Hampir sebulan kita meninggalkan Ramadan. Selama itu juga kita bisa menilai diri kita sendiri. Kita berikan pertanyaan kepada diri kita, apakah sesudah Ramadan saya menjadi lebih baik, atau menjadi lebih buruk? Jika tidak bisa lebih baik dari saat Ramadan, janganlah menjadi lebih buruk. Minimal kondisi kita tetap seperti saat Ramadan.
Maka paling tidak ada tiga jenis orang setelah Ramadhan berlalu. Pertama, orang yang tidak mengambil manfaat dengan Ramadhan. Momentum Ramadan tidak digunakan untuk beralih dari perbuatan dosa dan maksiat. Sesudah Ramadan orang seperti ini masih saja dalam keadaan berdosa. Kita yakin tidak ada di antara kita yang hadir dalam masjid ini yang masuk kategori pertama ini. Kategori kedua sebaliknya, orang yang sebelum Ramadan, di saat Ramadan dan sesudah Ramadan sama ketakwaannya kepada Allah. Kita berharap berada dalam kelompok ini. Tapi tidak banyak sepertinya kita yang berada dalam posisi ini. Di antara indikatornya adalah, masjid kita hanya ramai saat Ramadan. Di luar Ramadan, masjid hanya ramai saat salat Jumat.
Kategori ketiga--dan ini mungkin umumnya kita yang hadir hari ini--adalah orang memanfaatkan fasilitas Ramadan untuk beribadah dengan harapan terhapus dosanya yang telah berlalu. Siang dan malam Ramadan diisi dengan ibadah kepada Allah. Baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Bahkan ada yang memanfaatkan Ramadan sebagai momentum perubahan ke arah yang lebih baik. Namun sayang seribu kali sayang, setelah Ramadan berlalu orang ini seolah lupa dengan latihan yang telah dilakukannya selama sebulan penuh. Setelah Ramadan seolah lupa jalan ke masjid. Tidak lagi membaca Alquran. Jarang bersedekah. Atau mungkin kembali berbuat dosa dan maksiat yang sudah ditinggalkan selama Ramadan.
Ada sebuah ilustrasi yang sering disampaikan oleh ustad dan tengku di mesjid dan mersah saat ceramah. Bagaimana ayam yang baru dibeli dikenalkan pada kandangnya. Biasanya dalam masa tiga hari seekor ayam dikurung dalam kandangnya. Setelah itu jika dilepas, ia akan kembali ke kandangnya pada senja harinya.
Di tempat lain, bagaimana seekor beruk yang diajar dan dilatih memetik kelapa. Setelah selesai pelatihannya, beruk dihadapkan pada kenyataan memetik kelapa yang sesungguhnya. Berpindah dari satu pohon ke pohon berikutnya untuk melaksanakan tugasnya memetik kelapa. Ia tetap patuh dan tunduk pada instruksi tuannya. Walau terkadang ada godaan dan hambatan yang dilaluinya seperti bertemu sarang semut atau bahkan binatang berbisa.
Kita selaku makhluk berakal tentu tidak mungkin sama seperti ayam dan beruk dalam contoh di atas. Kita yang sudah dilatih sebulan mengendalikan hawa nafsu tentunya jauh lebih cerdas dari dua contoh di atas. Kita yang sudah melatih diri kita salat ke masjid selama Ramadan hendaknya tidak melupakan jalan ke masjid. Kita sudah melatih diri kita untuk salat malam selama Ramadan. Tentunya juga kita lanjutkan praktik latihan sebulan itu sesudah Ramadan. Kita juga sudah latihan berinfak dan bersedekah selama Ramadan. Hendaknya juga melanjutkan tradisi itu sesudah Ramadan. Kita yang sudah tadarus dan membaca Alquran bahkan sampai khatam, hendaknya tidak berhenti membacanya di luar Ramadan.
Terkadang kita merasa iba karena Ramadan hanya sebagai pemberhentian sementara dari dosa bagi sebagian orang. Kita juga sedih ketika melihat masjid musala hanya berisi di bulan Ramadan. Kita harusnya malu karena ibadah kita masih bersifat musiman.
Kita patutnya menangis jika ternyata sesudah 'Idul Fitri (kembali suci) kita menjadi 'Idul Ma'ashi atau 'Idul 'Ishyani (kembali berdosa lagi). Semoga tidak ada lagi saudara kita yang kembali berjudi, mabuk dan mencuri sesudah Ramadan. Semoga tidak ada lagi perbuatan curang dan riba dalam jual beli pasca Ramadan. Semoga tidak ada lagi praktik suap, memotong hak orang lain dan korupsi mulai Syawal ini. Kita bermohon kepada Allah semoga menjadi hamba yang istikamah beriman dan beramal serta menghindari perbuatan dosa. Aamiin.
