari perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan adalah atas dasar pilihannya sendiri. Allah memberikan daya dan kemampuan bagi setiap manusia untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Berdasarkan hal ini, maka wajar jika orang yang berbuat kebaikan dapat ganjaran dari kebaikannya dan orang yang berbuat hal-hal yang tidak baik juga mendapat ganjaran dari perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan adalah atas dasar pilihannya sendiri. Allah memberikan daya dan kemampuan bagi setiap manusia untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Kekotoran yang paling berbahaya bagi jiwa adalah perbuatan syirik atau menyekutukan
Tuhan dengan yang lain, mendustakan kebenaran yang disampaikan Rasul, atau
bersifat hasad-dengki kepada sesama manusia, benci dendam, sombong, angkuh dan
lain-lain. Kekotoran jiwa akan membuka
pintu kepada berbagai kejahatan yang besar. Sebagai salah satu bukti dari
kekotoran jiwa itu adalah seperti perbuatan kaum Tsamud sebagaimana dijelaskan
oleh kelanjutan ayat ini.
Sebagai penutup, kita ulangi bahwa dengan ilham yang
Allah berikan memungkinkan manusia untuk mengetahui mana yang baik dan yang
buruk. Selanjutnya kita tinggal memilih mengikuti yang baik atau mengikuti yang buruk. Jika kita ikuti yang baik, berarti kita menjaga diri kita tetap berada dalam fitrah. Sebaliknya, mengikuti keburukan berarti mengotori jiwa kita.
Ini saja yang kita sampaikan, selanjutnya mungkin kita bisa lanjutkan dengan pembahasan mengenai kebaikan dan keburukan pada kesempatan berikutnya. Insya Allah. Semoga bermanfaat.
Ini saja yang kita sampaikan, selanjutnya mungkin kita bisa lanjutkan dengan pembahasan mengenai kebaikan dan keburukan pada kesempatan berikutnya. Insya Allah. Semoga bermanfaat.
_____
Disampaikan pertama kali untuk pengajian subuh di Masjid Taqwa Muhammadiyah Aceh Tengah pada hari Kamis 21 Syawal 1439 H/ 5 Juli 2018 M
Post a Comment