"Kan sudah cepat tu Nak. Papa sudah pilih ayat yang pendek-pendek. Ayo berdiri lagi. Kita lanjutkan empat rakaat lagi." Ajakku sembari membantu si Abang berdiri karena kakinya masih sakit.
"Iya Pa. Ayatnya sudah pendek. Maksud Uni, Papa membaca bacaannya cepat-cepat saja. Biar cepat juga selesai solatnya." Ucapnya sembari berganti posisi dari duduk menjadi berbaring.
"Iya Pa. Lama kali." Si Abang juga ikut merayu saya.
"Abang! Uni! Coba kalau Papa bicaranya cepat-cepat, anak Papa ngerti ndak?"
"Ngerti" jawabnya serentak.
Melihat reaksi mereka menjawab, seolah mereka sudah sepakat agar Tarawih ini bisa lebih cepat. Sambil menghela napas saya coba yakinkan mereka.
"Mungkin anak-anak Papa bisa paham kalau papa bicara cepat-cepat. Tapi, bagus ndak bicara cepat-cepat tersebut?"
"He he he. Ndak bagus." Jawab si Uni dengan malu.
"Nah. Begitu juga halnya dengan solat. Solat itu kita bicara dan memohon doa kepada Allah. Memang Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Tapi, baguskah sikap kita berkomunikasi dan meminta kepada Allah dengan bicara cepat-cepat? Minta sesuatu ke Papa aja Uni bicaranya baik-baik. Apalagi bicara dengan Allah."
"Iya Pa". Jawabnya.
"Tapi. Uni ndak ikut solat witirnya. Ayatnya panjang" lanjutnya.
"Ya lah." Jawabku mengalah.
***
Usul tersebut disampaikan anak pertama saya karena menurutnya solat tarawih itu lama. Memang sejak malam pertama Ramadhan, kami #TarawihDiRumahAja. Ini karena pemberlakuan PSBB di daerah kami. Menyusul meningkatnya jumlah korban covid 19 di propinsi ini.Dua malam ini saya yang mengimami solat Isya dan Tarawih. Di malam pertama jadi imam, saya tawarkan ayatnya yang pendek-pendek. Mereka semangat. Karena selain si Uni yang baru kelas dua SD, juga ada si Abang yang masih kelas satu SD. Selain itu, kepentingan meringankan bacaan solat juga karena ada Bundo yang ditungguin untuk tidur oleh si Adik yang belum genap berusia dua tahun.
Memang ada hadis Nabi yang memerintahkan meringankan bacaan solat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ
Dari Abu Hurairah RA ia berkata, ”Rasulullah Saw. bersabda, ’Jika salah seorang di antara kalian solat mengimami orang lain, maka hendaklah ia memperingan solatnya. Karena di antara makmum ada yang lemah, sakit, tua. Jika kalian solat sendirian, maka panjangkanlah sekehendak hati kalian’.” (H.R. Bukhari 2/199; Muslim 4/184)
Juga pernah Rasulullah meringankan solat ketika mendengar tangis seorang bayi
إِنِّي أَدْخُلُ فِي صَلاَتِي وَأَنَا أُرِيْدُ أَنْ أُطِيْلَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ
Aku memulai solat dan ingin memperpanjangnya. Lalu aku mendengar tangis bayi, maka aku persingkat. (H.R Muslim 4/186,187)
Contoh lain Rasulullah Saw. memperpendek solat di antaranya solat ketika dalam perjalanan. Rasulullah Saw. pernah membaca surah at-Tin pada shalat Isya’, dan pernah membaca surah an-Nas dan al-Falaq pada solat subuh dalam perjalanan. Lihat Shahih Bukhari (2/250) dan Shahih Muslim (4/181).
Kembali ke kasus memperpendek bacaan ayat karena ada anak-anak dan juga ada bayi yang menunggu orang tuanya, maka perbuatan imam tersebut adalah sunnah.
Wa Allahu A'lam.
Post a Comment