Kembali kita renungkan ayat yang memerintahkan puasa. Bahwa perintah puasa ditujukan kepada orang yang beriman. Jika puasa dilakukan atas dasar iman, maka hasilnya adalah menjadi pribadi yang bertakwa. Jika puasa dilakukan tidak atas dasar iman; tapi karena ikut-ikutan; karena semua orang berpuasa; karena anak dan keluarga berpuasa; karena kawan-kawan berpuasa; malu jika tidak berpuasa; dan sebab lain selain sebab panggilan tauhid; maka predikat takwa setelah Ramadan tidak diraih. Karena takwa hanya diraih dengan iman. Tanpa iman, maka takwa tidak akan diraih.
Dalam ayat lain banyak perintah takwa itu diserukan kepada orang yang beriman. Kita temukan di antaranya dalam surah Al-Taubah ayat 119, Al-Ahzab ayat 70, Al-Hadid ayat 28, al-Hasyr ayat 18. Yang paling populer dan sering dibacakan oleh khatib dalam kutbahnya adalah surah Ali Imran ayat 102
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Kembali ke rumusan takwa di atas. Maka untuk tetap bertakwa, maka tetap laksanakan perintah Allah dan jauhi larangan Allah. Bagaimana caranya? Kita mesti menjadi pribadi bertakwa di mana pun dan kapan pun. Dalam sebuah hadis dari Abu Zar dan Mu'az bin Jabal Rasulullah bersabda
عن أبي ذر ومعاذ بن جبل أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن) رواه الترمذي وقال: حديث حسن
Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan (jika berbuat kejahatan dan dosa), barengilah dengan perbuatan baik karena perbuatan baik itu akan menghapus kejahatan. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.
Di antara solusinya mari kita jadikan takwa sebagai "pakaian" yang selalu kita kenakan dan kita bawa ke mana pun kita pergi. Dalam surah Al-A'raf ayat 26 Allah sebutkan
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Layaknya pakaian, tentu akan kita pakai dan kenakan ke mana pun kita pergi. Mungkin hanya anak kecil dan orang yang kurang akalnya saja--jika kita tidak sebutnya tidak berakal sama sekali--yang tidak mengenakan pakaian dalam kesehariannya. Siapa pun kita tentunya menggunakan pakaian. Kita pakai pakaian kita di rumah. Kita pakai pakaian kita di jalan, di pasar, di tempat kerja, di tempat ibadah. Pendek kata, di mana pun dan kapan pun kita selalu menggunakan pakaian. Sebaik-baik pakaian adalah takwa.
Orang yang berbuat dosa adalah orang yang meninggalkan atau menanggalkan pakaian takwanya. Dalam hadis yang sahih disebutkan oleh Rasulullah Saw.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن، ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن، ولايشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن
Orang yang berzina tidak akan berzina jika saat itu dia beriman. Orang yang mencuri tidak akan mencuri jika saat mencuri itu dia beriman. Orang yang meminum minuman yang memabukkan tidak akan meminumnya jika dia dalam keadaan beriman.
Artinya pada saat berbuat dosa, tanggal keimanan seseorang. Jika dia dalam keadaan beriman tentunya tidak akan berbuat dosa. Ingat, takwa sebagai pakaian yang kita pakai dan bawa ke mana pun kita pergi adalah didasari dengan iman. Orang berzina, orang mencuri, mabuk, dan berbuat dosa lainnya tidak memakai pakaian takwanya pada saat dia mencuri. Maka, pakailah pakaian takwa itu selalu agar kita bisa selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah
Semoga Iman kita tetap kokoh dalam diri kita dan tidak bercampur dengan apa pun. Sehingga dengannya kita bisa menjadi pribadi bertakwa, baik sebelum maupun sesudah Ramadhan. Semoga dengan iman yang benar dan kuat kita masih bisa selalu salat ke masjid; kita selalu mengaji; kita gemar bersedekah; kita sering mengikuti pengajian; kita suka berpuasa; kita tetap jujur dan amanah; kita tetap merasa diawasi oleh Allah; kita tidak mau bergunjing; kita takut mengambil hak orang lain; kita menghindari perbuatan curang; kita tidak menganiaya orang lain; kita berbuat baik dengan tetangga; kita menjalankan amanah. Pendek kata, kita berharap dengan iman yang ada pada diri kita, kita menjadi pribadi yang bertakwa dan istikamah dengan keimanan dan ketakwaan itu. Aamiin.
_____
Disampaikan pertama kali dalam Khutbah Jumat Masjid Al-Abrar Kebayakan Aceh Tengah pada hari Jumat 6 Juli 2017
Post a Comment